11:23 PM

Hari Narsis Sedunia

Posted by Anonymous |

"Lex, you are cooler than Shane."
"What?"
"Yeah, I think you're cooler than Shane... with boobs."

Hahaha... tawa kami berdua pun pecah.
"Sis, coming from you, I'll take that as a compliment."
"With boobs! Don't forget that!

Hahahaha...

Sahabat saya ini adalah penggemar The L Word, dan dia straight. Dan karena dia salah satu partner kerja saya yang sering banget cela-celaan sama saya, saya menganggap komentar tersebut jujur memang berniat memuji... Huehehe, terserah deh mau dibilang narsis. Apalagi hari itu saya memang berasa keren banget dengan kaus vintage warna cokelat, celana jins, dan sepatu baru warna cokelat yang tampilannya andro banget.

Karena judul tulisan kali ini adalah Hari Narsis Sedunia, yukkk lanjut dengan pujian lain kepada saya. Huahahaha...
"Kalau pakai kacamata gitu, lo tampak cerdas deh, Lex."
"Oya? Biasanya gue nggak cerdas?"
"Nggak sih, lo memang cerdas, cuma sekarang jadi 'tampak' cerdas."
"Gue tau sih kalau gue pake kacamata keliatan smart, makin cool, dan bikin cewek klepek-klepek gimana gitu..." (Secara saya memang tidak minus, ini memang tujuan kacamata yang saya pakai.)
"You look very Shane today," katanya lagi.
"And I think you've watched too much L Word," jawab saya, makin sok cool gitu.

Soal cerdas ini ya, saya tahu kok saya cerdas. Jika saya merasa kurang cerdas, saya selalu punya Om dan Tante yang bisa saya tanyai, Om Gugel dan juga Tante Wiki. Segala ada. Jadi kalau saya diajak ngobrol, apalagi via YM, saya bisa ngobrol mulai dari film Bollywood terbaru sampai cendol terenak di Jakarta, pemenang Man Booker Prize sampai lagunya Mulan Jameela. Jadwal KA Tanah Abang – Serpong sampai krisis ekonomi dunia. Segalanya bisa dijabanin selama ada Om dan Tante plus otak encer, bisa deh buat modal tampak cerdas. Dan seperti kata sahabat saya, "I can act like I know what you're talking about because I look like I know stuff."

Ngomong-ngomong soal Shane, kalau saya harus menggambarkan diri saya melalui tokoh serial TV, saya sering dibilang selucu Joey (dia punya pacar paling banyak kan di Friends? Dan dapat spin-off sendiri pula). Dan yang terbaru adalah (katanya) saya seperti Chuck Bass. Itu kata sekretaris saya lho. "Mbak, aku lagi tergila-gila Gossip Girl nih. Udah nonton, kan? Aduh, nonton itu ya, pas liat Chuck aku kebayangnya Mbak lho. Bajingan tajir, keren, dan cool banget gitu lho, Mbak,"

Sekali lagi saya terima itu sebagai pujian. Chuck, walaupun nggak seganteng Nate, tapi dia hanya perlu bilang, "Hi. I'm Chuck Bass." Dan dijamin cewek-cewek langsung melemparkan dirinya ke pelukan Chuck.

Jadi mari kita coba sekarang, "Hi. I'm Alex. How you doin'?"

@Alex, RahasiaBulan, 2008

10:10 PM

I Just Wanna Say I Love You

Posted by Anonymous |

"Aku yang pegang!"
"Nggak! Aku yang pegang!"
Huaaahhhhhhhh.
Mommyyyyy... Tanteeeeeeeeeeeee....

"Kucay, itu anak-anak berantem lagi." Saya melirik capek ke arah si sulung dan bungsu yang sedang  rebutan remote control audio system di kursi belakang mobil.
"Sini, remotenya biar Tante yang pegang. Tante jadi bosnya."
"Nggak boleh, aku yang pegang!"
"Sini, kasih ke Tante, kalau nggak kita nggak bakal dengerin lagu nih."
"Music time...," kata si bungsu.
"Ayo sini, kasih remote-nya."
Dengan berat hati dan sedikit paksaan, akhirnya remote itu berhasil dipindahtangankan.
Lagu pun melantun dari radio di mobil, sementara Lakhsmi menyetir mobil dengan konsentrasi penuh.

"Cay, beli martabak yuk buat ngemil ntar malam," kata Lakhsmi ketika melewati gerobak penjual martabak.
"Ogah ah, Cay, nanti aku endut..." Padahal dalam hati Lakhsmi tahu saya takkan pernah bisa menolak tawaran martabak karena itu adalah makanan favorit saya sejagad raya.
"Yakin nggak mau martabak?" ulang Lakhsmi ketika melewati tukang martabak lain.
"Hihihi, ya udah beli deh, Cay." Ajakan yang diulang berarti lebih baik dituruti daripada besok saya harus muter sampai entah ke mana karena dia ngidam martabak. :)

Mobil pun diparkir di samping gerobak martabak. Setelah memesan, saya kembali ke mobil dan menunggu di dalam. Baru tenang sebentar anak-anak sudah bermain dengan ban pelampung untuk renang di kursi belakang.
"Itu kenapa bisa ada ban, Cay?"
"Minggu kemarin kan mereka berenang. Lupa? Hehehe, bannya belum diturunin."
Si sulung dan bungsu ketawa cekikikan sambil bergantian memakai ban pelampung.

"Hari ini capek banget ya, Cay," kata saya sambil bersandar nyaman di kursi penumpang mobil. "Seharian di luar sama anak-anak. Napasku mau putus jagain si bungsu yang tadi hampir loncat keluar dari mobil troli di Carrefour."
Lakhsmi tertawa mengelus kepala saya. "Napas dulu, Cay."
Saya jadi ikut tertawa. Lakhsmi tersenyum nakal, dan bertanya, "Cay, kamu mau..."
Sebelum Lakhsmi menyelesaikan kalimatnya saya sudah menyela, "Nggak. Cuma mau kamu. Dan jangan nanya pertanyaan oon ya."
Hahahaha... kami berdua tertawa ngakak. Lakhsmi sering mengajukan "the question", yang nggak bosan-bosannya dia tanyakan, dan nggak bosan-bosannya saya jawab dengan jawaban yang sama.

Mendadak mobil terasa bergoyang. Menengok ke belakang, ternyata si bungsu sudah loncat-loncat di jok mobil. "Sayangku, jangan loncat-loncat nanti kejeduk..."
Hhhhh... Lakhsmi hanya nyengir melihat saya panikan begitu, dan si bungsu pun patuh. Sejenak. Karena kemudian bersama si sulung mereka sudah main peluk-pelukan. "Cay, martabaknya udah selesai tuh..." Saya pun turun dari mobil dan mengambil martabak.

Belum sempat saya duduk, si bungsu sudah berteriak, "Aku mau martabak, Tante."
"Aku juga," imbuh si sulung.
"Nanti ya di rumah..."
"Horeeeeeeeee, martabak!!!"

Di radio terdengar lagu favorit kami berempat. "Yuk, semuanya nyanyi...," kata Lakhsmi. Dan melajulah mobil diiringi nyanyian dengan nada melenceng ke sana kemari. "I just wanna say I love you. Ijustwannasayiloveyou. I just wanna say I love youuu...."

@Alex, RahasiaBulan, 2008


11:32 PM

Tentang Aku dan Kamu

Posted by Anonymous |

Jika saya harus membuat daftar betapa parahnya saya sebagai pacar dan terutama sebagai manusia, daftarnya akan sangat panjang. Belum lagi pasti saya lupa dengan kelemahan-kelemahan saya ini. Nah, itu dia. Satu, saya pelupa kelas berat. Otak saya sering lupa untuk hal-hal penting, dan saya tidak mampu melihat detail. Tidak jarang saya kena omel dari orang-orang terdekat saya karena hal ini. "Say, mana sendok dan gelasnya?" tanya partner, dan saya cuma nyengir atas kelupaan saya terhadap kegiatan harian semacam ini. Tapi untungnya partner bisa mengisi ketidakmampuan saya melihat hal-hal detail ini. Dia adalah manusia dengan kemampuan melihat segalanya dalam bentuk rinci dan detail, yang mana tidak mampu saya lakukan.

Kepelupaan itu juga merembet ke kelambanan saya dalam bertindak, nah ini biasanya lebih diperparah kalau keduanya bergabung. Udah lama, lupa pula, plus sifat anget-anget tai ayam yang bikin semuanya makin parah. Tapi partner selalu jadi pemicu semangat saya, bukan dengan cambuk ya, itu sih urusan di kamar saat dia jadi perempuan dominatrix, huehehe... tapi caranya itu lho, dia selalu punya cara untuk menstimulasi otak dan semangat saya untuk ingat, bergerak, dan disiplin. Dari partner saya (masih) terus belajar disiplin, terutama disiplin waktu saya yang teramat kacau karena saya sering terlalu santai menghadapi segalanya.

Kalau itu belum cukup bikin kesal, saya punya energi lebih untuk bicara tanpa henti alias bawel. Apalagi kalau saya lagi kesal dan kepingin curhat soal urusan apalah, wah energi bicara saya setingkat dengan motivator-motivator marketing itu. Saya bisa kalap bicara sementara partner hanya mengangguk-angguk dan sesekali menimpali (kadang-kadang sambil mengunyah makanan). Obrolan yang dimulai dengan kalimat, "Say, tau nggak..." bisa-bisa berakhir dua jam kemudian dengan saya mendominasi obrolan selama 1 jam 45 menit. Kadang-kadang kalau sudah nyadar saya bawel begitu, saya nyengir dan bertanya, "Say, aku banyak bicara ya?" yang kemudian dijawab partner dengan jujur, "Ya, kamu bawel sekali." Untungnya walaupun partner terkenal dengan ketidaksabarannya, dia seakan punya tiga pasang telinga khusus untuk mendengarkan saya.

Saya yakin nih saya belum menuliskan semua kelemahan saya. Saya masih berusaha mengingat-ngingat, saya yakin ada yang kelupaan. Cay, nanti kamu tambahin dan lengkapi ya. Huehehe, isiin bolong-bolongku... :) Sebagaimana yang selalu terjadi, partner-lah satu-satunya orang yang menggenapi saya.

(Tentang Lakhsmi kepada Alex, lihat di: www.treeofheart.blogspot.com)

@Alex, RahasiaBulan, 2008

1:07 PM

Ajakan Check In di Siang yang Panas

Posted by Anonymous |

“Hai apa kabar? Kapan kita ketemu? Aku butuh uang nih. Kalau kamu mau, aku mau nemenin kamu check in.”

SMS itu diterima pada saat siang terik membara dari nomor HP 0899929xxxx. Bukan ke hape saya tapi ke hape seseorang. Dan seseorang itu langsung “menuduh” saya yang mengirim SMS tersebut. Panas-panas gini maunya marah deh sama orang yang asbun... Emangnya gue ada tampang ngajak check in demi uang gitu? Halah halah halah. Emangnya gue seputus asa gitu? Akhirnya sih setelah saya pelototin, tuh orang bilang gini, "Iya, soalnya temanku yang isengnya mesum cuma kamu. Hehehe..."

Janjian check in di hotel itu kesannya mesum dan murahan banget yak. Walaupun nggak langsung dikasih duit sehabis gituan... Emangnya kita perek apa? Yah, diajak makan dulu lah, lalu habis itu ngamar. Bisa short time lalu pulang, atau kita ditinggal di kamar tidur sendiri sementara si pengajak pulang. Hm, nggak dikasih duit sih (biar nggak menyinggung perasaan, hahaha) tapi dititip lewat mana gitu... oh, atau dikasih henpon. Halah, teuteup! Wakakak. Huahaha, ini bukan pengalaman pribadi saya ya... tapi pengalaman secara umum yang saya tahu emang gitu.

Masa sih saya seiseng itu? Niat banget gitu ya ngajak orang check in lewat SMS, huehehe... Nanti kalau jawabannya, "Oke deh, yuk!" Gimana coba? Secara seseorang yang menerima SMS itu adalah bos saya di kantor.

Huehehe... Akhirnya saya saranin bos saya menjawab, “Boleh deh. Aku juga butuh uang nih. Aku bayar hotelnya. Tapi kamu bayar aku.” Dan anjuran itu sukses dibalas dengan pelototan balik oleh mbak bos. Hihihi...

@Alex, RahasiaBulan, 2008
PS: Welcome back, mbak bos. We miss you. :)

10:04 PM

Weekend Ala Mami-Mami

Posted by Anonymous |

Seorang sahabat bilang bahwa melihat ibu muda dengan anaknya tuh sexy dan rasanya gimana gitu. Yeah, right. Iya, maksud saya, iya benar banget. Itu kalau kamu single dan memandang si ibu dari kacamata lesbian single kamu. Sesuatu yang tampak berbeda dari kebanyakan akan jadi unik dan memukau. (Yeah, makanya bapak-bapak beristri yang selingkuh kan kebanyakan milih gadis muda, secara istrinya udah jadi emak-emak di rumah :p)

Saya harus menarik diri saya mundur, jauuuuuh ke belakang untuk mengingat keseksian seorang Lakhsmi sebagai mami sexy dari kacamata seorang lesbian single. Sesungguhnya aya sudah tidak bisa lagi melihatnya dari kacamata lesbian single karena kami sudah jadi tim. Tim mami-mami siaga.

Oya, kadang-kadang waktu dan kebersamaan membuat kita lupa. Lupa bahwa kita punya istri sexy di rumah. Dan kita sering menyepelekan hal-hal kecil yang kita alami setiap hari. Belum lagi kebersamaan terus-menerus membuat kami kadang-kadang lupa bahwa kami masih pacaran dan akibatnya kami jadi menunda kemesraan dengan alasan, "ah nanti malam juga ketemu, besok juga masih bisa." Mau gunting kuku aja, sering kali kami berpikir, ah, besok aja deh, ntar malam... akhirnya tuh kuku nggak digunting-gunting sampai menyakitkan, hahahaha :)).

Oke, balik ke cerita seksinya mami-mami ini. Saya mau cerita seperti apa akhir pekan kami. Acara akhir pekan yang selalu berlangsung romantis, seru, dan tak ada duanya.

Sabtu pagi menjelang siang dimulai dengan Lakhsmi yang menerjang masuk ke kamar tidur, :p. Kami berakrobat dalam kegiatan bergegas dalam ketergesaan dan terburu dalam waktu. Masih kepingin baring-baring di ranjang, Lakhsmi sudah mengeluarkan daftar belanjaannya. "Cay, jangan leha-leha, buruan kita mesti ke supermarket lalu makan siang. Belanja bulanan nih."

Hhhhh.... (Aku nggak komplain kok, Cay, reaksiku kan emang gini, huehehe).

"Makan siang dulu atau supermarket, Cay?"
"Makan dulu deh, lapar."

Di supermarket. Beli ini beli itu. Sapu. Sabun. Tisu. Pembersih lantai. Indomi. Susu. Daging. Bumbu dapur. Sayur. Ada lagi yang perlu dibeli? Oya, telur. Jangan lupa telur, sabun cuci, dan lada.

Aduh, boro-boro hang out di mal, ketemu teman-teman sambil ngobrol nggak jelas atau gaul gitu deh. Kadang-kadang acara cuci mobil bersama anak-anak pun jadi sarana hiburan "murah" dan "efisien". Ibaratnya mobil bersih, anak pun senang.

Pulang ke rumah langsung beres-beres. Capeknya.

"Refleksi yuk, Cay."
"Yuk."

Bergerak lagi menuju tempat refleksi langganan. Lumayan bisa tidur barang setengah jam di sana.

Ngantuk.Ngantuk.Ngantuk.

Anak nangis rebutan mainan. Teriakan ala mami-mami. Aku nggak doyan ini, ceprot makanannya dimuntahin ke tangan si tante tercinta. Jeduk! Aw! Kepeleset jatuh kepala benjol nangis lagi deh. Gendong-gendong manja sambil dikasih obat. Mulai lagi berteriak siapa yang berhak memegang remote TV. Aku mau nonton ini. Aku mau itu. Haiyaaaah. Teriakan-teriakan ala mami-mami lagi. Tanteeeeee Mamiiiiiii....!

Oke, STOP! Waktunya bobo!

"Cay, anak-anak kok bau ya?" Berdua kami menciumi anak-anak, saat mereka sedang bersiap-siap bobo.

Nah lo???

"Iya nih. Kok dua-duanya bau ya? Pasti gara-gara makan tadi deh, belepotan ke mana-mana."
"Mandiin aja yuk."

Jadilah sebelum tidur anak-anak dimandikan dulu. Semprot-semprotan. Sabun-sabunan. Cekikikan. "Hihihi, baju tante basah... hihihi."

Ampun deh. Hehehe. Akhirnya bisa berbaring meluruskan tubuh tengkurap ala Superman terbang selama setengah menit ketika anak-anak dilimpahkan sejenak ke maminya untuk memakai baju tidur.

"Cay, kamu seksi deh sama anak-anak," kataku tanpa pikir panjang saat melihatnya sedang memakaikan pakaian ke si bungsu.
"Hah? Maksud?" tanya Lakhsmi sambil nyengir.
"Hehehe, tiba-tiba teringat perkataan seseorang. Katanya mami-mami itu seksi."
Lakhsmi tersenyum manis, dan sok tersipu-sipu gitu deh. "Masa sih?"
"Kamu nanya gitu biar kupuji-puji, kan?"
"Hahaha..."
"Tapi, kucay, kamu tuh emang sexy banget. Apalagi kamu sekarang berotot, wow deh. Kamu tahu kan betapa aku suka yang berotot gitu..."
"Hihihi..."

Mendadak tatapan mesra kami terpotong oleh teriakan anak-anak yang berebut boneka. Halah. :p
"Cay," panggil Lakhsmi, "milih ini atau hang out di Starbucks sama teman-teman single?"
"Perlu nanya ya? Starbucks dong, huahaha...," jawab saya iseng.
Sebelum Lakhsmi sempat menjerit dan melempar bantal, saya buru-buru menyergah, "Bercanda, Cay, kamu baca blog rahasiabulan sana... Itu udah jadi kuil pemujaan buat kamu dan anak-anak, hehehe."

@Alex, RahasiaBulan, 2008



10:05 PM

A Romantic Fool

Posted by Anonymous |

Jerry: Hello. I'm looking for my wife. Alright. If this is where it has to happen, then this is where it has to happen. I'm not letting you get rid of me. How about that? This used to be my specialty. I was good in a living room. Send me in there, I'll do it alone. And now I just... I don't know...but our little company had a good night tonight. A really big night. But it wasn't complete, it wasn't nearly close to being in the same vicinity as complete, because I couldn't share it with you. I couldn't hear your voice, or laugh about it with you. I missed my wife. We live in a cynical world, and we work in a business of tough competitors, I love you. You complete me. And I just...

Dorothy: Shut up. Just shut up. You had me at hello.


Gara-gara beradegan halo-halo mirip begitu dengan Lakhsmi, beberapa hari terakhir ini saya menonton adegan film Jerry Maguire tersebut berkali-kali. Adegan tersebut merupakan salah satu dari beberapa adegan romantis dalam film yang saya sukai.

Saya selalu suka film-film romantis.

Bodoh ya? Huehehehe... saya ternyata jenis perempuan yang gampang ditipu dengan konsep happy ending, romantisme berlebihan, dan cinta sejati dalam balutan komersialisme. Tapi bukankah itu yang dicari oleh kebanyakan orang?

Manusia selalu bertanya dan mencari jawaban akan makna cinta. Kenapa begini, kenapa begitu. Sekali lagi saya menemukan jawaban-jawaban atas pertanyaan itu dalam kisah-kisah fiksi yang tersaji di layar lebar atau buku-buku. Saya lupa siapa yang bilang, "Semua yang perlu saya pelajari bisa saya dapatkan dari cerita fiksi." Yah, saya termasuk manusia kategori itu.

Saya dibesarkan dengan romantisme berlebih produk Hollywood, Bollywood, dan Mandarin. Dan ilmu-ilmu yang saya pelajari dari produk-produk tersebut memengaruhi cara berpikir saya.

Ya.Ya.Ya. Saya ternyata cetek. Hahaha.

Pertemuan. Jatuh cinta. Persahabatan. Perselingkuhan. Perceraian. Perpisahan. Akhir yang bahagia.

Tidak pernah ada jawaban eksak tentang hal-hal tersebut, bila muncul pertanyaan, "Kenapa dan Bagaimana?" Tapi dari produk film dan buku tersebut saya belajar bahwa kau tahu siapa yang menjadi the one dalam hidupmu. Kepada orang yang menjadi tempatmu pulang. Cinta datang dan pergi. Ada orang yang cuma lewat begitu saja. Ada orang yang mati-matian kautarik masuk ke rumahmu tapi rasanya dia selalu tidak pas dan canggung, seakan dia bukan kepingan puzzle yang kaucari. Namun sekali dalam seumur hidupmu kau menemukan dia. "The one."

Inilah yang dijual oleh pihak-pihak produsen. Siapa pun yang bisa membungkus cinta dalam kemasan dan menjualnya ke supermarket akan jadi orang yang mahakaya.

Cinta oh cinta.

Tidak kok, saya tidak jadi sinis. Kita sudah hidup di dunia yang sinis. Janganlah membuat diri kita luntur dan terseret dalam konsep kesinisan itu. Karena sesungguhnya orang sinis adalah orang romantis yang patah hati. Kini saat memasuki umur sekian, saya sudah berbeda memandang cinta. Cinta bukan lagi semata soal perasaan. Bukan lagi soal keinginan. Bukan lagi soal romantisme.

Buat saya, kini cinta adalah tentang orang yang diajak berbagi hidup. Orang yang bisa diajak berbagi kemesraan bahkan bisa membuatmu orgasme tanpa perlu bersentuhan (ini bukan dalam konteks cyber/phone sex ya :p) Orang yang setelah kaurontokkan segalanya tetap menjadi orang yang selalu bisa jadi sahabatmu dan menjadi tempatmu bersandar. The One adalah saat Jerry menyadari bahwa keberadaan Dorothy membuatnya merasa lengkap. The One adalah saat Harry dan Sally jatuh cinta dalam When Harry Met Sally, dan mereka sadar bahwa mereka ingin segera membagi hidup mereka bersama. Saya tidak melihat letupan-letupan perasaan dan kegirangan berlebih karena cinta yang membuat jungkir balik. Mereka hanya menjadi diri mereka sendiri dan menemukan kepingan puzzle yang membuat mereka lengkap. Sebagaimana saya menemukannya dalam diri Lakhsmi.

Look, I guarantee that we'll have tough times. And I guarantee that at some point, one or both of us will want to get out of this thing. But I also guarantee that if I don't ask you to be mine I'll regret it for the rest of my life. Because I know in my heart, you're the only one for me. -Runaway Bride

@Alex, RahasiaBulan, 2008



12:32 AM

My Best Friend's Wedding

Posted by Anonymous |

Bulan Oktober ini saya mendapat dua undangan pernikahan daari sahabat-sahabat SMA saya. Huh! Jadi iri sama pasangan hetero yang bisa nikah legal :p. Sewaktu liburan lebaran kemarin sama bertemu dengan sang calon pengantin sekalian mengambil undangan kawinan.

“Nih, undangannya, Lex,”
Saya membaca nama yang tercantum di sana. “Alex dan Lakhsmi.”
Ini punya gue, kata calon pengantin yang lain, tak mau kalah. Nama yang tertera di sana, "Alex dan Lakshmi."
“Nanti lo sama Lakhs datangnya, kan?” tanya sahabat saya itu.
“Ya iyalah. Sama emak gue juga ya. Secara lo juga ngundang emak gue,”
“Hehehe, Alex datang bawa emaknya dan bini... Bini ama mertua gimana, Lex? Akur?”
Aku meninju sahabatku pelan. “Bini gue ce-es sama emak gue. Walaupun kadang-kadang obrolan mereka nggak nyambung bin tulalit. Soalnya Lakhsmi nggak bisa ngomong bahasanya emak gue. Tapi emak gue sayang banget sama dia. Kalau gue pulang, dia selalu nanya, gimana Lakhsmi? Anak-anak sehat? Dan Lakhsmi juga sering 'nitip' makanan buat mertuanya.”

“Oya, ngomong-ngomong soal anak. Nanti ajak si sulung dan bungsu ya. Leo (calon suaminya) suka banget sama si kecil.”
“Wah, kemaleman tuh. Kasian kalau dibawa. Udah lewat jam tidur. Lagian si bungsu sakit melulu. Ini aja lagi batuk pilek.”
“Yah padahal kepingin liat si sulung dan si bungsu. Yasud, tapi lo mesti stay buat foto-foto ya. Sama Lakshmi juga... Awas lo kalau buru-buru pulang. Pokoknya lo mesti ikutan foto! Musuhan kalau sampe nggak foto!!!”

Lalu dengan kebanggaan seorang mami-mami aku memamerkan foto anak-anak dan maminya yang ada di hapeku. “Lucu ya...”
“Abis nikah lo juga bikin deh buruan.”
“Aduh, Lex, kayaknya nggak dulu deh.”
"Kalau gue sih mau buru-buru, udah inget umur nih," kata calon pengantin kedua.
Seorang sahabat lain nyeletuk, “Bikinnya sih enak ya... Tapi ngurus anaknya yang ogah.”
Kami ketawa ngakak berlebihan di warung pizza itu.

Sang calon pengantin menjawab, “Gue nggak suka anak kecil.”
“Halah! Gue juga nggak suka. Tapi kalo punya anak sendiri pasti suka banget deh.”
“Gue nggak pernah ngerti lho bagaimana si Alex bisa punya mental jadi mami sejak sama Lakhsmi. Kalau bayangin Alex jadi lesbi sih bisa, jadi mami itu lho yang nggak kebayang.”
Saya menjawab, “Tau nggak sih, gue nggak akan menukar apa pun di dunia ini demi pengalaman punya anak. Sumpe deh. Lo mesti ngerasain... Paling-paling lo jadi zombie karena kurang tidur. Tapi semuanya worth it kok. Hahaha...”

Sejak lebih dari sepuluh tahun lalu saya sudah coming out pada sahabat-sahabat SMA saya bahwa saya lesbian. Pada teman-teman kuliah pun saya melakukannya. Pada rekan-rekan kerja di kantor pun saya out. Walaupun bentuknya bukan out loud hingga OB, hansip, dan Pak RT tahu. Pengetahuan ini tetap untuk kalangan terbatas. Hingga pernah ada satu-dua orang sahabat straight saya tertimpa gosip tidak sedap pacaran dengan saya. Tapi seringnya mereka malah jadi bangga-bangga nggak jelas gitu. Mending dianggap lesbi daripada perempuan nggak laku, katanya. Hari gini, nilai jual kita di mata lelaki bisa naik dua poin lho kalau dianggap punya kecenderungan lesbian, kata yang lain. Bikin lelaki merasa tertantang gitu. Ada-ada aja....

Saya selalu memperkenalkan pacar serius saya pada sahabat-sahabat saya. Dan biasanya “approval” dari mereka adalah sesuatu yang saya anggap penting. Saya ingat, salah satu sahabat saya menunjukkan tanda “thumbs up” ketika pertama kali bertemu Lakhsmi (waktu itu kamu memunggungi dia, Cay). Hahaha.... Malah salah satu sahabat straight saya yang hendak menikah ini merupakan tong curhat Lakhsmi, sewaktu saya bersikap jahat sama Lakhsmi. (Aku tahuuuu kucaykuuuu, karena dia pernah marah-marahin aku karena kamuuuuu...) Dan itu jadi menyebalkan karena saya jadi nggak bisa curhat sama dia kalau Lakhsmi jahat sama saya, secara mereka udah nge-gank-up gitu... huh!

Sejak awal hubungan saya dan Lakhsmi, approval dari sahabat-sahabat straight Lakhsmi juga amat penting. Saya ingat betapa berdebar-debarnya saya ketika akan diperkenalkan dengan “the gank”-nya Lakhsmi. Empat perempuan 30's something yang berasal dari beragam profesi. Dan salah satunya kebetulan sahabat baik dengan sahabat SMA saya yang tahu saya lesbian. Jadilah mereka sudah bertukar informasi sebelum bertemu saya. Dan percayalah informasi-informasi itu terdengar mengerikan. Hueheheh... Tapi jauh di dalam lubuk hati saya, saya tahu bahwa mereka akan menerima saya. Entahlah, sewaktu Lakhsmi mengakui hubungannya dengan saya pada mereka dan mereka bisa menerimanya, saya bisa merasakan aura penerimaan terpancar dari mereka melalui cerita Lakshmi.

Sejak awal pun kami tidak pernah takut mengakui hubungan kami pada mereka. Tidak sekali pun ada keraguan dalam diri kami untuk menyatakan hubungan kami secara terbuka pada mereka. Jauh di dalam hati kami, kami tahu bahwa mereka akan menerima kami. Malah kami lebih ragu bertemu dengan sahabat-sahabat lesbian dibanding bertemu dengan sahabat-sahabat hetero.

Waktu sudah membuktikan bahwa penerimaan mereka bukan basa-basi lip service. Sampai hari ini saya bisa bercakap-cakap dengan sahabat baik Lakhsmi, bahkan curhat saat Lakhsmi lagi keluar naganya pada saya. Sebagaimana Lakhsmi juga bisa mengobrol dan curhat pada sahabat baik saya saat saya keluar kucingnya pada Lakhsmi.

Dan kami sungguh beruntung dan terberkati dengan penerimaan sahabat-sahabat kami itu. Penerimaan mereka memberikan energi positif yang teramat besar untuk kami. Setiap kali habis bertemu mereka, saya dan Lakhsmi seakan baru diisi baterenya. Seakan ada ruang penerimaan yang tak kenal batas ketika kami duduk bersama untuk makan atau nongkrong. Dan pengakuan mereka terhadap hubungan kami adalah sesuatu yang sifatnya absolut, tidak ada keraguan sama sekali atas hal itu.

Dan mulailah saya ngelantur kebanyakan ngomong seperti biasa. Biasanya kalau sudah begini, Lakhsmi akan berkata, “Cay, kamu kebanyakan ngomong.” Hahahaha.... Eniwei, tulisan ini juga untuk mengingatkan saya bahwa saya mesti beli gaun cantik untuk ke kondangan nanti. Hm... bakal tampil femme abis deh... :)

@Alex, RahasiaBulan, 2008

1:28 AM

Get Well Soon, Baby

Posted by Anonymous |


Hiks. Sudah sekitar tiga bulan ini si baby on/off sakit. Macam-macam sakitnya. Mulai dari panas, batuk, pilek, bahkan pernah demam berdarah hingga harus diopname di RS.

Sudah dua minggu terakhir pula si baby batuk parah. Setiap kali mendengar dia batuk rasanya jantung ini teriris. Ditambah lagi dengan ingus kental yang memampetkan hidungnya dan berusaha dia keluarkan dengan susah payah.

Rasanya kepingin deh bisa menggantikan si baby, biar kita saja yang sakit. Hiks. Hiks. Hiks. Rasanya waswas melihatnya nggak sembuh juga walaupun sudah dicekoki beragam obat dari dokter. Rasanya nggak berdaya melihat/mendengar dia batuk pada malam hari.

Baby, cepat sembuh ya... Mommy dan Tante-Mommy-mu nggak berhenti wori setiap kali mendengar kamu batuk. Mwuah. Mwuah. Mwuah. Nite-nite, baby. We love you. Get well soon.

@Alex, RahasiaBulan, 2008

Menonton Finn's Girl mengingatkan saya pada film-film ala channel Hallmark di televisi, apalagi durasi film ini tidak lebih dari satu setengah jam. Ceritanya berkisah tentang drama keluarga ibu dan anak dengan bumbu-bumbu lesbian yang membahas tentang menjadi anak dari pasangan lesbian, dan bagaimana seorang lesbian melanjutkan hidup setelah kematian pasangan.

Finn Jeffries adalah dokter berusia empat puluhan tahun, diperankan oleh Brooke Johnson. Finn seorang dokter kandungan dan pakar reproduksi dengan penampilan kebapakan, hobi naik motor, jaket kulit, dan berambut cepak pendek. Setelah kematian Nancy, partnernya, karena kanker, ia mengambil alih klinik aborsi yang didirikan Nancy dan menjadi orang tua tunggal bagi anak perempuannya yang berusia 11 tahun, Zelly (Maya Ritter). Zelly adalah hasil sumbangan sperma dari sahabat mereka, Paul (Richard Clarkin), yang kadang-kadang datang dan menunjukkan perannya sebagai ayah. Pekerjaannya di klinik aborsi membuat Finn mendapat ancaman pembunuhan dari pihak religius radikal dan membuat Finn harus mendapat perlindungan polisi nyaris sepanjang waktu.

Ancaman pembunuhan, memimpin klinik aborsi, kematian partner, mengurus anak remaja yang sedang nakal-nakalnya, membuat Finn keteteran. Hubungan Finn dengan Zelly makin memburuk. Apalagi saat Finn menjalin hubungan dengan Jamie, dokter magang di kliniknya. Zelly makin bete melihat tingkah sang ibu yang bukannya memerhatikan dia malah berasyik-masyuk dengan cewek muda yang diajaknya ke rumah.

Jadilah Zelly memberontak, apalagi terhadap Jamie dianggapnya mau coba-coba sok jadi ibunya. Dia membolos, mengisap ganja, dan mengutil. Ia marah pada Finn yang dianggapnya bukan ibu yang baik dan dewasa. Biasanya Nancy-lah yang berperan sebagai ibu di rumah dan tanpa Nancy, Finn jadi tak berdaya menghadapi Zelly. Di antara carut marut hubungan ibu dan anak ini, Paul juga memperkeruh masalah dengan keinginannya mengambil hak asuh atas Zelly.

Meningkatnya teror dan ancaman maut terhadap Finn, membuat Zelly pun jadi dalam penjagaan polisi. Diana (Yanna McIntosh) adalah salah satu polisi yang kemudian jadi makin dekat dengan Zelly dan Finn. Yah, bisa ditebaklah ke mana arah hubungan mereka. Apalagi ketika Finn memutuskan hubungannya dengan Jamie.

Sayangnya film ini tidak menunjukkan gejolak emosi yang kentara antara sesama aktornya. Semua aktornya bermain baik, terutama Brooke Johnson sebagai Finn. Namun sayangnya chemistry antara para pemeran terasa datar. Dialog-dialog baru tampak hidup pada dialog antara Zelly dengan Eve dan Max, dua sahabat karibnya di sekolah. Permainan dan dialog yang terlontar antara mereka menunjukkan kegelisahan-kegelisahan yang mereka rasakan sebagai anak baru gede. Sebagai sahabat, mereka pun saling mendukung, terutama menghibur Zelly akibat kematian Nancy. Meskipun Max bilang pada Zelly bahwa ibunya melarang dia main dengan Zelly karena dia berasal dari keluarga tidak wajar. Yang dijawab dengan Zelly, “Two moms are OK, it's having one that's drag.”

Finn's Girl adalah film produksi Kanada tahun 2007, yang disutradarai oleh Dominique Cardona and Laurie Colbert. Sebelum film ini, keduanya pernah menghasilkan film dokumenter yang mendapat banyak pujian, Thank God I'm a Lesbian, My Feminism. Finn's Girl juga diputar di berbagai festival film LGBT pada pertengahan tahun 2008 ini. Film ini bersetting di Kanada dengan aktor-aktor asal Kanada pula.

Di samping ketiadaan emosi yang menggigit hingga menjurus membuat ngantuk penonton, yang menarik dari film ini adalah niatannya mengangkat isu-isu lesbian yang jarang dilirik oleh sutradara lain. Bukan melulu tentang cinta lesbian atau romansa berlebihan tentang indahnya cinta. Tapi Finn's Girl menyentuh isu kompleks tentang bagaimana memulai hubungan romansa lagi di saat usia sudah lewat 40 tahun, hubungan sepasang ibu lesbian dan anak remajanya, kematian pasangan lesbian yang sudah hidup bersama selama bertahun-tahun, perebutan hak asuh antara donor ayah dan ibu lesbian yang bukan melahirkan sang anak tapi menjadi ibu yang membesarkan dan merawatnya sejak lahir. Sayangnya durasi dan tayangan ala film TV ini membuat Finn's Girl jadi terlalu sesak dengan isu-isu berat tersebut.

@Alex, RahasiaBulan, 2008

Subscribe