Oleh: Alex
My name is Harvey Milk, and I'm here to recuit you. Itu adalah sepotong kalimat yang biasa digunakan oleh Harvey Milk (Sean Penn) dalam mengawali pidatonya. Film peraih Oscar ini diangkat dari kisah nyata hidup Harvey Milk, seorang politisi dan aktivis gay. Harvey Milk merupakan tokoh yang mengakui dirinya gay secara terbuka dan terpilih menjadi pegawai negeri di California sebagai anggota San Francisco Board of Supervisors pada tahun 1977, setelah dua kali gagal dalam pencalonannya.
Harvey Milk lahir pada tahun 1930 dan tewas terbunuh pada tahun 1978, setahun setelah dia menduduki jabatannya di pemerintahan dengan gemilang. Dia tewas ditembak di kepala oleh Dan White (Josh Brolin) sesama anggota dewan yang merasa dikhianati Milk. Penembakan yang terjadi di balai kota itu juga menewaskan Wali Kota George Moscone, yang juga sahabat politik Harvey Milk.
Milk disutradari oleh sutradara gay, Gus Van Sant, yang sudah dikontrak sejak tahun 1992 namun setelah sejumlah konflik dan kekacauan selama 15 tahun akhirnya sukses melahirkan film yang memperoleh sejumlah penghargaan bergengsi ini. Terutama untuk Sean Penn yang dengan gemilang berperan sebagai Harvey Milk. Selain Sean Penn mendapat piala Oscar sebagai aktor terbaik, penulis skenario Dustin Lance Black memperoleh penghargaan sebagai penulis skenario terbaik dalam film yang penuh dengan kata-kata inspirasitif. Milk juga bergelimang penghargaan lain seperti dari BAFTA Awards, Screen Actors Guild, British Academy Film Awards, dll.
Film tentang perjuangan aktivis gay ini dibuka pada tahun 1970 ketika Milk bertemu dengan Scott Smith (James Franco) di tangga subway New York. Milk dan Smith kemudian menjadi sepasang kekasih setelah pertemuan singkat tersebut. Keinginan untuk mengubah hidup dan memperoleh penerimaan membuat dua lelaki ini melakukan perjalanan bermobil hingga sampai ke San Francisco, menuju daerah Castro. Pada masa itu Castro mulai dikenal sebagai wilayah gay.
Harvey Milk yang memiliki jiwa bisnis membuka toko kamera di Castro, namun ketertarikannya pada dunia politik dan keinginannya yang kuat agar kaum homoseksual tidak lagi dianggap kelas dua membuatnya memutuskan untuk mencalonkan diri sebagai dewan supervisor San Fransisco. Milk percaya bahwa seorang homoseksual bisa menjalani hidup dengan jujur dan sukses, meskipun tahun 1970-an menjadi gay biasanya berarti hidup dalam ketakutan dan hinaan. Bahkan tidak jarang mereka menjadi korban kebencian dengan dipukuli atau bahkan dibunuh.
Milk secara terbuka mengakui dirinya gay, walaupun pada awal masa kampanyenya, isu gay ini membuatnya kalah dalam pemilihan. Dalam salah satu wawancara, Milk mengatakan. “If I do a good job, people won't care if I am green or have three heads." dan gay atau tidak bukanlah isu utama lagi. Walaupun tidak bisa dipungkiri kaum homoseksual membuatnya menang dalam pemilihan tahun 1977 dan juga menjadikan Harvey Milk memiliki bargaining power yang kuat dalam pemerintahan, karena dia tidak segan menggunakan komunitas gay sebagai massa penggeraknya.
"Somewhere in Des Moines or San Antonio there is a young gay person who all the sudden realizes that he or she is gay; knows that if their parents find out they will be tossed out of the house, their classmates will taunt the child, and the Anita Bryant's and John Briggs' are doing their part on TV.
And that child has several options: staying in the closet, and suicide. And then one day that child might open the paper that says "Homosexual elected in San Francisco" and there are two new options: the option is to go to California, or stay in San Antonio and fight. Two days after I was elected I got a phone call and the voice was quite young. It was from Altoona, Pennsylvania. And the person said "Thanks".
And you've got to elect gay people, so that thousand upon thousands like that child know that there is hope for a better world; there is hope for a better tomorrow. Without hope, not only gays, but those who are blacks, the Asians, the disabled, the seniors, the us's: without hope the us's give up. I know that you can't live on hope alone, but without it, life is not worth living. And you, and you, and you, and you have got to give them hope." - Harvey Milk, 1978
Sebuah pidato yang menggugah tentang harapan, tentang masa depan yang lebih baik jika semakin banyak kaum homoseksual yang tampil ke muka publik. Visibilitas semacam ini penting untuk menunjukkan keberadaan gay/lesbian di muka bumi ini, sehingga entah di pelosok bumi belahan mana seseorang yang merasa hidupnya tidak berarti karena menyadari dirinya gay/lesbian akan memiliki pilihan hidup selain jalan yang tampak suram dan kesepian.
Harvey Milk mungkin sudah tiada, tapi warisan yang ditinggalkan olehnya tetap membara di hati jutaan masyakarat homoseksual di Amerika Serikat. Dan kini, jutaan mata dan hati berkesempatan untuk menyaksikan tokoh inspiratif ini melalui film yang menggugah dan (pasti) meninggalkan kesan di hati gay/lesbian yang menontonnya.
@Alex, RahasiaBulan, 2009
2 comments:
Yep, film ini inspiring banget. Aku juga sempat bikin review film ini di blogku. Kata2 favoritku dari Milk, "If a bullet should enter my brain, let it destroy every closet door." Kalau bukan karena orang2 yang mengorbankan diri jadi 'target' di muka publik, gay n lesbian ga bakal dapet positif visibility seperti sekarang (walaupun di Indonesia belon sih... visibilitinya malah mutilator...)
Just watched the movie...
Tertarik ketika baca resensi Anda, dan minggu lalu menemukannya tanpa sengaja...
Antara ingin nangis dan ingin teriak2 nontonnya...
(I don't like Jack; Scott is far more handsome, hehehe...)
Anyway, thx for the movie review. Kalau tidak baca resensi ini, saya mungkin tidak akan tertarik nonton filmnya.
Post a Comment