11:18 PM

The L Word: Drama dan Uang

Posted by Anonymous |

Apa sih yang membuat kita tertarik untuk terus-menerus menonton serial The L Word? Apakah semata-mata hanya karena cerita lesbiannya? Apa yang membuatnya bisa bertahan hingga musim tayang kelima? Jawabannya adalah DRAMA dan UANG. Rentetan kisah lesbian-lesbian dalam The L Word adalah standar kisah drama produk budaya televisi Amerika Serikat.

The L Word mulai ditayangkan pada tanggal 18 Januari 2004 oleh stasiun TV Showtime dengan durasi tayang per episode selama 50 menit. Rencananya season keenam dan terakhir akan ditayangkan pada tanggal 4 Januari 2009. Season 6 nanti hanya akan berlangsung sepanjang delapan episode dan akan berakhir tanggal 22 Februari 2009. Tapi tenang saja, penggemar The L Word sehabis ini bisa lega karena rencananya ada spin-off lanjutan The L Word sesuai kontrak produser dan pengiklan.

The L Word adalah drama kehidupan lesbian-lesbian yang tinggal di Los Angeles. Ada 5 tokoh utama dalam serial ini (yang tetap bertahan sejak season 1). Bette (Jennifer Beals) yang pada awal musim tayang sudah hidup bersama dengan Tina (Laurel Holloman) selama tujuh tahun dan sedang berusaha punya anak. Mereka kedatangan tetangga baru bernama Jenny (Mia Kischner) yang datang entah dari desa mana, yang awalnya tampak lugu kemudian “dibuat” jadi lesbian oleh Marina (Karina Lombard) dan mulailah perubahan Jenny hingga jadi tokoh yang makin eksentrik setiap episodenya. Bette dan Tina bersahabat dengan Shane (Katherine Moennig), lesbian player paling cool di muka bumi ini dengan penampilan andro yang keren abies. Dan terakhir Alice (Leisha Hailey), mantan Bette yang bekerja sebagai jurnalis.

Berbagai karakter lesbian dengan beragam profesi ditampilkan di sini. Stereotipe pekerjaan lesbian seperti atlet, penulis, seniman, penyiar/wartawan, pengusaha, dan pengacara dimunculkan dalam karakter-karakter awal. Walaupun sesungguhnya stereotipe ini belumlah ada pembuktian secara khusus. Oya, ada juga karakter Shane dengan pekerjaan sebagai penata rambut yang sayangnya punya tampilan rambut jelek pada season 3 yang bikin kita tidak percaya bahwa dia penata rambut. Dan kemudian Shane sempat jadi model di season 4. Seiring berjalannya season, muncul karakter-karakter baru dengan pekerjaan koki, DJ, perempuan sosialita, dosen. Setiap season menampilkan karakter-karakter baru seperti tentara, ibu rumah tangga/janda dengan satu anak, pebisnis, sutradara. Intinya, ada lesbian dalam nyaris semua profesi di muka bumi ini.

Yang menarik dari The L Word adalah melihat bagaimana karakter-karakter utamanya bergerak, hidup, dan berevolusi dalam kisah yang sebenarnya cuma kisah drama ini. Kisah cinta yang makin berbelit juga menjadi semakin drama.Selain melihat bagaimana hubungan Bette dan Tina yang putus- sambung. Shane yang player, insaf, jadi player lagi, insaf lagi, player lagi... aih, bosan deh. Atau keeksentrikan Jenny yang makin menjadi-jadi, apalagi setelah dia menjadi sutradara film yang diangkat dari bukunya. Dan bagaimana karier Alice bergerak mulai dari penyiar radio/wartawan freelance, pemilik situs lesbian, dan kini menjadi penyiar TV.

Drama. Itulah yang menjadi jiwa tayangan televisi. Siapa tidur dengan siapa. Siapa yang putus. Siapa selingkuh dengan siapa. Cinta yang dikhianati. Kesetiaan yang dilanggar. Kejujuran yang terombang-ambing. Komitmen yang perlu dipertanyakan. Itulah yang menjadi unsur utamanya, kelesbianan hanya jadi pembungkusnya. Bukan kampanye persamaan hak lesbian yang ditawarkan oleh serial macam The L Word.

Sejumlah kritik dan pujian pun terlontar untuk serial bertema homoseksual yang sejauh ini mencatat musim tayang terpanjang, lebih panjang satu season daripada pendahulunya Queer as Folk. Ada yang bilang karakter-karakternya terlalu cantik dan sedap dipandang. Ada yang bilang cerita-ceritanya terlalu gampang, tidak memperlihatkan kesulitan hidup menjadi lesbian. Ada yang bilang ceritanya tidak realistis. Semua orang yang memandang ke kotak kaca ajaib bernama televisi itu ingin melihat tontonan yang menyenangkan dengan tampilan-tampilan yang enak dilihat, dengan kisah drama yang membuat hati senang. Bagaimanapun, televisi adalah hasil kreativitas yang merefleksikan kehidupan nyata, dan bukan kehidupan nyata yang sesungguhnya. Aduh, bahkan tayangan-tayangan “TV realitas” pun mengandung unsur rekayasa... (tidak pernahkah ada yang bertanya kenapa hanya mereka yang cantik dan tampan saja yang terpilih?)

Kalau kita simak baik-baik setiap episodenya, kita bisa melihat bagaimana serial ini ditempeli beragam produk iklan, bahkan secara terang-terangan. Tidak jarang pula sejumlah produk menjadi sponsor dan iklan di sini. Inilah hebatnya Lesbiwood di Holywood yang kapitalis. Di mana ada uang di sana ada barang. Dan lesbian-lesbian di balik layar tidak malu-malu menjual kelesbianan ini sebagai pasar terbuka.

Showtime sendiri adalah stasiun TV berbayar sehingga tayangan The L Word ini tidak dijeda iklan di sela-sela tayangannya. Namun perusahaan pengiklan dengan cerdas menempatkan produk mereka secara terintregrasi dalam cerita. Bahkan dalam satu-dua episode, uang yang ditawarkan produk iklan ini mampu membuat penulis cerita mengadaptasi produk tersebut ke dalam cerita secara integral. Marketing terselubung ini berlangsung secara terang-terangan, terutama untuk produk minuman keras. Perhatikan betapa seringnya Shane minum bir merek Dos Equis dan Dana Fairbanks menyebut sejumlah produk seperti Absolute Vodka, Reebok, dan Subaru secara terang-terangan saat memilih pengiklan untuk dirinya. Apple Computers, Chevrolet, Mini Cooper, adalah sejumlah produk yang digunakan oleh karakter-karakter dalam The L Word.

Jika mau dilihat secara positif, penempatan produk dalam tayangan acara ini adalah hal yang wajar dalam dunia hiburan. Lihat saja bagaimana James Bond ditempeli rentetan produk sponsor, mulai dari mobil, ponsel, hingga minuman yang diminumnya. Atau Jason Bourne berlari-lari di bawah iklan three yang segede gaban. Atau pameran produk fashion dan gaya hidup dalam The Devil Wears Prada. Mungkin kesadaran kita sedikit terganggu saat melihat tebaran iklan terselubung ini.

Bahkan ada merek yang berani membayar hingga $300.000 untuk bisa menampilkan produknya sebagai bagian integral dari cerita The L Word. Sebut saja bersepeda bersama Subaru atau Shane yang menjadi model iklan Hugo Boss (sungguh, menurut saya menjadikan Shane sebagai model adalah cerita yang murni tempelan). Meskipun menurut Ilene Chaiken, sang kreator, dia tetap memegang hak penuh atas keputusan produk-produk apa saja yang bisa tampil di tayangannya. Namun secara The L Word adalah serial lesbian, sejumlah kritik mengkhawatirkan seolah-olah dengan penyebutan produk dan penempatan produk itu, penonton gay/lesbian dibuat percaya bahwa kalau kamu nggak memakai produk itu, kamu nggak mendukung produk yang gay-friendly.

Yah, drama seapik apa pun harus ada yang membiayainya. Untuk menjadi tayangan TV yang panjang, sang kreator harus berkompromi dengan menempatkan produk-produk sponsor dalam tayangannya. Karena bagaimanapun, ini bisnis, Mbak.

@Alex, RahasiaBulan, 2008

10:36 AM

Wajah-Wajah Lesbian dalam The L Word

Posted by Anonymous |


Setelah serial Queer as Folk dimulai tahun 2000, The L Word mungkin menjadi satu serial yang memuaskan keinginan penonton yang ingin menyaksikan serial televisi dengan karakter utama sekelompok lesbian. Sejak pertama kali ditayangkan oleh Showtime pada 18 Januari 2004, The L Word mendapat banyak perhatian tidak hanya bagi penonton lesbian, tapi juga bagi penonton heteroseksual. Kalau Sex and the City ber-setting di New York, The L Word ber-setting Los Angeles (walaupun kenyataannya shooting dilakukan di Vancouver, British Columbia) yang menceritakan kehidupan, karier, dan hubungan cinta perempuan-perempuan lesbian.

Pilot episode Season satu dimulai dengan keinginan Bette (Jennifer Beals) dan Tina (Laurel Holloman), yang kepingin punya anak melalui donor sperma. Pada saat yang sama, mereka kedatangan tetangga baru bernama Jenny (Mia Kishner)yang baru tiba di Los Angeles untuk tinggal bersama kekasihnya Tim (Eric Mabius). Tak disangka Jenny malah kemudian jatuh cinta pada Marina (Karina Lombard), pemilik kedai kopi, tempat hangout perempuan-perempuan ini.

Cerita pun mulai bergulir makin seru, seiring kita diperkenalkan dengan Shane (Katherine Moennig), penata rambut yang jadi cewek paling cool se-L Word. Dana (Erin Daniels) si pemain tenis yang masih in-the-closet dan Alice (Leisha Hailey) jurnalis yang biseksual.

Memasuki season kedua dan ketiga, muncul beberapa tokoh baru seperti Carmen (Sarah Shahi), DJ berdarah latin yang seksi dan menjalin hubungan dengan Shane. Muncul pula Helena Peabody (Rachel Shelley), yang tertarik pada Tina. Selain muncul tokoh-tokoh baru, sejumlah aktor dan aktris terkenal seperti Alan Cumming, Eric Roberts, dan Cybil Sheperd pun menjadi bintang tamu dalam serial ini.

Secara garis besar kehidupan dalam The L Word mungkin tidak jauh berbeda dengan kehidupan Ilene Chaiken, kreator dan produser eksekutif The L Word. Dalam kehidupan nyata Chaiken tinggal di L.A bersama partnernya yang sudah hidup bersamanya selama lebih dari dua puluh tahun dan memiliki sepasang anak kembar.

Sejak Queer as Folk ditayangkan oleh Showtime, Chaiken sudah mengajukan ide pembuatan serial TV drama lesbian ini kepada Showtime namun idenya baru bisa terwujud pada tahun 2004. Meskipun serial The L Word mulai mendapat banyak kritik, salah satunya karena dianggap hanya mengisahkan siapa-tidur-dengan-siapa-dalam-episode-kali-ini, namun Showtime tidak ragu mengontrak serial ini untuk musim tayang kelima yang akan mulai syuting 4 Juni 2007.


Profil Pemeran The L Word

Bette Porter (JENNIFER BEALS)
Flashdance, nama Jennifer Beals sebelumnya identik dengan film tahun 1983 tersebut. Namanya sempat tenggelam pada era tahun 90-an, namun The L Word kembali mengangkat namanya dan menjadikannya ikon dalam serial ini. Jika suka Jennifer Beals, coba nonton Flashdance. Great dance, great body, great music. Jennifer Beals adalah lulusan Sastra Amerika dari Yale University, dan pernah main dalam lebih dari 50 film. Jennifer Beals juga sempat hamil pada masa syuting namun sutradara dan kameraman berhasil menutupi kehamilannya dengan baik.

Tina Kennard (LAUREL HOLLOMAN)
Ia menikah dengan Paul Macherey pada tahun 2002 dan pada akhir season 1, Laurel Holloman hamil sehingga produser The L Word harus mengubah jalan cerita dengan membuat Tina hamil. Dalam season 2, Laurel Holloman bahkan melakukan adegan panas dengan Helena (Rachel Shelley) dalam keadaan hamil tua. Pada tahun 1995, Laurel pernah berperan sebagai remaja lesbian dalam The Incredibly True Adventure of Two Girls in Love. Laurel juga dikenal sebagai biseksual.

Kit Porter (PAM GRIER)
Kit Porter adalah saudara tiri Bette, yang ternyata separuh kulit hitam. Pam Grier adalah aktris senior ini sudah berakting dalam film-film yang tidak terlalu ngetop sejak tahun 1970-an. Film paling menonjol yang pernah diperankannya adalah Jackie Brown, karya sutradara Quentin Tarantino. Ia pernah divonis menderita kanker pada tahun 1988, namun berhasil sembuh walaupun dokter menyatakan hidupnya tidak lama lagi.

Jenny Schecter (MIA KIRSHNER)
Aktris kelahiran Kanada ini mengambil jurusan sastra Rusia di McGill University, Montreal. Tahun 2006, Mia mendapat peran dalam film karya Brian De Palma, Black Dahlia sebagai aktris Elizabeth Short, yang dibunuh pada tahun 1947, dan dianggap sebagai adegan “mati” yang penting dalam film. Selain menjadi aktris, Mia Kishner juga berprofesi sebagai penulis.

Shane McCutcheon (KATHERINE MOENNIG)
Aktris ini adalah sepupu Gwyneth Paltrow. Sebelum The L Word, dia mengambil peran-peran kecil di film dan TV. Pernah diaudisi untuk peran Brandon Teena dalam Boys Don’t Cry namun gagal dan peran itu jatuh ke Hillary Swank yang akhirnya memperoleh Oscar. Sebelum The L Word, perannya dalam serial TV Young Americans sebagai Jacqueline "Jake" Pratt, cewek yang menyamar sebagai cowok di sekolah khusus putra dan jatuh cinta pada putra kepala sekolah, membuatnya mendapat peran sebagai Shane.

Dana Fairbanks (ERIN DANIELS)
Aktris ini adalah lulusan Vassar College dan menetap di New York untuk mengejar karier teaternya. Buat banyak orang, profesi Dana Fairbanks merepresentasikan petenis lesbian seperti Martina Navratilova atau Amelie Mauresmo. Pada season 3, tokoh Dana dibuat meninggal akibat kanker payudara.


Alice Pieszecki (LEISHA HAILEY)
Sebelum muncul Daniela Sea, Leisha Hailey satu-satunya aktris dalam L Word yang coming out sebagai lesbian. Pernah menjalin hubungan asmara selama beberapa tahun dengan penyanyi k.d Lang. Selain menjadi aktris, dia juga memiliki grup musik sendiri. Aktris kelahiran Okinawa ini juga pernah mendapat peran sebagai lesbian dalam film drama lesbian tahun 1997, berjudul All Over Me.

Marina (KARINA LOMBARD)
Sebelum menjadi aktris, dia memulai karier sebagai model. Ia berperan sebagai istri Brad Pitt dalam The Legend of the Falls. Di akhir season 1, tokoh Marina dihilangkan oleh produser. Namun fans begitu menggemari tokoh ini sehingga Marina muncul sebentar dalam season 4. Karina juga secara samar mengakui bahwa dirinya biseksual.


Carmen (Sarah Shahi)
Bernama asli Aahoo Jahansouzshahi, dan masih keturunan salah satu shah Iran abad-19. Semasa remaja, dia sering ikut kontes kecantikan dan berlatih karate hingga menyandang sabuk cokelat. Mantan cheerleader Dallas Cowboys ini lebih dikenal sebagai model dan namanya masuk daftar Hot 100 majalah Maxim pada tahun 2005 dan 2006. Tokoh Carmen hanya muncul di season 2 dan 3, dan dianggap sebagai tokoh lesbian terseksi di layar kaca.

Helena Peabody (Rachel Shelley)
Rachel lahir pada tanggal 25 August 1969 di Swindon, Inggis. Dia lulusan sastra Inggris dan Drama dari Sheffield University. Salah satu peran terpentingnya dalam film adalah ketika berperan sebagai Elizabeth Russell dalam film India, Lagaan sebagai gadis Inggris yang jatuh cinta pada pria India (Aamir Khan). Lagaan dianggap film penting dalam sejarah Bollywood karena menjadi film berbahasa Hindi ketiga yang dinominasikan untuk Academy Award untuk Film Berbahasa Asing Terbaik tahun 2001

Moira/Max (Daniela Sea)
Bersama Leisha Hailey, Daniela Sea adalah pemeran The L Word yang sudah coming out sebagai lesbian. Ia juga dikenal sebagai anak band. Daniela dibesarkan di Malibu, California oleh orangtua seniman/hippie. Ia pergi dari rumah pada usia 16 tahun, dan melakukan perjalanan ke Asia dan Eropa, bahkan pernah tinggal di India selama delapan bulan dengan menyamar sebagai laki-laki. Daniela juga dikenal sebagai penganut agama Buddha, bisa berbahasa Polandia, dan piawai bermain beberapa alat musik.


@Alex, RahasiaBulan, 2007
NB: Sebagian tulisan ini pernah dimuat di majalah Mu-phi
Photo from: http://tv.yahoo.com/

12:41 AM

Visibilitas Homoseksual di Layar Kaca

Posted by Anonymous |

Sepuluh tahun lalu, tak sekali pun saya pernah bermimpi bisa menyaksikan serial televisi seperti Queer as Folk dan The L Word. Dalam mimpi paling liar pun tak pernah. Kini dua tayangan ini bisa kita peroleh di lapak-lapak penjual DVD di kota-kota besar di Indonesia atau Anda bisa beli DVD originalnya. Saya ingat pertama kali saya menonton serial TV yang menampilkan tokoh gay. Steven Carrington dalam serial Dynasty. Yang walaupun gay, entah bagaimana bisa juga tidur sama perempuan dan (kalau tidak salah) akhirnya punya istri dan anak. Aneh.

Pertama kali saya melihat sepasang perempuan berciuman di televisi kalau tidak salah dalam serial LA Law, tapi saya lupa siapa dengan siapa. Tokohnya juga tidak penting banget tapi saya kaget setengah mati waktu menontonnya. Maklum deh, namanya juga anak SMP yang lugu (:p) jadi masih gampang terkejut melihat hal-hal semacam itu.

Kemudian seiring berjalannya waktu saya termasuk orang yang menantikan Xena, The Warrior Princess setiap minggu di SCTV pada tahun 1990-an. Tiap minggu saya menunggu apakah Xena dan Gabrielle akhirnya “jadian”. Wuiiih, setiap kali ada adegan Xena dan Gabrielle yang nyaris-nyaris ciuman gitu, saya udah menahan napas.

photo: Brooke Palmer

Namun sekarang, setelah melihat adegan demi adegan gay/lesbian dalam Queer as Folk dan The L Word, saya tersadar. Seakan selama ini saya masih menahan napas menunggu, dan kini saya bisa melepaskannya. Lega!

Queer as Folk
dan The L Word merupakan dua tayangan yang disiarkan oleh Showtime di Amerika Serikat sana. Queer as Folk merupakan adaptasi dari serial dari Inggris berjudul sama. Tokoh utamanya adalah lima lelaki gay, Brian, Michael, Justin, Emmett, dan Ted. Bersetting di Pittsburgh, Amerika Serikat, Queer as Folk mengisahkan persahabatan, cinta, seks, dan kehidupan lelaki-lelaki gay ini. Plus sepasang lesbian bernama Mel dan Lindsay. Serial ini pertama kali tayang pada tahun 2000 dan habis masa tayangnya pada musim tayang kelima tahun 2005.

Episode pertama Queer as Folk dimulai ketika Justin berkenalan dengan Brian, lelaki player yang prinsipnya "fuck everything that moves". Episode satu ini berakhir dengan kelahiran Gus putra Lindsay hasil benih dari Brian. Maklum deh, pada masa tahun 2000-an itu kan sedang tren pasangan lesbian punya anak entah dari inseminasi buatan atau meminta sperma sahabat lelaki mereka.Cerita terus berlanjut dan saya tidak mau membuat ringkasan 83 episode dari 5 season Queer as Folk di blog ini. Jika mau tahu lebih banyak silakan lihat di sini.

Dari Queer as Folk, muncul semacam kegelisahan dari kalangan lesbian, yang merasa bahwa Mel dan Lindsay tidak cukup untuk merepresentasikan “wajah” lesbian di layar kaca. Kemudian produser Ilene Chaiken mengajukan The L Word kepada pihak Showtime dan seperti yang mereka bilang, “selanjutnya adalah sejarah”.

The L Word berkisah tentang enam perempuan lesbian, yaitu Bette, Tina, Dana,
Alice, Jenny, dan Shane. Dalam The L Word, kita bisa melihat sekelompok lesbian di Los Angeles yang saling bersahabat ala cewek-cewek di Sex and the City. Sejak pertama kali ditayangkan oleh Showtime pada 18 Januari 2004, The L Word mendapat banyak perhatian tidak hanya bagi penonton lesbian, tapi juga bagi penonton heteroseksual. Kenapa? Karena Shane itu cooooool banget gitu lho (ini jawaban teman sekantor saya yang straight tapi jadi fans The L Word, meskipun dia terlalu malu mencantumkannya di Friendster, hahaha...).
photo: James Dittiger
Kisah dalam season 1 dimulai ketika Bette dan Tina berusaha mencari calon ayah untuk bayi mereka (hhh, please ya buat yang mau bikin film lesbian, pleaseeeeee jangan topik ini lagi yang diangkat). Dana pemain tenis yang masih in-the-closet. Alice jurnalis yang biseksual. Jenny yang (masih) bingung dengan orientasi seksualnya. Dan Shane si cool yang bisa bikin cewek-cewek kelepek-kelepek hanya dengan tatapan mata dan senyumnya... arrrggghhh. Sekali lagi, silakan klik ini jika ingin tahu lebih banyak tentang jalan cerita The L Word.

Saya lebih ingin berbagi cerita tentang pengalaman menonton kedua serial ini. Pertama kali yang saya tonton adalah Queer as Folk dan saya hampir pingsan sewaktu melihat betapa banyaknya full frontal nudity yang ditampilkan dalam episode satu, season satu Queer as Folk. Wow! Buat saya ini pengalaman baru. Sumpah! Saya ibarat gadis lugu dari kampung dan pertama kali menginjakkan kaki di Jakarta, yang kagum melihat lampu-lampu di Jalan Thamrin lengkap dengan Monas dan air mancurnya. Tapi yang lebih penting buat saya adalah betapa jujurnya kisah dan tokoh-tokoh yang ditampilkan dalam tayangan ini. Mereka bukan lagi jadi tokoh basa-basi yang jadi tempelan di serial televisi.

Setelah Queer as Folk, semangat saya makin menggebu menantikan The L Word. Tanyakan pada penjual DVD langganan saya di Mangga Dua, betapa bersemangatnya saya menunggu DVD-nya muncul (Bahkan lebih bersemangat dibanding saya menunggu season finale Buffy the Vampire Slayer.:p). Oke, kesan pertama adalah "I Love JB" alias Jennifer Beals. Dia jadi magnet untuk serial ini seperti Heather Locklear jadi magnet dalam Melrose Place. Namun selain JB, Shane yang cool atau Jenny yang menyebalkan biasanya jadi bahan obrolan saya dan teman-teman sekantor sewaktu makan siang setelah mereka habis menonton DVD The L Word yang saya pinjamkan pada mereka.Oya, kata teman saya, cewek-cewek dalam The L Word bajunya juga bagus2, meskipun masih lebih bagus Sex and the City. (Halaaaaaah, penting nggak sih???)

photo L Word: Max Vadakul

Dari segi cerita, saya merasa Queer as Folk lebih menampilkan cerita yang lebih "berisi" dibanding The L Word. Banyak isu berat yang muncul di serial ini, misalnya tentang HIV/AIDS, homofobia, gay-bashing, narkoba, dan beberapa isu tentang keluarga homoseksual. Dalam The L Word, meminjam istilah partner saya, dia bilang, The L Word itu memberi kesan bahwa cewek-cewek ini heterofobia karena tidak bergaul di luar lingkup komunitas lesbian. Walaupun saya tidak setuju-setuju amat, tapi anggapan ini mungkin terjadi karena The L Word lebih banyak bercerita "ke dalam" lingkaran persahabatan mereka sendiri dibanding mengangkat isu-isu yang menyentuh kehidupan di luar lingkaran hidup kalangan lesbian itu sendiri. Sejauh ini saya baru menonton sampai season 2, dan topik-topik yang diangkat dalam The L Word masih berputar pada rebutan pacar, kepingin punya anak, dan masalah psikologis Jenny (Sorry, but I hate Jenny...). Namun demikian saya tetap bakalan menunggu season-season selanjutnya, yang konon kata penjual langganan saya, "Season 3 belum ada, mungkin bentar lagi, Bu." Dan saya juga bakalan harap-harap cemas menantikan season 4 yang konon bakal diputar awal tahun 2007.

Jujur saja, sebelum saya menonton Queer as Folk dan The L Word, terutama Queer as Folk, tadinya saya pikir cuma serial biasa. Namun apa yang ditampilkan dalam kedua serial ini makin membuka mata saya tentang kehidupan gay, yang meskipun saya tahu ini merupakan kisah fiksi, tapi "kena" banget dalam kehidupan sehari-hari yang saya lihat dalam kehidupan nyata. Kedua tayangan ini memberikan visibilitas yang makin jelas tentang kehidupan homoseksual. Visibilitas yang menunjukkan keberadaan kita sebagai lesbian/gay/biseksual/transeksual di muka bumi ini. Keberadaan yang bukan dimaksudkan untuk jadi sesuatu yang menarik perhatian atau diistimewakan tapi berharap bisa jadi sesuatu yang umum, sesuatu yang sama biasanya dengan keberadaan manusia lain di muka bumi ini.


Subscribe