4:30 PM

Lima Lelaki yang Ingin Saya Tiduri

Posted by Anonymous |

Kadang-kadang saya membayangkan laki-laki, huehehehe... nggak lesbi banget ya :). Hmmm... saya masih lesbian kok, tapi berikut ini kandidat seleb lelaki yang ada dalam khayalan saya.

Bon Jovi: Saya selalu cinta Jon Bon Jovi sejak SMP. Titik. Kira-kira sehabis bercinta, apakah dia akan bernyanyi untuk saya, dengan gaya John Mayer dalam videoklip Your Body is a Wonderland... Huehehe... khayal banget deh!!!

Paul Walker: Ah, Paul... bagaimana saya menjelaskannya ya. Saya suka lelaki berpenampilan dekil dengan t-shirt dan jins tapi tetep cool dan keren. Yah, pokoknya penampilan dia di The Fast and the Furious deh... Tapi dia mesti tetap mandi ya... dan pake parfum lelaki gitu. Begitu seksi. Begitu lelaki. Dengan janggut yang belum dicukur sehari. Uh... membayangkan gesekannya sewaktu ciuman, hehehe...

James Bond: Kalau sama lelaki yang ini sih cuma seks doang. Kepingin tau aja seperti apa rasanya sama lelaki yang bisa bikin semua cewek bertekuk lutut di ranjangnya. Oya, note to myself.... harus pakai kondom sama James, dan tetap berdoa semoga saya tidak kena penyakit kelamin.... hahaha.

Tony Leung: Jauh di lubuk hati, saya adalah tipe penyuka cowok Cina model engkoh-engkoh macam Koh Tony. Saya membayangkan adegannya gini. Dia berjalan menyusuri jalan sunyi, kami berpapasan di tikungan, lalu tanpa sengaja tubuh kami bersinggungan. Saya menoleh sekali lagi memandangnya, dia menoleh ke belakang memandang saya. Tapi kami hanya diam, tersenyum pun tidak. Lalu suatu hari saya berpapasan lagi dengannya di dalam lift, karena dia ternyata satu apartemen dengan saya... Saat itu saya menoleh memandangnya, dan berkata, “Dasi kamu bagus.” Dan dia menjawab, “Tas kamu juga bagus.” Dan saat itulah kami menyadari bahwa pasangan kami berselingkuh, dan akhirnya kami pun saling bersandar untuk saling menguatkan. Huaaaaaaaaaaaahhhhahahah... In the Mood for Love banget nggak sih???

Neil Gaiman: Karena tulisannya, karena isi otaknya, karena imajinasinya. Menyentuh sampul buku yang ditulisnya saja bisa membuat saya bergairah, dan ketika selesai membaca bukunya... bisa-bisa saya orgasme, hehehe. Saya membayangkan tidur dengannya dan bisa menyesap, mengintip isi otaknya, melihat bagaimana sel-sel kelabu di sana berkerlip-kerlip ketika ide dan gagasan menulisnya muncul. Dan saat orgasme tiba, untuk sepersekian detik, saya bisa melihat ledakan dahsyat yang berkecamuk membentuk warna-warni magis dalam imajinasinya yang dahsyat itu. Aghhh.... Neil.

Everybody has a secret world inside of them. All of the people of the world, I mean everybody. No matter how dull and boring they are on the outside, inside them they've all got unimaginable, magnificent, wonderful, stupid, amazing worlds. Not just one world. Hundreds of them. Thousands maybe. -The Sandman by Neil Gaiman


@Alex, RahasiaBulan, 2008

9:13 PM

Being a Mother

Posted by Anonymous |

"Iki mos, iki mos...," demikian teriak si kecil ketika kami sedang memilih piama. Dengan keras kepala dia memaksa untuk memakai piama bergambar Miki Mouse yang sudah dipakainya kemarin. Berkali-kali kami menjelaskan padanya bahwa Miki Mouse tidak bisa dipakai karena sedang dicuci, tapi coba beritahukan hal itu pada anak dua tahun yang keras kepala. Jadilah kami harus adu mulut dengannya... hingga akhirnya diiringi jerit tangis dan teriakan memaksa akhirnya si kecil pun manut memakai piama bermotif penguin.

Itulah ritual yang kami lakukan beberapa malam terakhir. Tak pernah terbayang oleh kami bagaimana anak yang dulu kami lihat hanya sebagai bayi merah tak berdaya kini mulai bisa melawan ibunya.

Sehabis berhasil memakaikan piama, si kecil pun menarik tangan saya, mengajak membuat susu. Biasanya kami menggodanya dengan bilang, "Sama mami aja ya bikin susunya..." Tapi si kecil akan menggeleng dan menjawab, "Mau ama tante mami!" Dan kami biasanya akan pura-pura tarik-menarik dengan si kecil sampai dia akhirnya memeluk saya erat-erat tidak mau lepas sebelum dibuatkan susu.

Saat si kecil menyusu dengan lahap, saya dan maminya berusaha mencuri waktu dengan mengobrol selama beberapa menit yang berharga. Bercengkerama dengan manis, yang kadang-kadang dibumbui dengan sentuhan sayang atau ciuman indah. Yang biasanya diakhiri dengan teriakan si sulung yang berteriak minta dibersihkan sehabis pup.

Sebagai lesbian, menjadi ibu dan memiliki anak tak pernah terbayang dalam benak saya. Kini ketika kenyataan menghadapkan saya pada kondisi menjadi ibu kedua. Saya ingat pertama kali di rumah sakit ketika si kecil baru lahir, saya bilang ke maminya, "Aku nggak berani gendong dia ya sampai udah 3 bulan." Sang mami hanya tersenyum penuh arti... dan beberapa jam kemudian ketika si kecil dibawa ke hadapan kami, dia berkata, "Say, coba kamu gendong dia lalu bawa kemari." Tanpa ada keraguan sedikit pun, walaupun dengan canggung, saya menggendongnya dengan tangan gemetar dan perasaan tak terlukiskan. Bagai menggenggam anugerah terindah di tangan saya.

Setelah susu habis diminum, si kecil bergegas menarik tangan saya, meminta diambilkan buku. Sebagaimana persoalan piama, kadang-kadang kami harus saling bersitegang sejenak karena dia mau membaca buku yang sama setiap hari. Maminya membacakan buku buat si sulung, sementara saya membacakan buku buat si kecil... kadang-kadang kami bergantian. Karena saya parah sekali membacakan cerita, biasanya anak-anak minta dibacakan ulang oleh sang mami yang lebih piawai berekspresi. :)

Sehabis membaca buku, ritual malam sebelum tidur itu nyaris berakhir. Anak-anak langsung naik ke ranjang jika waktu sudah larut, atau bermain peluk-pelukan, atau bermain petak umpet sebelum naik ranjang. Setelah itu, kami saling mengucapkan selamat malam, selamat tidur, dan memberikan ciuman bergantian... lalu lampu pun dimatikan. Dan ritual yang terjadi setiap malam pun berakhir.

Serutin dan sesederhana apa pun kegiatan itu, kini saya tidak bisa membayangkan hidup saya tanpa anak-anak.

@Alex, RahasiaBulan, 2008

12:35 PM

Apa Pun Terjadi, Kujanjikan Aku Ada

Posted by Anonymous |

Sin is for one man to walk brutally over the life of another and to be quite oblivious of the wounds he has left behind.
– (Silence - Shusako Endo)

Untuk pertama kalinya saya merasa berdosa sebagai lesbian. Saat melihat orang yang saya cintai dalam keadaan kalut dan kepayahan, menderita karena cinta kami ternyata membuka pintu menuju satu jalan derita yang tak terbayangkan sebelumnya. Dan parahnya, dalam keadaan seperti itu, saya tidak bisa melakukan apa-apa untuk membantunya. Saya terkesiap, tercengang, dan tersentak.

Saya merasa amat berdosa kepadanya.

Saya bukan perempuan kuat, saya tahu itu. Dialah yang kuat. Dan ketika orang yang kuat menjadi begitu tak berdaya dan kehilangan kontrol, ahhh... rasanya begitu memilukan. Saya ulurkan tangan saya, mencoba menggapainya. Mencoba memberinya kekuatan lebih melalui genggaman tangan kami. Pelukan kami. Belaian di punggung. Atau pijatan di kaki.

Cinta seharusnya tak pernah salah. Tapi kenapa saya merasa bersalah sekarang?

Saya didera perasaan yang membuat saya mual. Perasaan yang membuat saya tidak bisa makan selama berhari-hari. Perasaan yang membuat saya masuk angin. Perasaan tertusuk setiap kali memandang mata orang yang saya cintai dan menemukan kegalauan serta kegelisahan di sana.

Ah, tapi tulisan ini tidak akan jadi tulisan menye-menye yang lembek dan menyebalkan. Saya sudah berjanji untuk jadi orang yang kuat, jadi tempatnya bersandar di saat dia butuh. Be man enough for her.

Mendadak saya teringat pada lagu Hallelujah, yang pernah jadi soundtrack film Shrek. Mulai dari versi Jeff Buckley, Leonard Cohen, Rufus Wainwright, sampai Allison Crowe. Lagu yang bercerita tentang kejatuhan manusia (Raja Daud dan Samson) akibat dosa karena nafsu.

Well I heard there was a secret chord
That David played, and it pleased the Lord
But you don't really care for music, do ya?
Well it goes like this
The fourth, the fifth
The minor fall and the major lift
The baffled king composing Hallelujah
Hallelujah Hallelujah Hallelujah Hallelujah

Well Your faith was strong but you needed proof
You saw her bathing on the roof
Her beauty and the moonlight overthrew you
She tied you to her kitchen chair
And she broke your throne and she cut your hair
And from your lips she drew the Hallelujah
Hallelujah Hallelujah Hallelujah Hallelujah

Well baby I've been here before
I know this room and I've walked this floor
I used to live alone before I knew ya
I've seen your flag on the marble arch
Love is not a victory march
It's a cold and it's a broken Hallelujah
Hallelujah Hallelujah Hallelujah Hallelujah

Well there was a time when you let me know
What's really going on below
But now you never show that to me do you?
And remember when I moved in you?
And the holy dove was moving too
And every breath we drew was Hallelujah
Hallelujah Hallelujah Hallelujah Hallelujah

Well maybe there's a God above
But all I've ever learned from love
Was how to shoot somebody who'd out drew you
And it's not a cry that you hear at night
It's not somebody who's seen the light
It's a cold and it's a broken Hallelujah
Hallelujah Hallelujah Hallelujah Hallelujah

Hallelujah Hallelujah Hallelujah Hallelujah


@Alex, RahasiaBulan, 2008

6:18 PM

The Road Less Traveled

Posted by Anonymous |

Valentine tinggal satu hari, baru tadi malam saya menyadari bahwa saya tidak membeli hadiah apa-apa untuk partner. Tadi malam sebelum tidur, ketika kami bergelung dalam kegelapan, di bawah selimut, dengan jemari bertautan saya berbisik padanya. “Sayang, aduh, aku nggak beliin kamu apa-apa untuk Valentine tahun ini.”

“Hehehe, aku juga belum,” jawab Lakhsmi sambil memperlihatkan senyum andalannya.
“Sayang, kamu mau apa untuk Valentine?”
“Aku mau kebahagiaan.”
“Kamu bahagia nggak sama aku?”
“Bahagia sekali.”
Saya raih Lakhsmi ke dalam pelukan dan mengecup puncak kepalanya.

Apa yang bisa kauminta dan kauberikan pada pasangan yang sudah bersamamu selama empat tahun? Pada orang yang kaulihat setiap hari, sejak bangun tidur hingga matamu terpejam di malam hari. Pada orang yang jadi sahabatmu untuk berdiskusi berbagi cerita tentang kejadian setiap hari yang terkadang begitu konyol dan nggak penting. Pada orang yang sudah kaukenal kebiasaan-kebiasaannya. Pada orang yang jadi tempatmu berbagi mimpi bersama. Pada orang yang jadi teman bercintamu.

Beberapa bulan terakhir adalah masa-masa penuh gejolak dalam hubungan kami. Ibaratnya, hubungan kami kala itu bak air tenang yang menghanyutkan. Dan kami pun hanyut... Kami bukanlah pasangan lesbian ideal dari negeri La-La-Land. Kami manusia biasa yang rentan dengan kesalahan. Beberapa bulan terakhir adalah masa yang berat untuk kami. Kami berjalan ke dua cabang jalan yang berbeda.

Bukan, ini bukan eksperimen atau akibat dari rasa bosan. Ini terjadi karena kami ternyata cuma manusia biasa. Manusia yang lemah dan tak berdaya ketika berhadapan dengan godaan dan sakit hati.

Kami sama-sama berdarah dan terluka. Hati kami tercuri, dan tak pernah sama lagi. Hati kami juga pecah, retak, bahkan sempat hancur berkeping-keping. Kami berdua memungutinya pelan-pelan, saling menjilat luka masing-masing. Membagi bahagia dan nestapa kami kepada satu sama lain.

Saya tidak bisa menebak apa yang akan terjadi di masa depan. Saya tidak yakin dia takkan tergoda untuk menoleh ke arah lain, demikian pula saya yakin saya akan tergoda menoleh ke arah lain. Tapi yang saya yakini pula, kami akan terus berjalan melintasi pemandangan yang terkadang indah dan terkadang menyedihkan, dengan tangan kami bergenggaman.

Saya menyadari bahwa dia tak tergantikan dalam hidup saya. Bukan karena dia kaya, terkenal, atau cantik... sama sekali bukan itu alasannya. Tapi bersama dia, saya seakan menemukan sebelah sandal yang selama ini saya cari. Dan meminjam istilah sahabat saya, kami seperti panci presto ketemu tutupnya. Kehilangan yang satu berarti membuatnya tak lengkap.

Tanpa melepaskan genggamannya, Lakhsmi tertidur perlahan-lahan di bahu saya. Di ambang sadarnya, saya berbisik. “Sayang, aku hanya mau bahagia sama kamu. Itu saja.”

Happy Valentine, Switipai! :)


Two roads diverged in a wood, and I—
I took the one less traveled by,
And that has made all the difference.

--Taken from The Road Not Taken by Robert Frost

@Alex, RahasiaBulan, 2008

10:15 PM

Film: Jane Austen Book Club - What Would Jane Do?

Posted by Anonymous |

Jane Austen Book Club adalah film yang diangkat dari buku berjudul sama karangan Karen Joy Fowler, yang entah bagaimana tidak pernah bisa tuntas saya baca :p. Namun untuk film ini, buat saya pribadi, Jane Austen Book Club adalah feel good movie untuk perempuan di atas 30 tahun. Film yang ceritanya perempuan banget, dengan beragam masalah perempuan dewasa.

Di film ini kau akan menemukan perempuan berusia 45 tahun masih bisa menemukan cinta dari lelaki lebih muda. Perempuan yang ditinggalkan suaminya setelah 25 tahun pernikahan, namun menemukan blessing in disguise dari perpisahan itu. Perempuan yang tidak pernah menganggap suaminya cukup baik untuknya dan tergoda berselingkuh dengan remaja yang gantengnya bisa bikin orgasme hanya dengan melihatnya. Serta lesbian yang bisa menemukan pacar semudah menjentikkan jari.

Sepanjang karier menulisnya, Jane Austen (1775 – 1817) menerbitkan enam buku. Dan dari ide inilah Bernadette (Kathy Baker) perempuan berusia 60 tahun dengan keceriaan dan jiwa persahabatan yang tinggi memulai kelompok buku Jane Austen. Dia merasa kelompok buku ini akan membantu menghibur Jocelyn (Maria Bello), perempuan kaya, lajang, control freak yang sulit punya hubungan dengan manusia, dan sedang sedih karena baru ditinggal mati anjingnya. Juga menghibur Sylvia (Amy Brenneman) yang baru dicerai suaminya Daniel (Jimmy Smits) karena kepincut wanita lain setelah 25 tahun pernikahan mereka yang bahagia.

Karena ada enam buku, mereka mencari tiga orang lagi untuk menggenapinya. Prudie (Emily Blunt), guru bahasa Prancis di SMA yang tidak bahagia dengan pernikahannya karena dia merasa sang suami tak pernah memahami dirinya. Allegra (Maggie Grace), gadis berusia 20 tahunan, putri Sylvia dan Daniel yang out and proud lesbian. Dan karena masih kurang satu orang, akhirnya mereka mengambil Grigg (Hugh Dancy), satu-satunya lelaki dalam kelompok buku ini, yang tadinya dibawa Jocelyn untuk menghibur Sylvia.


Keenam masing-masing membaca dan mengulas novel-novel Jane Austen dan bertemu beberapa bulan sekali. Mansfield Park, Sense and Sensibility, Pride and Prejudice, Emma, Northanger Abbey, dan Persuasion. Bagaimana saat mengulas buku ini satu per satu, tokoh-tokoh dalam film ini memiliki hidup yang berpararel dengan tokoh-tokoh dalam novel-novel Jane Austen. Dan apa yang akan dilakukan Jane bila berada dalam posisi tersebut? Buku yang bagus kadang-kadang bisa mencerahkan pembacanya, dan buku-buku Jane Austen memiliki kekuatan seperti itu. Buat saya, novel-novel Austen bercerita tentang perempuan-perempuan berkarakter, hasrat untuk menemukan cinta, dan happy ending.

Tokoh-tokoh lelaki dalam film ini juga ditampilkan begitu laki-laki. Grigg membuat film ini jadi kelihatan Jane Austen-nya, dengan caranya dia mengingatkan saya pada Mr. Darcy dan Mr. Knightley. Bagaimana dia diam-diam mencintai Jocelyn yang keukeuh menjodohkannya dengan Sylvia. Dan bagaimana Grigg bisa tampil sebagai lelaki (non-gay) yang bisa masuk dalam lingkaran perempuan, dan tetap menjadi dirinya sendiri. Daniel ditampilkan sebagai lelaki yang sesungguhnya suami dan ayah yang baik, namun 25 tahun adalah waktu yang lama untuk pernikahan.... dan setelah bercerai dengan Sylvia, Daniel justru baru bisa melihat hidup yang selama ini dijalaninya sebagai orang luar.

Aktor-aktornya memiliki chemistry yang pas. Maria Bello adalah alasan saya menonton film ini pada mulanya, namun acungan jempol untuk Emily Blunt atas aktingnya yang tak bercela sebagai Prudie. Adegan ketika dia menghampiri suaminya dan menyuruh suaminya membaca Persuasion setelah nyaris berselingkuh dengan salah satu siswanya yang hot dan menggoda membuat saya berkaca-kaca.

Banyaknya tokoh membuat film ini memberi kesan menggampangkan dalam penyelesaian masalah. Tapi bukan masalah besar juga karena film ini memang dibuat seperti itu. Allegra yang lesbian pun ditampilkan sebagai sosok cantik yang bahagia, dan kemudian sedih karena dikhianati oleh kekasihnya, lalu dengan mudah menemukan pengganti.

Ini bukan film yang akan menghasilkan Oscar atau film yang harus mesti ditonton semua orang. Ini adalah film cewek, yang perlu ditonton di saat yang tepat, sendirian atau berdua dengan kekasihmu, bergelung di sofa ditemani segelas susu hangat, dan ketika film berakhir kau akan tersenyum dan bahagia menjadi perempuan

@Alex, RahasiaBulan, 2008

4:28 PM

A Girl Named Alex

Posted by Anonymous |

Alex adalah nama kesayangan yang diberikan oleh tetangga saya. Mereka sekeluarga punya panggilan kesayangan untuk saya: Alex. Dan saya pun memanggil putri tertua keluarga tersebut dengan sebutan Alex. Nama yang secara bercanda dimulai dari singkatan Anak Jelek, kini melekat tanpa bisa dihapus. Bahkan mereka lupa siapa nama asli saya...

Imlek kemarin saya berkunjung ke rumah tetangga saya itu. Bertemu Alex dan adik-adiknya serta sang ibu, dan anggota keluarga mereka yang lain, yang tak henti-hentinya bertanya, “Kapan kawin?”

Kami semua tertawa, dan menjadikan pertanyaan itu sebagai bahan candaan. Saya jawab, “Wah, Tante, Alex duluan deh...,” kata saya sambil menunjuk putrinya.

Dan Alex yang putrinya, tertawa, sambil berkata, “Ah, Mama, aku nggak enak dong kalau melangkahi Alex. Kan dia lebih tua.”

Melihat kami berdua saling tunjuk, ibunya melambaikan tangan cepat-cepat. “Cape deh. Kalian berdua memang setipe. Sama saja! Ayo, makan!!!”

Saya mengenal Alex sejak dia masih SD dan saya duduk di SMA. Sebenarnya beda usia kami tidak terlampau jauh, hanya lima tahun. Akan tetapi saya baru benar-benar memerhatikan Alex ketika dia duduk di SMA dan menjadi gadis bahenol 16 tahun dan saya hampir lulus kuliah. Kala itu, hampir setiap malam dia datang ke rumah saya untuk makan atau nonton TV bersama.

Malam demi malam kami lewati sambil menonton Friends, Star Trek, dan entah apa lagi. Kami bicara tentang buku-buku yang kami sukai dan segala hal yang kami gemari. Untuk anak SMA, Alex punya pandangan jauh ke depan dan luas. Saya tidak pernah menganggapnya sebagai adik, tapi sebagai sahabat yang selevel. Kesamaan nasib juga membuat kami makin akrab. Hingga suatu hari saya memutuskan coming out padanya.

Masih terlintas dalam otak saya reaksinya ketika mendengar pernyataan saya itu. Jam 23.30 malam, kalau tidak salah. Dia begitu tenang, begitu menahan diri untuk tidak bereaksi berlebihan. Dan hubungan kami pun makin akrab setelah itu. Dia bertanya, saya menjawab. Saya bertanya, dia pun balas menjawab.

Ah, kala itu begitu mudahnya untuk kami saling jatuh cinta... Orangtua kami pasti takkan pernah curiga sedikit pun atas kedekatan kami. Tapi cinta tak pernah datang dalam hubungan kami.

Saya senang berbicara dengannya. Kami menikmati letupan-letupan suara kami yang bak petasan banting. Dan saat kami bicara, seluruh dunia ter-shut down, dan yang ada hanya suara kami.

Ketika saya sudah bekerja, dia duduk di bangku kuliah. Kami bisa bicara tentang pekerjaan saya selama berjam-jam di depan rumah, duduk di bawah sinar bulan, sambil makan nasi goreng atau sekoteng yang lewat. Tak peduli pada nyamuk dan asap knalpot yang sesekali membuat sesak. Kami bicara tentang buku, tentang film, tentang apa pun yang saya suka. Dia bicara tentang kuliahnya, cita-citanya, dan segala hal kecuali tentang hal-hal yang dibencinya.

Kemarin, kami bertemu lagi setelah sekian lama kami jarang bertemu akibat kesibukan pekerjaan kami. Dia sering kali ditugaskan ke kota-kota di luar Jakarta, hingga ibunya sering cemas setiap kali mendengar berita pesawat jatuh. Dan saya terlalu sibuk dengan hidup saya.

Kemarin, kamu bertemu sebagai dua perempuan dewasa. Dia berusia 28 saya 33. Kami bicara banyak sambil mengunyah kacang dan kue. Bicara tentang pekerjaan, fenomena blog dan milis serta dunia maya, bercerita tentang kota-kota yang pernah kami kunjungi, dan membahas pertanyaan menjengkelkan tentang, “Kapan kawin?”

Bicara dengannya lagi seperti me-recharge diri saya dengan hidup masa lalu. Berbagai bayangan masa lalu berkelebat lewat, begitu cepat. Obrolan makin hangat diiringi wine yang dibawanya pulang sehabis bertugas ke Australia tahun lalu.

Ah, betapa ternyata saya merindukan obrolan-obrolan semacam ini... dan betapa cepat waktu bergerak. Betapa umur kami bertambah dan kami memandang dunia dari mata yang berbeda. Dia bukan lagi anak SD yang saya lihat pertama kali di gerbang sekolah sambil menyeruput es. Dan saya juga bukan lagi kakak kelas pujaannya... Tapi bagaimanapun, kami akan selalu bersahabat... menjadi dua perempuan yang memiliki panggilan kesayangan bernama Alex.

@Alex, RahasiaBulan, 2008

4:40 PM

Soundtrack of the Day

Posted by Anonymous |

Pernah nggak sih kamu bangun pagi dan mendapati ada lagu yang terngiang tak mau pergi dari benakmu? Hari ini saya terbangun dengan lagu Ingat Kamu-nya Maia. Entah kenapa. Hiks.

Apakah Ini Namanya Cinta
Begitu Membingungkan
Aku Ini Sedang Jatuh Cinta
Kutanyakan Mengapa Hatiku Resah
Hatiku Gundah Semuanya Jadi Serba Salah

Aku Mau Makan Kuingat Kamu
Aku Sedang Sedih Juga Ingat Kamu
Aku Sedang Bosan Kuingat Kamu
Ooo Cinta Inikah Benar Ku Jatuh
Jatuh Cinta ...

Ah, jatuh cinta membuat kita jadi abege. Saya baru menyadari sesuatu bahwa saya punya kebiasaan tertentu saat sedang jatuh cinta… Saya jadi hobi mandi. Huehehe… Hari Minggu kemarin saya mandi 3 kali sehari, dan mandi saya lebih lama daripada biasanya. :)

Sampai di kantor tadi, saya bete banget karena hujan, padahal partner harus ke bandara. Jadi saya sempat cemas selama dia di perjalanan. Dan untungnya dia sudah sampai dengan selamat. Fiuh.... Untuk menghapus lagu Ingat Kamu yang membuat saya teringat lagunya Dina Mariana tahun 1990-an itu, saya langsung menyalakan mp3... Permintaan Hati pun jadi lagu pertama.

Dengarkanlah permintaan hati yang teraniaya sunyi
Dan berikanlah arti pada hidupku
Yang terhempas yang terlepas
Pelukanmu bersamamu dan tanpamu aku hilang selalu

Tapi si Letto ini ternyata tidak membantu saya juga... hiks. Dan saya harus meeting. Hiks. Hiks. Hiks. Sambil meninggalkan komputer yang mendownload lagu Melissa Etheridge dari youtube, saya bergegas ke ruang rapat.

Dalam hati saya terngiang ucapan Jack, Oh, I wish i knew how to quit you!

Video clip Melissa Etheridge ini sudah membantu saya berkali-kali untuk membuat saya merasa lebih baik.
http://www.youtube.com/watch?v=HeOsXhw36CM

I Want to be in Love

I have climbed the highest mountain
I have sailed across the sea
I have wrestled with my demons
And woke up with only me
I have been around the block
Three times maybe four
And I think I deserve just a little more

In front of total strangers wont you kiss me
Flowers for no reason but you miss me
Oh I want to be in love
Youre standing on the doorstep in the rain
Cause you couldn’t wait to see me once again
Oh I want to be in love

I have made some big mistakes
And I’ve paid a heavy price
I found a little peace between will and sacrifice
I have watched as all my dreams
Went walking out the door
And I think I deserve just a little more

Im looking for a heart of gold
Im looking for a hand to hold
A happy end
Strong and kind
Somewhere to rest my troubled mind

In front of total strangers wont you kiss me
Flowers for no reason but you miss me
Oh I want to be in love
On tuesday light the candles bring me wine
Wednesday morning I wont get to work on time
Oh I want to be in love
Surprise me as I’m stepping off the plane
Take my hand as they play our song again
Oh I want to be in love

Dan saya langsung in love lagi... pada Jen Aniston. Hehehe... Angelina Jolie lewat deh kalau melihat Jen di video clip ini. She’s sexy, hot, and so lesbian.... And it works! Bye, Maia, hi Jen. :)

Happy Lunar New Year, everybody!

@Alex, RahasiaBulan, 2008

1:24 PM

My Katarsis #1

Posted by Anonymous |

Quote partialy from Buffy the Vampire Slayer and Twilight.

Saya mau ada seseorang yang berkata kepada saya:

I've seen things you couldn't imagine and done things I'd prefer you didn't. I don't exactly have a reputation for being a thinker. I follow my blood which doesn't exactly rush in the direction of my brain so I make a lot of mistakes. A lot of wrong bloody calls. A hundred plus years and there's only one thing I've ever been sure of. You.

I'm not asking you for anything. When I say I love you, it's not because I want you, or because I can't have you. It has nothing to do with me. I love what you are, what you do, how you try. I've seen your kindness and your strength. I've seen the best and the worst of you and I understand with perfect clarity exactly what you are. You are a hell of a woman. You're the one.

Mungkin ini cuma ada di semacam fairy tale...
Namun saya ingin dicintai oleh seseorang yang bisa melihat saya sebagaimana adanya. Orang yang bisa melihat saya melampaui celana pendek dan kaus kegemaran saya di rumah. Atau orang yang bisa menerima ketidakrapian dan kejorokan saya walaupun dia harus menggerutu penuh kesal melihatnya. Orang yang bisa jadi sahabat diskusi yang kadang-kadang bisa jadi diskusi panas, yang kemudian diiringi permintaan maaf ketika kami sudah kelewatan. Dan ditutup dengan kecupan manis di bibir. But at the end of the day, it’s not just about sex... it’s about love. It’s about moments.

Saya ingin punya seseorang yang menggenggam tangan saya dan berkata, “Hold my hand, walk beside me, and I will lead you.” Dan di saat dia lelah dan gundah, saya ganti menggenggam tangannya, memeluknya, dan berkata, “It's okay. Everything’s gonna be alright.”

Bersama-sama, kami akan membangun mimpi-mimpi kami dari sesuatu yang kosong, mengisinya dengan harapan, dan mewujudkannya hari demi hari, satu demi satu. Dan di saat mimpi-mimpi itu menjadi nyata, kami mundur sejenak dan menikmatinya... tersenyum bangga, saling memandang, kemudian berkata, “I’m glad that I have you to share it with me.”

Please… Take care of my heart. I left it with you.

@Alex, RahasiaBulan, 2008

1:23 PM

My Katarsis #2

Posted by Anonymous |

I wanna love that last.
Seorang sahabat menulis kalimat itu di stat YM-nya selama beberapa hari terakhir. Beberapa kali saya tergelitik untuk bertanya padanya, “Apa sih maksudnya?” Tapi beberapa kali pula saya membatalkan niat saya tersebut. Saya telanjur malas, jangan-jangan kalau stat YM itu memang ada apa-apanya, saya malah ketiban curhat yang nggak perlu. Tapi dalam otak saya sudah berkembang berbagai “teori” tentang stat YM tersebut.

Buat saya: “Love is a constant change.”
Cinta itu selalu berubah bentuk mengikuti perubahan hati pelakunya. Waktu bergerak, manusia berubah dan perasaan pun berubah. Dan jika dua orang itu masih ingin terus bersama, mau tak mau cinta itu pun harus mengikuti perubahan. Kalau tidak, cinta itu akan tertinggal jauh di belakang.

Saya tidak mengharapkan cinta yang sama yang saya rasakan pada awal hubungan selamanya. Setelah empat tahun menjalin hubungan, saya tidak berharap kami bisa bercinta gila-gilaan selama enam jam di ranjang dengan orgasme multipel yang menggetarkan dinding kamar, seperti yang terjadi pada saat kami bercinta pada kali kedua atau ketiga. Atau rasa melayang bak disuntik narkoba ketika dia berkata kepada saya, “I think I’m in love with you. I cannot give you everything. I can only give you my heart.” Saya tidak mau dia jadi heroin saya.

Relationship is a living creature, itu kata sahabat saya dalam satu solilokui hariannya ketika saya mandek dengan tulisan ini. Hubungan itu sendiri adalah makhluk hidup yang punya nyawa. Dia ada di antara dua orang yang menjalin hubungan. Tak kasatmata, namun berbentuk. Hubungan itu sendiri harus hidup dan bergerak sesuai dengan perubahan yang terjadi. Kalau tidak, dia akan mati dan dua manusia itu akan mencari percik-percik kehidupan di tempat lain.

Setelah sekian lama berlalu saya ingin bisa memandang kekasih saya dan melihatnya sebagai sosok yang paling indah walaupun dia sedang mengupil dan memakai daster butut. Kemudian saya memandangnya, melihat matanya lekat-lekat, lalu tersenyum padanya, dan berkata, “I love you.” Atau pada saat berbaring di ranjang dalam kegelapan malam, saya berbisik di lehernya dan berkata, “Aku cinta kamu.” Dengan cinta yang berbeda. Dengan cinta yang mengolah dirinya dalam hubungan kami. Bukan cinta dengan sensasi tarian kupu-kupu di perut, karena kupu-kupu hanya punya masa hidup 100 hari, tapi dengan cinta yang mampu memberikan kekuatan pada seseorang untuk menghancurkanmu hingga berkeping-keping.

@Alex, Rahasia Bulan, 2008

10:38 AM

Obrolan Nggak Penting di Saat Bos Cuti

Posted by Anonymous |

“Lo udah tidur dengan berapa cewek?”
“Hm, enam. Lo?”
“Kayanya delapan... Ngg, kalo nggak sampe tidur “tidur” cuma pegang-pegang doang dihitung nggak?”
“Kalo dihitung?”
“Sepuluh?”
“Lho kok nggak yakin gitu sih jawabnya?”
“Kayanya sebelas. Bentar gue bikin list-nya dulu...”
...


Itulah cuplikan dialog via YM bersama seorang sahabat yang kebetulan juga mantan saya ketika kami sedang membicarakan topik siapa tidur dengan siapa. Mendadak saya jadi teringat the chart-nya The L Word. Itu lho chart buatan Alice yang menghubungkan siapa tidur dengan siapa. Otak saya pun jadi berputar membayangkan siapa saja yang ada dalam rantai the chart versi kami itu saat kami menyusun the list.

Ada hipotesis Six Degrees of Separation yang menyatakan bahwa rata-rata semua orang di planet bumi ini hanya “terpisah” enam rantai persahabatan. Jadi secara teori, sejauh-jauhnya Angelina Jolie atau Agnes Monica, kau pasti terkoneksi dengannya “hanya” dengan jarak lima orang. Hipotesis inilah yang menghasilkan jejaring persahabatan online seperti Friendster, Facebook, dll. Klik saja garis penghubung persahabatanmu dalam jejaring persahabatan online itu, dan kau akan kagum melihat bagaimana kau bisa terkoneksi sedemikan rupa dengan orang tertentu.

Tapi kalau melihat jejaring persahabatan lesbian, jaraknya malah lebih sempit lagi. Mungkin tidak sampai six degrees of separation. Ada beberapa kejadian yang membuat saya berpikir seperti itu: Si A diperkenalkan dengan B, dan ternyata B adalah sahabat baik dari C, yang ternyata C adalah mantannya A. Atau yang pernah saya alami adalah mantan saya ternyata berpacaran dengan sobat saya semasa kuliah. Atau sahabat baik saya ternyata tidur dengan sepupu jauh saya. Atau teman lesbian saya ternyata keponakan manajer perusahaan tempat saya bekerja.

Atau ketika seorang teman lesbian bilang nanti si X mau datang ke acara kumpul-kumpul kami, lalu sahabat yang lain mendengar nama itu disebut, dia bertanya, “Si X? Si X yang kerja di xxx dan rumahnya di yyy?”
Teman saya mengangguk dan bertanya, “Lo kenal?”
Sahabat saya langsung menepuk jidatnya, “Walah, itu kan sahabat baiknya temen straight gue. Mati deh... Nanti jangan kenalin gue sama dia ya. Gue mau belagak gila aja.” Sama seperti teori jejaring persahabatan online, semakin banyak sahabat (lesbian) yang kaumiliki, semakin besar kemungkinan koneksi yang terjalin, yang bahkan mungkin tumpang tindih dengan sahabat straight-mu.

Ketika sedang melamunkan teori itu, lawan bicara saya berkomentar:
“Lo tau si Mawar, mantan gue? Dia ternyata jadian sama Lei sekarang.”
“Heh? Kok bisa? Cepet amat? Bukannya lo baru putus ama Mawar bulan lalu. Dan Lei kan
best friend elo?”
So? Emangnya nggak boleh? It’s all fair in love and war.”
“Lo masih temenan ama mereka?”
“Ya gitu deh. Mana tau mereka putus, kan siapa tau ada yang butuh
rebound :p?"

Dalam dunia lesbian, mungkin tidak asing lagi jika siapa yang kautiduri sekarang mungkin dulunya sahabat, mantannya sahabat, atau bahkan orang yang pernah kaubenci dulu. Atau mungkin dua mantanmu bisa saja saling jadian, atau orang yang kautiduri adalah mantannya dari mantanmu. Halah, kok saya jadi bingung ya? Ada yang mau bikinin chart-nya nggak? Pasti garis rantainya jadi bersilang-silangan gitu deh.

Maklum deh karena sama-sama perempuan, maka probabilitas jalinan cinta itu pun jadi lebih tinggi. Demikian pula godaan pada rumput tetangga atau rumput sahabat ketika kau diperkenalkan pada pacar sahabat lesbimu, misalnya. Kalau dalam hubungan heteroseksual kan kemungkinannya kecil sekali jika kekasihmu mendadak jatuh cinta pada mantanmu. Yeah, kecuali kau begitu sialnya mendapat dua cowok homo sebagai pacar.

“Eh, delapan itu termasuk gue nggak?”
“O iya, lupa. Jadi sembilan deh.”
“Hehehe, gue juga lupa ngitung elo, jadi tujuh deh.”
“Hahaha.”
“Sutra dulu ya
, back to work. Bos cuti deadline tetap jalan, bo!”
“Bye, kapan-kapan kita lanjut lagi...”
“Oke, bye.”

@Alex, RahasiaBulan, 2008

Subscribe