I
Lama meninggalkan blog ini membuat saya sulit bangkit lagi untuk mulai menulis. Rasanya otot-otot ini kaku dan malas. Saya sedang melamunkan masa hibernasi saya di blog sambil memandang ke luar jendela di mobil sambil memangku si bungsu.
Mendadak si bungsu bergerak. “Tante, nggak enak.” Saya pikir posisi duduknya yang nggak enak, jadi saya berdirikan dia, kemudian tiba-tiba, “Hoeeek... Hoeeek...” Oh man! Saya tidak bisa melesat kabur karena ruangan di mobil yang ngepas gini dan si bungsu juga melakukan serangan mendadak, jadi Lakhsmi tidak sempat meminggirkan mobil dan muntah di pinggir jalan, misalnya. Jadilah saya kelabakan membersihkan muntahan si bungsu yang mengotori wajah dan pakaiannya... juga pakaian saya.
“Huaaaaah, Tante...!” Si bungsu mulai menangis.
“Ada apa sih, Say?” tanya Lakhsmi yang sedang menyetir. Haloooooo? Nggak liat apa nih anak muntahin aku? Tapi maklum deh dia lagi nyetir jadi nggak bisa melihat kejadian historis di jok belakang.
Dibantu dengan si sulung yang mengeluarkan baju ganti dari tas untuk si bungsu dan berbagai perangkat lainnya, dengan sigap saya membersihkan muntahan si bungsu, mengganti bajunya, dan memberinya minum. Semua dalam waktu kurang dari lima menit. Hahahaha....
Belum sempat bernapas lega, bau semerbak bekas muntahan mengingatkan saya pada celana jins saya yang setengah basah kena muntahan, yang digosok-gosok pakai tisu satu pak pun tidak bisa hilang baunya.
“Buka jendela, Say,” saya memberi perintah pada Lakhsmi, agar bau semerbak muntahan itu bisa segera pergi. Dan hari itu berakhir hingga kami sampai di rumah dengan parfum muntah dari si bungsu.
II
Mobil sudah divakum, bersih cling dari muntahan keesokan harinya. Harinya makan di restoran. Si bungsu dengan penuh nafsu nyaris menelan telur puyuh bulat-bulat. Gawat! STOP! Jangan makan telur itu! Berdua kami nyaris berteriak bersamaan. Tentu kita tidak mau si bungsu tersedak telur puyuh, kan?
“Potong-potong dulu ya, sayang.” Si bungsu dengan asyik mengunyah nasi, sop, dan telur puyuhnya. Dengan santai saya, Lakhsmi, dan si sulung makan dengan tenang. Yuk, suapin lagi. Suasana tenang selama sekitar dua menit sebelum... “Tante...,” kata si bungsu. Saya melihat gelagat tidak baik. Mulutnya yang penuh makanan membuka, buru-buru saya refleks menadahkan tangan ke depannya, dan...
Keluarlah makanan yang dikunyahnya ke... tangan saya.
Huahahaha, kena lagi deh... tapi saya sudah tidak sempat berpikir selain langsung melakukan gerak refleks membersihkan-anak-yang-muntah.
Saya lap mulutnya, sementara Lakhsmi hanya nyengir memandang saya dimuntahkan lagi selama dua hari berturut-turut.
“Sayang, kayaknya bakal dapat rezeki gede nih kalo dua hari dimuntahin gini. Hahaha... Untung kali ini muntahannya tidak sampai kena baju, cuma kena tangan." Hehehe, ginilah emak-emak, dimuntahin tetap masih bisa bilang "untung cuma..." :))
@Alex, RahasiaBulan, 2009
Club Camilan
12 years ago
2 comments:
y untuk cuma muntahan loom eek-an :D
_keyz_
Meski kejadiannya diulang 1000 kali pun, Anda akan tetap melakukan hal yang sama, kan..."^_^)?
Post a Comment