Menurut gosip yang beredar dan sampai ke telinga saya, konon Alex adalah istri yang penurut. Hahaha... pertama mendengarnya saya agak kesal gitu. “Maksud???” Saya langsung ngoceh-ngoceh nyerocos seperti layaknya istri yang tersinggung pada Lakhsmi.
Memangnya saya nggak punya prinsip sendiri, gitu? Atau saya dianggap sebagai boneka sementara pasangan saya adalah puppet master-nya? Orang yang ngomong begitu pasti tidak sungguh-sungguh kenal saya.
Kami berdua adalah sosok intelektual yang saling berdiskusi dan berdebat dalam kehidupan kami sehari-hari. Kami saling memengaruhi isi pikiran satu sama lain. Kami menghasilkan kesimpulan-kesimpulan ajaib dalam percakapan kami. Apakah itu berarti saya tidak pernah manut padanya? Atau dia tidak pernah hanya mengiyakan saja? Ya, jelas pernah.
Dalam kehidupan sehari-hari saya “membiarkannya” memilihkan tempat makan dan tempat liburan karena menurut saya dia tahu bagaimana menentukan yang terbaik daripada saya. Tapi untuk urusan memilih nonton film apa dan di mana, sayalah penentunya karena menurutnya saya lebih pakar untuk urusan ini. Masih banyak lagi keputusan-keputusan yang dibuat dalam konsep bergantian seperti ini. Bahkan urusan anak pun kami tangani dengan cara kami masing-masing.
Setelah beberapa hari kemudian saya pikir-pikir lagi soal “istri yang penurut” ini. Memangnya ada yang salah dengan sesekali menjadi istri yang penurut? Menjadi istri yang penurut saya rasa jauh lebih sukar daripada menjadi istri yang bertingkah atau jadi istri yang mau kelihatan lebih pintar atau mau lebih melulu dibanding pasangannya.
Menurut saya menjadi istri yang penurut itu membutuhkan lebih banyak kerja keras dibanding jadi istri pembangkang. Apalagi dalam hubungan lesbian, yang dua-duanya jelas perempuan. Siapa yang ditempatkan jadi “kepala keluarga” kadang-kadang bisa bertukar peran. Justru di situlah letak nikmatnya....
Penurut tidak berarti takut pada pasangan atau menempatkan pasangan di posisi lebih lemah. Tapi di atas segalanya adalah rasa respek terhadap pasangan. Bagaimana mungkin bisa menuruti pasangan jika tidak punya rasa hormat terhadap pasangan kita? Rasa respek itu dengan sendirinya akan melahirkan kepatuhan yang terjadi secara alamiah. Perlu diingat pula bahwa respek adalah hal yang diperoleh secara timbal balik bukan muncul karena dijejalkan ke dalam hubungan.
Saya mendiskusikan pendapat saya ini pada Lakhsmi. Dan dia langsung menurutinya bulat-bulat tanpa membangkang. Apakah itu berarti dia istri penurut? Bukankah akan jadi capek kalau punya pasangan yang kerjanya protes dan mengkritik segala keputusan kita hanya karena dia mau menjaga gengsinya agar tetap kelihatan sok tough dengan tidak langsung menurut?
@Alex, RahasiaBulan, 2009
Club Camilan
12 years ago
3 comments:
hai..nice to know you alex:) saya mencari buku tamu namun tidak ditemukan..atau saya yang kurang teliti.
silahkan mampir di tempat saya :)
senang berkenalan dengan anda yang "ajaib". salam sayang pula umtuk laksmi
Hi, Alex,
It's nice to 'know' you. I'm lucky enough to have found your blog. Keep on posting your stories. I'll stop by some other time. Regards to Lax.
Juno
I agree...(totally).
Post a Comment