9:31 AM

Tanda

Posted by SepociKopi |

Ada lipstik di sepraiku. Aku tahu ada lipstik di sepraimu. Aku berguling di ranjang sementara jari-jari halusmu menjelajahi pundak telanjangku. Salah siapa kalau lipstik itu berbekas? Aku mau mengelapnya tapi tidak sempat. Kau mendesakku – kelembutan yang penuh tenaga, mengunci tubuhku di sepanjang sisi sampai aku tidak mampu bergerak dalam pelukanmu. Pagi itu bukan hanya lipstik yang tertinggal di sana, tapi aroma tubuhmu menempel di sekujur kulitku.

Aku pernah meninggalkan noda lipstik di bahu kemejamu kala kita berpelukan. Noda merah jambu tampak samar-samar sebenarnya, kecuali kalau seseorang berdiri agak dekat denganmu. Dalam hati aku berharap seorang teman kantormu memperhatikan dan memberi komentar isengnya.

Komentar yang sudah pasti akan mengantarkanku sebagai si tertuduh dengan rasa yang menyenangkan bagi kita berdua.
Tapi mereka tidak pernah berkomentar tentang lipstik itu. Mereka berbicara tentang dompetmu yang pernah tertinggal di sana. Mereka berbicara tentang foto anak-anak yang memenuhi meja kerjaku. Mereka berbicara tentang bunga yang pernah kau kirim ke kantor. Mereka berbicara tentang benda-benda hadiah untukku; Valentine, ulangtahun, Natal, dan hari apa saja yang menurutmu menjadi hari kejutan. Mereka berbicara tentang hari-hari liburan kita yang sering kusebut sebagai honeymoon.

Mereka menggodaku tentang telepon gila-gilaanmu. Itu sama saja bukan? Itu berarti mereka melihat jejak-jejakku pada dirimu. Pikirkanlah. Aku sering memikirkan hal ini. Aku tidak hanya bersama di sisimu saat kita berdua, tapi juga aku bersamamu dalam setiap detik kesendirianmu. Aku mencecap hal yang sama. Kau menggerayangi duniaku tanpa malu-malu. Menawanku seperti caramu menawanku di ranjang. Lihat saja ruang kerjaku. Isinya penuh kamu. Buku-bukumu. Berkas kerjamu. Pulpenmu. Foto kita berdua. Catatan-catatanmu. Surat cintamu yang berceceran di berbagai tempat; tentu kusembunyikan dengan hati-hati.

Tapi Sayang, bukan itu yang paling penting. Semua yang terlihat oleh mata telanjang hanya sekadar benda padat yang secara fisik dapat lenyap dengan mudah. Kau dapat menghapus lipstikku dengan tisue. Aku dapat menyingkirkan foto-fotomu. Kau dapat mencampakkan hadiah-hadiahku di tong sampah. Aku dapat membakar surat-surat cintamu dalam kalapku. Setelah semuanya pergi, akankah aku... oh, akankah kau lenyap begitu saja? .

Apa boleh buat, aku tak dapat dienyahkan. Keberadaanku lekang dalam hatimu; aku hidup di sana. Di kepalamu penuh aku. Siapa yang memiliki kontak denganmu pasti melihat bayanganku pada dirimu. Kau membawaku ke mana-mana, malaikatku. Aku menjelajahi tempat-tempat yang kau datangi sendirian. Aku mendengar degup jantungmu di tengah celotehanmu dengan orang lain. Aku meraba kegelisahanmu, kegembiraanmu, kesedihanmu; aku menguping kekacauanmu, kerumitanmu. Aku melompati pikiranmu; menggerayangi kemarahanmu; memerkosa kecemburuanmu. Aku mengetahui hal-hal tersembunyi yang abstrak dilukis lewat kata-kata. Aku mencium bibirmu dengan gairah saat kau melirik pada perempuan berkaos itu yang lewat di sampingmu.

Singkatnya, aku memiliki telepati; telepati kedekatan antara dua orang yang tak memiliki jeda apapun di antaranya. Bukannya kau tahu aku seperti itu juga? Bahwa aku berada pada dirimu, merumah di sana, memeluk tubuh telanjangmu setiap saat. Aku uring-uringan kala kau diam-diam menyembunyikan kejengkelan tentang sesuatu. Aku patah hati kala kau berusaha keras tidak membunuhku. Aku memikirkan hal-hal yang buruk kala kau berahasia tentang perempuan itu. Aku menyentuh dadamu, menyetubuhimu kala kau berbaring sendirian melakukan tarian masturbasi. Kita berdua terkoneksi seperti langit dengan hujan. Aku menjembatanimu. Di antara mimpi dan labirin.

Di antara matahari dan garis kathulistiwa. Pagi ini ketika kau berkata ada lipstikku di sepraimu, aku tergenapi. Berkat ucapanmu, rasanya tubuhku menjadi semakin baik. Bara di dadaku berhenti menghangus. Matahari tidak menjadi basi lagi. Aku tidak pernah takut lagi kehilanganmu karena bagaimana sesuatu dapat hilang kalau aku tahu dia selalu ada di sana? Aku tidak akan asing sebab aku menandaimu. Kau tidak terselip seperti daun di ranting; tak tercecer seperti bulan yang menyabit. Malaikatku, kapan-kapan kutinggalkan lagi lipstik di sepraimu setelah kita selesai bercinta dini hari yang remang. Kau dapat memulai kerja dengan mengirimku selarik SMS yang mendatangkan bintang buatku. Ada lipstik di sepraiku.

@Lakhsmi, RahasiaBulan, 2009

5 comments:

Anonymous said...

Ada lipstik di sepraiku, tapi ciumanmu tertinggal di bibirku :)

Anonymous said...

so sweet ^^

-ps-

Anonymous said...

wew!

:D

_titiktitik_

De Ni said...

Bagus banget
Sumpah.....

Anonymous said...

Lakshmi,

A very soft, yet gorgeous, touch coming from 'the gray world'... I enjoyed every word of this story. Thanks.

Regards
Juno

Subscribe