6:05 PM

Buku: Relung-Relung Gelap Hati Sisi

Posted by Anonymous |

Saya bukan pengamat sastra, atau pengamat sastra gay/lesbian di Indonesia, kebetulan saya hanya penggemar buku. Sepanjang pengetahuan saya Relung-Relung Gelap Hati Sisi merupakan novel bertema lesbian pertama di Indonesia yang terbit lebih dari dua puluh tahun lalu dan masih dicetak ulang hingga sekarang. Kalau tidak salah cetakan pertama adalah tahun 1983, dan kabarnya dicetak ulang lagi pada tahun 2006 ini.

Sewaktu pertama kali buku ini terbit saya masih duduk di bangku sekolah dasar. Pertama kali saya baca pun, umur saya baru sepuluh tahun, dan saya benar-benar tidak mengerti isi buku ini. Lalu buku ini kembali saya baca hampir sepuluh tahun kemudian, pada tahun 1993, ketika saya duduk di SMA dan mulai jatuh cinta pada perempuan dan saya merasa betapa novel ini menyentuh hidup saya lebih dari buku mana pun yang pernah saya baca saat itu.

Sisi dan Airin demikian nama tokoh dalam Relung-Relung Gelap Hati Sisi. Sisi yang pendiam dan Airin yang lincah menjalin persahabatan semasa SMA. Persahabatan yang lambat laun berubah menjadi kedekatan yang menimbulkan benih-benih asmara antara mereka. Tapi kejadian pada malam perpisahan sekolah membuat mereka harus dipisahkan, dijauhkan satu sama lain, karena orangtua mereka tidak mau anak-anak mereka jadi lesbian. Jadilah Airin dikirim bersekolah ke Amerika Serikat menyusul kekasih resminya, Frans, yang sudah lebih dulu kuliah di sana. Dan Sisi melanjutkan kuliah di jurusan kedokteran di Jakarta.

Beberapa tahun kemudian dalam acara reuni SMA, Sisi dan Airin bertemu kembali, dan benih-benih cinta yang lama diredam pun muncul kembali. Membuncah tanpa bisa mereka hentikan. Tapi sekali lagi, cinta mereka harus kalah karena Sisi tidak mau meninggalkan keluarganya untuk hidup bersama Airin di Amerika Serikat.

Cinta mereka pada satu sama lain ternyata tak padam walaupun Sisi kemudian memilih menikah dengan Handi, dan Airin memilih untuk merusak dirinya dalam minuman keras. Mereka bertemu kembali ketika Sisi sudah menjadi dokter dan memiliki seorang putri hasil pernikahannya dengan Handi. Kembali keduanya dihadapkan pada pilihan. Mengikuti kata hati mereka atau memilih menjalani hidup berdasarkan norma yang selayaknya. Penggemar Mira W. pasti tahu kepiawaian maestro kita dalam mengaduk-ngaduk emosi pembacanya. Entah sudah berapa kali saya menangis membaca novel-novel beliau. Namun hanya Relung-Relung Gelap Hati Sisi yang membuat saya menangis karena saya mengerti seperti apa rasanya mencintai namun tidak bisa bersatu seperti yang dialami Sisi dan Airin.

Jika dibandingkan dengan novel-novel yang mengangkat isu lesbian yang terbit setelah tahun 2000an di Indonesia, apa yang disajikan dalam Relung-Relung Gelap Hati Sisi rasanya masih relevan dalam kehidupan lesbian secara nyata meskipun sudah lebih dari 20 tahun berlalu sejak novel ini pertama terbit. Saya mungkin salah atau terlewat, tapi sepanjang ingatan saya selama tahun 1990-an saya tidak menemukan novel-novel Indonesia yang mengangkat isu ini. Baru satu generasi berikutnya muncul novel-novel yang mengambil tema lesbian.

Mira W. mencatat sebuah sejarah zaman yang dituang dalam bentuk fiksi tentang kisah cinta antara dua perempuan yang terjadi pada tahun 1980-an. Di dalamnya, kita akan dibawa dalam gejolak emosi Sisi dan Airin, pada masa ketika homoseksual baru saja dinyatakan BUKAN sebagai penyakit kejiwaan oleh asosiasi psikolog dunia. Sebuah catatan sejarah yang walaupun merupakan kisah fiksi membuat kita bisa menggunakannya untuk melihat kembali ke masa lalu tentang apa yang terjadi terhadap cinta dua perempuan. Masa berganti, waktu berlalu, namun buat saya pribadi, Relung-Relung Gelap Hati Sisi adalah sebuah masterpiece yang tak lekang oleh zaman dan harus dibaca oleh semua lesbian di Indonesia.



6 comments:

Anonymous said...

Hi Alex,
Saya setuju sekali. Saya kaget kamu mengulas novel ini. Saya juga bukan pengamat sastra, cuma penikmat buku terutama novel. Pertama kali saya membaca novel ini ketika saya duduk di bangku SMP. Novel ini begitu menyentuh saya karena Mira.W sangat ahli melukiskan perasaan lewat kata-kata. Sampai-sampai saya yang masih sangat muda saat itu berpikir pastilah dia seorang lesbian karena dia bisa melukiskan dengan tepat apa yang saya rasakan pada seorang peremputan dan pertentangan batin yang terjadi. Entah berapa kali saya membaca novel ini sehingga saya hafal jalan ceritanya meskipun sudah lama sekali. Biasanya saya suka lupa setelah membaca sebuah novel.Malah saking sukanya saya pada novel ini, saya mencari terbitan barunya dan menghadiahkan pada pacar pertama saya(yang kurang suka baca novel).Saya bilang ini "a must read novel for lesbian".Sejak itu saya selalu haus mencari novel-novel yang bertemakan lesbian. Saya sudah membaca beberapa tapi tidak ada yang bisa menandingi Mira.W. Ini membuat saya kangen untuk beli buku ini dan baca lagi:)
KC

Anonymous said...

Hi KC,

thanks atas komennya.
Sejauh ini saya blm nemu novel lebian sebagus Relung2 Gelap Hati Sisi. Saya pernah ketemu Mira W., tp saking nge-fansnya saya sama dia malah lupa minta tanda tangan buat buku ini, hehehe. Orangnya baik banget.

mumu said...

inilah barangkali bedanya penulis dulu dan sekarang; dulu mereka begitu tulus, jujur, menulis sebuah tema karena merasa ada sesuatu yang memang cukup penting untuk disampaikan berkenaan dgn tema tersebut; sedangkan penulis sekarang dengan dangkal hanya mencari sensasi, sok-radikal hingga hasilnya pun, huek, memuakkan. hihihi..sok tahu bgt ya gue haha

Anonymous said...

Aduh, Pak Mumu serius banget nih. Iya, setuju. gue lg menunggu ada novelis Indonesia yg mau nulis novel lesbian dgn jujur dan tulus spt ini. Nggak usah macam2 ceritanya, nggak usah ribet2 atau sok "berat".

Hahaha, jd inget novel gue yg nggak pernah selesai sejak th 2000. :p

AJ's Lover said...

alex, kita selesaiin bareng2 yuk novelnya *doh! gk nyambung banget selalu komen gw :D*

Anonymous said...

hi AJ's Lover,

nggak deh, thanks. gue udah kebayang komentar editor yg nolak novel gue.
Maaf naskah Anda tidak bisa kami terbitkan karena tulisan Anda membosankan dan tidak berjiwa. Hahaha...

Subscribe