Kekasihku tersayang,
Tulisan ini kubuat karena begitu banyak kata yang bergelayutan dalam benakku. Kata-kata yang tak sempat terucap karena kediaman kita. Kata-kata yang tersangkut di tenggorokanku karena aku malah mengucapkan begitu banyak kata lain yang hanya menyakitimu. Aku memikirkan dirimu. Apa yang sedang kaulakukan. Apakah kau sedang berkutat dengan angka-angka di kantormu. Apakah kau sedang chatting dengan salah satu perempuan penggemarmu? Apakah kau sedang memikirkan diriku yang terus-menerus menyakitimu?
Kuketik surat ini dengan jantung yang berdetak tak keruan. Gelas kopi yang masih mengepulkan asap di samping kananku. Roti yang baru kumakan setengah. Dan headphone di telinga yang mendentumkan lagu-lagu rock. AC kantor baru saja menyala, menyemburkan hawa dingin yang tak pernah bisa kutahan.
Aku tahu aku bisa saja meneleponmu, dan kita akan bicara lama, seperti yang sudah-sudah. Tapi mendadak aku teringat pada permintaanmu, “Tulislah sesuatu untukku.” Kata-kata yang terucap biasanya langsung hilang diserap udara, biarlah kucoba menulisnya agar bisa abadi dalam jaringan dunia maya ini, di tempat aku pertama kali mengenalmu.
Kekasihku, kemarin aku menceritakan segalanya kepadamu ketika kau meminta kejujuran dari mulutku, sebagai jawaban atas pertanyaanmu. Sejenak aku diam mempertimbangkan mana yang kupilih, “Kebenaran akan Membebaskanmu.” Atau “Apa yang tak Kauketahui Takkan Membunuhmu.” Akhirnya aku memilih yang pertama.
Ah, mungkin seharusnya aku memilih yang kedua ketika kulihat air mata mengembang di matamu dan perlahan-lahan bergulir turun di pipimu. Tapi kau sendiri yang meminta kebenaran, kan? Aku jadi teringat pada Jack Nicholson dalam A Few Good Man ketika dia berteriak kepada Tom Cruise. "You want the truth? You cannot handle the truth."
Kekasihku, kau benar. Semua kata yang terucap dari mulutmu itu benar adanya. Aku membohongi dan mengkhianatimu dengan perempuan yang pernah kita khianati bersama. Perempuan yang sama, yang pernah memberi kita maaf, dan kini cobalah untuk memaafkannya dan tidak membiarkan kemarahan menelanmu bulat-bulat.
Barangkali memang sudah waktunya aku kejam pada perasaanku. Tidak ada gunanya menyelamatkan ikan yang tenggelam. Sejak awal kita tahu hubungan ini tak berujung ke mana-mana. Aku mencari pembenaran dengan mengatakan bahwa hubungan ini atas nama cinta. Aku melakukannya demi kamu. Demi cintamu padaku. Demi segala perasaanmu padaku yang selalu kuhancurkan dengan keji.
Dengan gagah berani aku menepuk dada dan mengatakan aku memegang kunci ke hatimu karena aku orang pertama yang membukanya. Tapi aku terlalu pongah. Hatimu sudah telanjur hancur oleh setiap tusukan pedangku. Sesungguhnya aku perempuan egois yang memanfaatkan cintamu untuk membuatku merasa lebih baik dan tidak sendirian.
Kenapa aku jatuh cinta padamu tak pernah bisa kumengerti sampai sekarang. Dan bagaimana... cintaku padamu ikut membangkitkan cinta yang pernah redup pada perempuan yang pernah mengisi hidupku selama empat tahun terakhir. Dan ketika hatiku hancur, kau datang sebagai penyelamatku. Kesatriaku yang menerjang dengan gagah berani di atas motor putihnya. Aku ingin memandangmu seperti itu. Dalam kefanaan cinta dan hidup ini sendiri, aku ingin memandangmu sebagai penyelamatku.
Kopi di gelasku sudah dingin, rotiku pun sudah habis. Lagu rock Bon Jovi kini sudah berganti dengan lagu Selamanya Cinta. Dan tubuhku sudah bisa beradaptasi dengan AC kantor. Tapi jantungku masih berdebar tak keruan. Sementara rasa mual di lambungku memaksaku untuk mengunyah obat.
Aku mendadak capek, merasa begitu tua dalam setengah tahun terakhir. Merasa takut menua dan mati sendirian hingga mayatku membusuk dan dimakan oleh kucing-kucing peliharaanku. Pernah terpikir sekali-dua untuk melepaskan semuanya dan kabur dari dunia ini. Namun terlalu banyak beban kehidupan yang harus kukemas untuk bisa melakukannya.
Barangkali kita hanya harus merasa semua ini sudah cukup, dan bersyukur karena sempat mengalami saat-saat yang indah. Seperti perasaan kita ketika memandang matahari senja, yang toh tak bisa tetap tinggal di sana. Dan kita tidak perlu sampai harus bertanya, ”Kenapa harus jadi begini?”*
*Dikutip dari Jazz, Parfum, dan Insiden - Seno Gumira Ajidarma
@Alex, RahasiaBulan, 2008
Club Camilan
12 years ago
4 comments:
Dear Alex,
Semoga kejujuran dan keterbukaan akan menyelamatkan kedua hati.
Karena aku juga setuju, "Kebenaran akan membebaskanmu."
Jangan mencari pembenaran. Tapi galilah KEBENARAN dengan melihat segala sesuatu dgn jujur dan apa adanya.
Dear Vera,
Aku juga setuju "Kebenaran akan Membebaskanmu." Aku pernah dibohongi oleh pasanganku sampai aku rasanya dibuat gila dan paranoid. Hanya karena alasan simple, krn dia tidak mau menyakitiku...
Dan kali ini semoga kejujuran dan keterbukaan akan bisa menyelamatkan semua orang... kecuali dia yang memilih untuk hidup dalam ilusi.
Kebenaran mungkin akan membebaskan...masalahnya adalah kebenaran yang tertuang itu membebaskan siapa??? Membebaskan kamu??? Atau membebaskan kekasih yang telah kamu khianati??? Karena bagiku kebenaran itu akan membebaskan seseorang bila ia terikat oleh ketidakjujuran yang dilakukan oleh kamu yang selama ini menggantungi hati dan pikirannya. Tapi bagaimana jika seseorang itu bahkan tidak pernah menduga sedikitpun bahwa kamu akan mengkhianatinya? Bagiku, kebenaran ini membebaskan kamu dari rasa bersalah karena kamu tidak mampu untuk menyimpannya lebih lama lagi. Bukan kebenaran yang dituangkan untuk membebaskan kekasih yang telah kamu khianati.
Justru anehnya, aku merasa nggak bebas setelah menyampaikan kebenaran... :)
Post a Comment