6:21 PM

Jealousy

Posted by Anonymous |

“Sayang, kamu tahu nggak, cemburu itu tanda cinta?” tanya Lakhsmi.
“Heh? Masa sih? Apakah kamu sekarang cemburu?” Saya balik bertanya seraya memandanginya berbaring di tempat tidur.
Lakhsmi tidak menjawab, ia hanya memamerkan senyum nakalnya sementara saya melangkah, makin mendekatinya di ranjang.

Mantan saya pernah bilang, “Ah, Alex tidak pernah cemburu...” Ada yang pernah bilang, “Hari gini cemburu? Ke laut aje...” Dulu saya menganggap bahwa cemburu adalah tindakan konyol dan sia-sia. Namun belakangan ini, saya belajar banyak tentang arti cemburu. Dan bagaimana cemburu itu ternyata suatu rasa penting dalam cinta. Dan kadang-kadang cemburu itu sehat. Huahahaha, saya jadi ingat bagaimana saya pernah melabrak habis perempuan yang mengaku tidak punya hubungan dengan Lakhsmi. Dan tindakan itu akan selalu saya kenang, secara kami berdua (saya dan perempuan yang saya labrak itu) sekarang malah jadi sering curhat.

Saya cemburu.

Saya cemburu pada puluhan SMS dan telepon yang menghujani ponsel Lakhsmi, sebagaimana dia cemburu setiap kali saya duduk di sofa sedang menelepon saat dia keluar kamar.

Saya cemburu setiap kali dia pulang sehabis bertemu dengan "teman"nya sebagaimana Lakhsmi juga memasang tampang kusut setiap kali saya pulang dari rumah "teman" saya.

Saya cemburu pada isi pikirannya yang kadang-kadang mengawang entah ke mana, sebagaimana Lakhsmi juga cemburu pada pikiran saya yang terkadang menjejak tak tentu arah.

Dan terutama, saya cemburu pada waktu yang dicuri oleh fans Lakhsmi. Waktu yang seharusnya milik kami berdua. Kini untuk bisa menghabiskan waktu bersama-sama, kami berdua harus mencuri waktu kami untuk mereka, yang sebenarnya waktu milik kami sendiri.

Tiba-tiba saya teringat pada serial Heroes, yang mana seorang tokohnya bisa membaca pikiran orang lain. Dan karena kemampuannya itu dia mengetahui bahwa istrinya berselingkuh. Kalau saya bisa memilih, saya tidak mau diberi anugerah semacam itu. Bukan karena saya tidak mau tahu, tapi saya lebih suka mendengar kebenaran terucap dari mulut Lakhsmi daripada saya harus mengorek-ngoreknya atau mengintainya. Saya ingin bisa memercayainya sebagaimana saya juga ingin dia percaya pada saya. Walaupun kejujuran terkadang merobek hati kami berdua.

Kami pun belajar membuat rasa cemburu itu sebagai bagian dari hidup kami. Mengisi dan menghidupinya sebagai bagian dari tanda cinta, bukan sebagai kegilaan mendesak. Jika benar cemburu itu tanda cinta, apakah cinta kami begitu besar jika sakit yang kami rasakan seolah-olah ada pisau yang dihunjamkan ke jantung kami? Pisau itu menoreh kami berkali-kali... menimbulkan luka yang dalam. Saya mengobati kecemburuan Lakhsmi dengan cinta saya, demikian pula cinta Lakhsmi mengobati saya.

Saya memandang wajah Lakhsmi, mata kami bertemu hingga kami seakan tersesat di dalam tatapan itu. Langkah saya perlahan namun pasti, merayap naik ke ranjangnya. Saya berbaring di sisinya, tangan kami bergenggaman saling memberi kekuatan.

@Alex, RahasiaBulan, 2008

0 comments:

Subscribe