Demikian aku melihat pendar benderang dari dirinya ketika kami duduk berdekatan. Sekian lama aku mengenalnya, entah bagaimana baru kali ini aku melihatnya sebagai perempuan yang berbinar. Bukan, ini bukan pendar karena dia jatuh cinta. Ini adalah pendar yang berasal jauh dari dalam dirinya. Pendar seterang cahaya musim panas yang membuat kita ingin membuka pakaian dan memamerkan tato di tubuh kita dan berjalan di sepanjang pantai.
Dia sedang sibuk mengetik di laptopnya, ketika aku berdiri memandangnya di ambang pintu. Dia mendongak memandangku, tersenyum begitu cerah memamerkan barisan giginya yang rapi. Kuhampiri dia, kutanyakan apakah perutnya masih sakit dan apakah teh hangat yang kuberikan tadi bisa membuatnya lebih baik. Dia bilang, dia sudah mendingan dan sebaiknya aku tidak berdiri di dekatnya saat dia sedang menulis. Aku hanya tertawa, mengenal baik kebiasaannya yang satu ini. Tapi tetap kuhampiri dia dan kukecup bibirnya dengan penuh sayang, dan kukatakan padanya bahwa melihatnya tadi aku mendadak punya judul untuk menulis blog.
Memandangnya, aku merasa sudah mengenal perempuan ini seumur hidupku tepat ketika kami membuka hati kami berdua lima tahun lalu. Perempuan penuh semangat dan energi meluap. Perempuan dengan tawanya yang menular. Perempuan yang tak hentinya membuatku terpesona dengan keteguhan hatinya. Perempuan yang mencintaiku sebesar cara semut memandang kelopak daun. Perempuan yang panas membara seperti sengatan matahari musim panas.
Ada kalanya kilau cahayanya terselaput awan hitam. Awan-awan mengganggu yang membuatnya tak tampak, cerah dan terangnya menghilang. Awan-awan yang membuatku ingin jadi Aeolus, yang bisa mengenyahkan awan itu dengan sekali embusanku.
Cahaya benderangnya membantuku melewati musim-musim dingin yang terdingin dan musim-musim gugur yang menggigilkan tulang. Ada saat-saat tertentu ketika aku takut ada orang lain datang mencuri cahaya musim panas itu dariku. Karena benderangnya menarik makhluk-makhluk kegelapan pencari cahaya yang bak laron rela menerjang api lalu mati hanya demi sececap kebahagiaan. Maafkan aku, cahaya musim panasku, jika aku tidak rela mati seperti mereka. Aku memilih hidup bercahaya bersamamu, bukan terbakar oleh silaumu. Menua bersamamu bukan mati demi dirimu.
Malam tiba, tapi cahaya musim panasnya tak pernah padam. Bahkan dalam gelapnya kamar, bisa kurasakan cahayanya. Dia bergerak naik ke sisiku. Berbaring di sebelahku dan mencari posisi yang nyaman untuk dirinya. Selimuti aku, katanya manja, seakan kamu sayang aku. Kuselimuti dirinya, kukecup pipinya lembut lalu kuberbisik, aku selalu sayang kamu, bodoh.
@Alex, RahasiaBulan, 2008
Club Camilan
12 years ago
1 comments:
tengs lex =)
udh bikin aku t'senyum bc ini..
-just_mademoiselle-
Post a Comment