Beberapa hari terakhir ini saya bertugas di suatu tempat di luar Indonesia. Bersama beberapa rekan sekantor, saya harus menghadiri event besar tahunan tempat saya bekerja. Walaupun kadang-kadang saya tidak merasa di luar negeri karena sepanjang hari terperangkap dalam ruangan di antara satu meeting dan meeting lain dan sarapannya tetap nasi. :)
Eniwei, di antara jeda meeting, bos saya mendadak berkomentar, "Abis ini kita meeting sama orang-orang X. Kayanya orang-orang X lesbi semua deh." Saya langsung ketawa kecil mendengarnya. Kemudian saya melongokkan kepala melihat orang-orang X yang dimaksudnya. Ada dua perempuan bule di sana. Yang satu berambut pendek cepak, satu lagi berambut sebahu.
Seakan membaca pikiran saya, mbak bos berkomentar, "Yang pirang cepak itu kayanya lesbi deh. Yang satu lagi aku nggak tau, nggak pernah ketemu. Tapi yang dulu juga modelnya sama seperti itu." Kembali saya memanjang-manjangkan leher melihat perempuan itu. Dan gara-gara komentar bos saya itu, pas meeting bukannya konsentrasi, saya malah ngeliatin perempuan itu. Halah, bener-bener ngawur deh.
Untungnya sengawur apa pun saya, meeting berlangsung lancar. Kemudian bos saya berkomentar, "Di sini kebanyakan perempuan ya?" Saya kembali menoleh ke kiri-kanan melihat sekeliling dan mendapati memang mayoritas peserta dan orang-orang yang kami temui adalah perempuan. Termasuk kami.
Sudah lama saya menyadari bahwa perempuan memang memegang peran mayoritas dalam bidang pekerjaan yang saya geluti. Bukan bermaksud sexist, tapi saya paham laki-laki akan sulit mengerjakan bidang pekerjaan ini karena selain target market kami memang mayoritas perempuan, pekerjaan ini membutuhkan naluri dan kepekaan yang besar dalam urusan perasaan. Dan dalam hal ini saya setuju sekali bahwa
Men are From Mars and Women are from Venus.
Balik lagi ke isu lesbian.
Setelah menghabiskan malam-malam di hotel bersama rekan kerja, saya mendapati kami menjalani keakraban lebih daripada keakraban yang kami peroleh jika hanya bertemu di kantor. Plus ditambah penerbangan belasan jam yang membuat kami jadi makin akrab. Dari sana saya memperoleh banyak pelajaran berharga. Saya belajar bagaimana rekan-rekan kerja saya yang hetero memandang saya sebagai lesbian. Bagaimana tanggapan mereka terhadap diri saya, bagaimana penerimaan mereka terhadap saya.
Bukan masalah besar, sebenarnya. Hanya hal-hal kecil yang membuat nyaman. Hal-hal kecil seperti peristiwa di atas, pertanyaan-pertanyaan seperti, “Gimana kabar Lakhsmi?” atau “Sudah berapa lama sama dia?” Atau ketika SMS masuk, rekan kerja bertanya, “Lakhsmi ya?” Atau seorang rekan kerja bercerita tentang hubungannya dan kami berakhir dengan saling cerita tentang kehidupan cinta kami masing-masing. Mereka tidak memandang saya “beda” atau “lebih” atau “kurang”.
Beberapa hari bersama kolega dan rekan kerja itu membuat kami berada dalam satu melting pot. Saya merasa terjalinnya keakraban lepas batas dan lumernya perbedaan dalam belanga persahabatan adalah kelebihan istimewa yang tak dapat digantikan oleh aneka hubungan persahabatan yang lain.
@Alex, RahasiaBulan, 2007
Club Camilan
12 years ago
0 comments:
Post a Comment