Roma bukanlah tempat impian saya untuk berlibur. Namun satu dan lain hal menyebabkan saya akhirnya pergi berlibur ke Roma. Mendarat di Roma pada tengah hari setelah sebelumnya menghabiskan hari di Paris dan Jerman membuat saya langsung membuka jaket karena cuaca di sana ternyata lumayan bikin gerah. Kami (berlima) langsung berkunjung ke Vatican City ketika hari menjelang sore. Bukannya kami taat beragama atau apa... secara di antara kami berlima yang Katolik cuma satu orang. Tapi entah kenapa saya selalu terdorong untuk berkunjung ke Sistine Chapel dan melihat lukisan fresco Michelangelo.
Sayangnya kami kesorean sehingga tidak keburu ke Sistine, dan hanya bisa berharap masih punya waktu untuk mengantre untuk memasuki Basilika St. Pietro. Melihat antreannya saya sudah gentar... (gila, bisa berapa jam nih antre sepanjang ini?) tapi seorang sahabat saya bilang, “Tenang aja, sambil motret-motret, lalu ngobrol nggak lama kok. Palingan 45 menit.”
Kami pun berjalan memasuki ruangan Basilika tidak sampai satu jam kemudian. Tanda panah pertama yang kami ikuti adalah jalan menuju Tombs of Popes atau Makam Paus. Kami berjalan menuju ke bawah menyusuri tempat yang hening dengan lorong yang berisi makam Paus-Paus di masa lalu di kanan-kiri kami.
Tentu saja, makam yang jadi pusat perhatian utama adalah makam Paus Yohannes Paulus II yang wafat tahun 2005. Di depan makam, sejumlah pengunjung tampak berdoa dengan khusyuk. Di mata saya dia seperti kakek yang tidak saya kenal karena dia keburu meninggal sebelum saya lahir. Saya merinding dan nyaris berkaca-kaca ketika melihat makam beliau.
Setelah itu kami keluar dan melangkah memasuki ruang utama. Gema langkah di lantai marmer, dengungan orang yang mengobrol terpukau dengan kebesaran dan keagungan ruangan ini memantul dalam benak saya.
Sasaran kunjungan selanjutnya adalah patung Pieta. Sahabat saya sudah menjelaskan panjang lebar soal Pieta ini. “Ini patung Bunda Maria sedang memangku Yesus setelah disalib.” Pieta ini adalah hasil karya Michelangelo yang dibuatnya pada tahun 1498-1499. Sahabat saya melanjutkan, "Patung ini pernah rusak berat karena ada orang gila yang berusaha menghancurkannya dengan martil, patung yang kita lihat di ruang depan Basilika St.Pietro adalah patung hasil restorasi."
Selanjutnya kami melewati kapel yang dijaga oleh petugas. Tulisan yang tertera di sana adalah, “Dilarang Masuk Kecuali yang Ingin Berdoa. Dilarang Bicara. Dilarang Memotret.” Sahabat saya berbisik, “Mau masuk, kita berdoa sebentar.” Oke, tanpa babibu, saya ikutan masuk ke kapel itu. Berdoa di sana. Sepenuh hati untuk orang-orang yang saya sayangi. Saat itu saya merasa Tuhan adalah Sesuatu yang universal, masa Dia tidak akan mendengar doa saya di kapel itu karena saya bukan Katolik?
Dua hari kemudian saya kembali ke lapangan Basilika St. Pietro. Anehnya saya merasa nyaman di tempat itu setelah mengunjungi seantero tempat wisata di Roma. Saya merasa “pulang”, mungkin dalam kelahiran yang lampau saya pernah jadi pastor di sana. Entahlah.
Kali ini target kunjungan kami adalah Museum Vatican dengan tujuan utama Sistine Chapel. Dengan menerapkan The Law of Attraction kami berpikir positif bahwa hari itu antrean Sistine Chapel tidak panjang. Ternyata benar! Kami hanya perlu mengantre tidak sampai setengah jam untuk masuk ke museum Vatican yang terkenal itu. Yah, plus tiket masuk 13 Euro. :)
Di dalam kami berada kurang-lebih dua jam mengagumi pemujaan seniman-seniman Renaissance terhadap Tuhan, Katolik, dan Paus sebagai pemimpinnya. Dengan panduan jalur yang ditunjukkan anak panah, kami berjalan melewati berbagai galeri, patung, lukisan yang luar biasa indah karya-karya seniman Rennaisance Itali seperti Raphael dengan tapestrinya serta karya Botticelli, dengan lukisan-lukisan megah seperti The Temptation of Christ. Dan akhirnya tibalah kami ke Kapel Sistine. Tempat diadakannya conclave untuk memilih Paus baru.
Wow! Itulah perasaan saya ketika berjalan memasuki Kapel Sistine. Mulai dari dinding sampai atap kapel ini dipenuhi lukisan fresco buatan Michelangelo. Konon lukisan-lukisan tersebut dibuat antara tahun 1508 sampai 1512. Entah berapa besar biaya yang dihabiskan untuk membuat mahakarya seperti ini. Tidak ada kata-kata yang bisa menjelaskan kemegahan dan “kegilaan” orang yang membuat lukisan-lukisan ini.
Lukisan besar The Last Judgement berukuran 1370 x 1200 cm berada di atas altar. Dibuat oleh Michelangelo tahun 1535-1541. It’s like “Triple Wow!” Saat mendongak, kita bisa melihat lukisan legendaris itu. Lukisan The Creation of Adam berada di tengah di antara adegan-adegan dalam Nine scenes from the Book of Genesis.
Mengutip dari wikipedia, urutannya adalah:
1. The Separation of Light and Darkness
2. The Creation of the Sun, Moon and Earth
3. The Separation of Land and Water
4. The Creation of Adam
5. The Creation of Eve
6. The Temptation and Expulsion
7. The Sacrifice of Noah
8. The Great Flood
9. The Drunkenness of Noah
Di bagian sisi-sisinya masih terdapat lukisan-lukisan yang tak kalah menakjubkan. Daripada saya salah memberi keterangan, secara saya juga nggak terlalu ngerti soal kisah-kisah dalam Alkitab, silakan lanjut baca di http://en.wikipedia.org/wiki/Sistine_chapel_ceiling
Melihat lukisan-lukisan di dinding dan langit-langit Kapel Sistine, saya serasa diberi kesempatan oleh Michelangelo untuk mengintip surga. Selain Leonardo Da Vinci, nama Michelangelo sering disebut dalam sejarah seni Itali. Keduanya adalah rival. Bersaing untuk menjadi yang terbaik. Bernama lengkap Michelangelo di Lodovico Buonarroti Simoni (1475-1564), pada masa mudanya memang dikenal sebagai pematung. Dua karya legendarisnya adalah Pieta dan David. Patung David telanjang ini amat terkenal dan siapa sebenarnya inspirasi Michelangelo dalam membuat David masih jadi misteri sampai sekarang. Ada yang bilang David dibuat berdasarkan kekasih Michelangelo. Yap, he’s gay.
Selama hampir 90 tahun usianya, Michelangelo tidak pernah menikah. Bahkan dalam sejumlah karya seninya, dia dianggap memuja maskulinitas lelaki, sebagaimana yang bisa kita lihat dalam patung David serta lukisan-lukisannya di Sistine. Bisa dibilang Michelangelo sedikit lebih beruntung dibanding Leonardo Da Vinci yang pernah dipenjara pada masa mudanya karena tuduhan sodomi. Sepanjang hidupnya konon Michelangelo mengingkari tuduhan homoseksualitas yang sering dituduhkan pada dirinya. Walaupun kegemarannya terhadap lelaki-lelaki muda sudah menjadi rahasia umum pada masa itu.
Ketika berusia 57 tahun, Michelangelo menjalin hubungan dengan Tommaso de Cavalieri yang saat itu berusia 20 tahunan. Tommaso disebut-sebut sebagai sumber inspirasi dari sejumlah karya Michelangelo, dan mereka terus bersama sampai akhir hayat Michelangelo. Tinggal di Roma membuat hidup Michelangelo mudah jadi sorotan Paus dan gereja Katolik. Akan tetapi Michelangelo juga dikenal sebagai penganut Katolik yang taat, meskipun dia mempertahankan hidup sebagai homoseksual.
Proyek-proyek besar di St. Pietro yang juga diarsiteki Michelangelo serta proyek Kapel Sistine membuat petinggi-petinggi Vatican berusaha "menulis ulang" hidup Michelangelo dalam catatan sejarah gereja dengan menampilkannya menjadi pria taat beragama yang hetero. Pria hetero yang kebetulan tidak pernah menikah dan menjalin hubungan dengan seorang janda ketika usia Michelangelo sudah lewat setengah abad, dan hanya tercatat menjalin hubungan surat-menyurat.
Sejumlah sumber menyatakan Michelangelo tidak menyukai Paus dan gereja Katolik. Mungkin dia tidak menyukai orang yang kebetulan menjadi Paus. Tapi setelah melihat hasil karyanya di Vatican City, rasanya sulit bagi saya untuk percaya bahwa orang ini tidak mencintai Tuhan dan gereja. Semata-mata dorongan keinginan untuk menghasilkan mahakarya tidaklah cukup bagi siapa pun untuk bisa menciptakan keindahan yang luar biasa semacam itu. Butuh cinta dan bakti yang tak terbatas untuk bisa membuat pahatan marmer Pieta, kubah di St. Pietro, pahatan-pahatan makam di bawah basilika, dan lukisan-lukisan di langit-langit Sistine. Di mata saya semua itu adalah hasil dari kecintaan seorang seniman gay bernama Michelangelo terhadap Tuhan dan agamanya.
@Alex, RahasiaBulan, 2007
0 comments:
Post a Comment