3:31 PM

Hanya Hasrat untuk Berbagi Kebahagiaan

Posted by Anonymous |

Beberapa orang pernah bertanya kenapa saya tidak meresensi buku lesbi berjudul anu atau itu. Dari pertanyaan-pertanyaan itu memang ada yang bukunya belum saya baca. Namun ada juga buku yang pernah saya baca, tetapi begitu jeleknya hingga tidak bisa saya resensi di sini karena saya tidak mau membuat blog ini jadi tempat sampah unek-unek kekesalan saya.

Dulu, dalam masa sebelum blog ini muncul saya pernah meresensi satu buku lesbian yang saya edarkan di milis dan diupload di sebuah situs lesbian, yang habis saya cabik-cabik hingga tetesan terakhir. Puaskah saya? Tidak. Saya makin marah dan kesal setiap kali membaca review itu

Dunia pun berputar lalu saya bersahabat dekat dengan seorang penulis yang menerbitkan buku bertema gay. Di mata saya, buku itu begitu bagus. Kemudian buku itu dibantai habis di sebuah media nasional sampai setengah halaman koran, hingga saya dan sang penulis bingung, kenapa sih ada orang bisa sejahat itu? Well, bukunya memang tidak sampai jadi masterpiece atau buku sempurna, tapi tetap saja tidak layak diperlakukan sekeji itu.

Dua kejadian ini membuat saya belajar banyak tentang selera pembaca. Bagaimana satu karya yang dilemparkan ke ruang publik menjadi satu karya yang bisa menimbulkan multitafsir. Bagaimana sesuatu yang dianggap bagus, bisa dianggap sebagai telur busuk oleh orang lain. Demikian pula sebaliknya. Saya sadar saya tidak bisa memaksakan kehendak dan pendapat saya terhadap satu karya agar orang juga ikutan sependapat dengan saya, karena selera itu amat berbeda sesuai pribadi masing-masing.

Bagaimana seseorang menilai suatu karya dipengaruhi oleh banyak hal. Bagaimana cara dia dibesarkan, masa lalunya, hobinya, lingkungannya, dll. Saya adalah pecinta buku fiksi dan belajar banyak dari buku-buku itu. Saya dibesarkan oleh buku-buku Mira W., Sidney Sheldon, Lima Sekawan, HC. Andersen dari perpustakaan sekolah. Semasa remaja saya menggali jiwa feminis saya bersama buku Nawal El-Sadawi dan Louisa May Alcott, belajar memberontak bersama JD. Salinger, dan perih bersama buku Elie Weisel. Tanpa melupakan cinta lama, saat ini saya sedang belajar mencintai buku remaja dan komik novel grafis, Neil Gaiman, Frank Miller, Alan Moore, dll.

Kini tidak ada satu hari pun yang saya lewatkan tanpa membaca dan saya masih terus haus mencari bacaan bagus, terutama fiksi. Saya jatuh cinta pada buku fiksi karena kemampuannya membuat saya belajar, terpukau, tertawa, atau menangis. Uniknya, saya hanya punya sedikit koleksi buku---mungkin jumlahnya cuma seratusan yang saya anggap personal best---karena sering kali selesai membaca saya memberikan buku itu buat orang lain supaya ikut merasakan bahagia yang saya rasakan.

Itu pula salah satu tujuan dari blog ini, berbagi kebahagiaan yang saya rasakan ketika membaca buku yang mengandung unsur LGBT yang membuat perasaan saya meluap-luap. Bukan berbagi kebencian terhadap satu karya. Saya tidak ingin membagi keburukan atau kekesalan di sini, tapi berusaha membagi kebaikan. Tolong ingatkan saya pada postingan ini jika seandainya suatu hari saya lupa dan marah.

Yang harus diasah adalah kemampuan pembaca memilah mana buku bagus dan mana buku jelek (paling tidak untuk dirinya sendiri). Dan saya tidak mau jadi penentunya, karena bisa saja selera kita berbeda, kan? Tapi saya yakin buku yang bagus akan bertahan abadi, dan menyentuh hati banyak pembacanya. Mengutip perkataan seorang sahabat baik saya, “Buku yang bagus akan menemukan pembacanya sendiri.” Blog ini berupaya menjadi penunjuk jalan dan sisanya adalah kehendak bebas pembaca yang membaca resensi buku di sini.

@Alex, Rahasia Bulan, 2007

0 comments:

Subscribe