Tadi malam partner saya bilang, “Persahabatan sesama lesbian sebenarnya berbahaya ya.”
“Heh? Maksudnya?” tanya saya lugu.
“Gini, kalau dalam hubungan suami-istri lelaki dan perempuan kan biasanya sudah jelas di bagian mana wilayah persahabatan yang nggak boleh dimasuki. Secara logika istri akan membatasi persahabatannya dengan sahabat lelaki dan suami juga membatasi persahabatannya dengan sahabat perempuan. Bahkan kalau bisa tidak pernah lagi kontak-kontakan dengan mantan. Sementara dalam hubungan sesama jenis, kan saat kita berteman dengan sesama perempuan (atau sesama lelaki, untuk gay) kita bisa saja memasuki area berbahaya tanpa kita sadari.”
Saya mengerti kegalauan partner saya. Menurut saya, keabu-abuan wilayah itulah yang menjadi salah satu penyebab turn over pasangan sesama jenis menjadi tinggi. Sahabat lesbian yang baru dikenalkan oleh sahabat lesbian lain. Atau iseng-iseng browsing internet lalu mencari-cari kenalan baru di situs pertemanan GLBT. Belum lagi ditambah dengan persahabatan dengan mantan yang umum di kalangan sesama lesbian dan selalu berisiko menimbulkan CLBK alias Cinta Lama Bersemi Kembali. Hhhh... semuanya berisiko tinggi buat pasangan lesbian.
Kadang-kadang kita tak pernah tahu bagaimana persahabatan yang awalnya “tidak berdosa” dan “tanpa maksud apa-apa hanya murni persahabatan” lambat laun memasuki wilayah yang sebenarnya tidak boleh dimasuki. SMS yang awalnya cuma, “Hai apa kabar? Lagi ngapain?” Lama-kelamaan diiringi curhat kiri-kanan bisa berubah jadi “Udah makan belum?” atau “Jangan bobo malam2 ya, mimpi indah.”
Nah, lo, sekarang gimana solusinya? Masa kalau sudah punya pasangan, kita nggak boleh berteman lagi dengan sahabat sesama lesbian? Idih, nanti dibilang, “ugh, si anu cuma kalo mau cari pacar aja baru mau ngumpul sama kita-kita.” Kalau meminjam pendapat seorang sahabat saya, dia bilang, “Ya, nggak mungkin dong kita hidup cuma berdua aja, kaya katak dalam tempurung. Kita pasti nyari temen-temen sesama L biar ketemu temen yang obrolannya nyambung.” Kok jadi seperti makan buah simalakama ya? Nggak temenan salah, temenan juga salah. Jadi gimana dong?
Saya juga bukan pakar dalam masalah beginian. Secara saya pernah terjebak dalam situasi seperti ini, hehehe. Mungkin kalau masih ada niat untuk menyelamatkan hubungan, dalam hal ini kita mesti belajar dari tragedi lumpur panas Lapindo. Sebelum lumpurnya meluap ke sana kemari hingga memutus jalan tol dan menghancurkan puluhan desa, dan membuat banyak pihak menderita, kita harus menghentikannya dengan cara apa pun. Kita tidak bisa berleha-leha dan bilang, “Ah, tenang aja..., lumpurnya pasti bisa berhenti sendiri kok.”
@Alex, RahasiaBulan, 2007
Club Camilan
12 years ago
3 comments:
Memang benar kalau hubungan sesama jenis itu batasnya tidak kentara spt hetero. Kadang kita saking akrabnya dengan teman sejenis jadi lupa & tergoda untuk melangkah masuk ke kebun tetangga sebelah. Tapi sebetulnya.. kita punya kuasa kok,.. Toh kita ga selalu harus menerapkan apa yg kita pikirkan?
Paligan kita cuma end up flirting with each other, verbally. nothing more.
hihihi, jd inget kata2 Oscar Wilde, I can resist anything except temptation. :)
Kalo gue sih cari aman aja deh, daripada tergoda...
Iya benar sekali hub sesama jenis itu no limit..
Sulit sekali beri pembatas yang jelas.
Aku juga pernah mengalami hal seperti ini.
Dari yang cuman sahabatan, timbul rasa sayang n kangen padahal blm pernah ketemuan.
Maunya temenan tapi ngga bisa.
Perasaan sayang yang menghalangi n jd takut kehilangan.
Gimana bingung juga... =(
Post a Comment