Ada kalanya saya merasa kepingin mengucurkan air mata... bukan, bukan air mata sedih. Tapi air mata yang ingin dikeluarakan agar rasa lega bisa terasa. Akhir pekan kemarin, partner berangkat ke Bali bersama sobat-sobat lesbiannya sebagai upaya terapi patah hati selama tiga hari.
Biasanya saya membungkus diri saya dengan buku, tapi kali ini saya sedang nggak mood. Untungnya pada saat yang sama di bioskop memutar film India yang memang selalu jadi favorit saya... :p Bukan hanya satu film, tapi dua. Saawariya dan Om Shanti Om. Saawariya diperankan oleh aktor muda berbakat Ranbir Kapoor dan Sonam Kapoor yang walaupun cantik sayangnya cuma punya modal cantik saja. Dan Om Shanti Om diperankan oleh Shah Rukh Khan dan Deepika Padukone (yang oleh menurut SMS teman saya, "Lo pasti suka cewenya, cantik sih, hehe). Sebenarnya kami pernah janjian untuk double date bersama sahabat gay kami untuk menonton salah satu dari kedua film tersebut, tapi, yah... karena kami lagi butuh waktu dan ruang privasi, jadinya saya terpaksa sendirian. :)
Akhir pekan kemarin saya memuaskan diri saya dengan dua film tersebut. Hari Sabtu saya habiskan dengan Saawariya, yang berarti Kekasih. Saya punya ekspektasi tinggi terhadap Saawariya secara film ini diadaptasi dari cerita pendek Fyodor Dostoevsky berjudul White Nights. Cerita pendeknya sendiri merupakan kisah yang pedih, bercerita tentang 4 malam dan 1 pagi antara sepasang lelaki dan perempuan. Lelaki itu adalah lelaki paling kesepian dan perempuan itu adalah perempuan yang menggantungkan harapanya pada malam menanti kembalinya sang calon suami.
Seharusnya ini jadi cerita teramat sedih. Bagaimana tidak? Malam pertama lelaki itu berkenalan lalu menawarkan persahabatan pada perempuan itu. Malam kedua si perempuan mulai menerima persahabatan lelaki asing ini dan bercerita tentang dirinya yang menunggu pulangnya sang kekasih. Malam ketiga si lelaki dan perempuan jatuh cinta terhadap satu sama lain. Malam keempat mereka membenamkan diri dalam cinta namun sayangnya lelaki calon suami itu pulang dan si perempuan meninggalkan lelaki yang telah mendampinginya selama 4 malam untuk memenuhi janji bersama calon suaminya.
Setting film ini luar biasa indah, ala Moulin Rouge dengan dominasi warna biru dan gelap. Dalam film ini si lelaki digambarkan sebagai penyanyi, saya lupa seharusnya dia jadi apa di cerita pendeknya. Statusnya sebagai penyanyi ini seharusnya bisa membuatnya jadi makin India, tapi sayang lagunya kurang banyak dan film ini juga kurang panjang untuk ukuran film India, hanya 130 menit.
Walaupun saya tetap menangis di akhir cerita, tapi Sanjay Leela Bhansali, sang sutradara, membuat saya kecewa karena tidak mengembangkan White Nights itu menjadi cerita yang mengharubiru ala India, padahal ia punya modal yang luar biasa dalam segi cerita. Yah, mungkin karena ekspektasi saya terlalu tinggi.
Hari Minggu saya menonton Om Shanti Om. Pertama saya pikir Shah Rukh Khan terlalu tua untuk berperan sebagai Om, aktor nggak penting tahun 1970-an yang jatuh cinta pada aktris besar bernama Shanti. Dalam suatu peristiwa tragis Om tewas ketika berusaha menyelamatkan Shanti dari kebakaran. Kemudian Om pun terlahir dalam keluarga Kapoor yang menjadikannya sebagai bintang tenar India masa sekarang.
Entah pada menit keseratus berapa saya menganggap Shah Rukh Khan memang layak mendapat julukan King Khan. Dia tampil luar biasa. Dan saya sukaaaaa sekali adegan fanfare, ketika Shah Rukh bersama 31 aktor dan aktris tenar India menjadi cameo dalam lagu Deewali. Benar-benar menghibur. Hingga saya tertawa sampai menangis. Secara sutradara film ini Farah Khan, jadi koreografinya bener-bener patut dapat acungan jempol. Buat penggemar film India, Om Shanti Om adalah film yang tak boleh dilewatkan. Tidak ada satu pun adegan membosankan dalam film berdurasi 168 menit ini.
Menonton film ini timbul pertanyaan dalam benak saya, Pernahkah kau begitu mencintai seseorang sehingga rela mati untuk orang itu dan satu kehidupan pun tidak cukup bagimu untuk mendampinginya? Atau semua itu hanyalah dalam film? Entahlah.
Menonton Saawariya dan Om Shanti Om benar-benar terapi menyegarkan yang luar biasa di akhir pekan saya. Sudah lama saya tidak menikmati kesendirian. Kadang-kadang hanya butuh satu-dua hal yang tepat untuk terapi patah hati semacam ini. Saya ingat terakhir kalinya saya butuh mengeluarkan air mata, entah berapa tahun lalu. Saya mengambil buku A Walk to Remember-nya Nicholas Sparks dan menangis hingga mata saya bengkak ketika habis membacanya. Hingga yang tersisa cuma rasa lega di dada.
@Alex, RahasiaBulan, 2007
Club Camilan
12 years ago
2 comments:
pasti setelah ini partner langsung cari om santi om dan saawariya. *tiba-tiba terstimulasi membuat pendekatan ilmiah tentang korelasi butchy dan film india*
All I need now is "terapi penyakit jatuh cinta, love-sickness therapy". I'm falling in love... I can't bear it.
Post a Comment