3:03 PM

Opini: Chasing the Dragon

Posted by Anonymous |

Beberapa hari yang lalu saya bertemu seorang sahabat lesbian yang curhat bahwa cintanya ditolak oleh cewek straight di kantornya. Dia bilang dia tidak menyangka cintanya bisa ditolak karena selama ini sang cewek yang ditaksirnya biasanya "menanggapi" sinyal-sinyal yang dikirimkannya. Dalam konteks bercanda saya bilang, kalo cuma kirim sinyal sih jelas ada ditolak, coba dong bawa martabak ke rumah mertua kayak orang pacaran tempo doeloe. Saya tahu saya tampak tidak peka terhadap kebutuhannya untuk curhat, tapi mau gimana lagi? Dia bilang, dia kapok naksir cewek straight. Buat saya wajar saja kalau kita jatuh cinta pada cewek hetero, secara dunia ini 90% isinya cewek hetero kok.

Hm, saya jadi teringat pada seorang sahabat saya yang “bangga” hingga menepuk dada saat bisa “membelokkan” cewek hetero. Dia bahkan punya catatan, yah semacam a little black book, cewek-cewek mana saja yang dulunya hetero sebelum dibelokkan olehnya. Duh, saya bener-bener nggak habis pikir apanya yang mesti dibanggakan. Plis deh, kalau dia bisa jadi juara catur dunia atau juara olimpiade, atau menemukan obat anti flu boleh deh bangga. Kalau cuma nidurin cewek yang “katanya” hetero, apa yang bisa dibanggakan dari hal itu? Lagi pula, kalau tuh cewek emang benar-benar hetero mana mau dia pacaran dengan sesama cewek. Atau kalau cewek hetero itu mau tidur dengan sesama perempuan karena pacaran dengan si lesbi dia akan bergelimang uang atau kemewahan, bukannya itu sama saja dengan merangkap menjadi pelacur?

Hihihi, atau jangan-jangan teman saya itu yang dijadiin eksperimen sama cewek-cewek straight itu, yang cuma pengin coba-coba ingin tahu gimana-sih-rasanya-sama-cewek. Secara dia biasanya dicampakin sama cewek straight itu pas tuh cewek dapat cowok baru... Oya, soal ini juga bikin sejumlah teman yang pacaran sama cewek hetero jadi resah-gelisah-basah karena jadi kepikir macam2 pas ngeliat ceweknya ngobrol ama cowok lain. Eh, pas ngeliat ceweknya ngobrol sama cewek lain, dia cemas juga.... Cuapek deh!

Oya, balik lagi ke cerita curhat sahabat saya itu. Dia yang kebakaran jenggot, meskipun tidak punya jenggot, kalap meng-sms cewek yang ditaksirnya itu, ditambah meneleponinya, ehm, mungkin bukan menelepon, lebih tepatnya dia menelepon, tapi teleponnya tidak diangkat. Sampai nongkrong di tempat fitnes sang cewek idaman. Dengan harapan sang cewek idaman mau menerima cintanya. Mungkin bentar lagi sahabat saya itu bakal memohon-mohon sambil memegangi kaki si cewek straight yang jadi pujaan hatinya itu, sementara si cewek straight itu berusaha mengenyahkan pegangannya. (Kayak adegan sinetron gitu lhooo...)

Buset deh, saya pikir, nggak punya harga diri banget. Kalau memang cintanya ditolak, ya nggak usah gitu-gitu amat dong. Plis, jadilah lesbian yang punya martabat dan harga diri.

Tapi nggak salah kok naksir cewek hetero, seperti yang saya bilang tadi, naksir cewek hetero itu wajar. Been there, done that myself. Mungkin si cewek "hetero" itu bisa jadi jodoh kita kalau kita bisa memainkan peranan kita dengan benar. Pertanyaan selanjutnya adalah, apa yang harus kita lakukan?

Kalau dengan sesama L kan kita bisa gampang “nembak”, lha kalau sama cewek straight bisa-bisa kita yang ditembak beneran. Kalau kita mengejarnya terlalu nafsu, salah-salah imej lesbian tuh bisa makin tercoreng. Kebayang kan headline di koran lampu merah. “Cinta Ditolak, Lesbian Membunuh Cewek Idamannya.” Atau “Ditolak Cintanya, Lesbian Bunuh Diri Terjun ke Sungai.” Whatever ending-nya, semua makin mencoreng imej kita. Dan setelah itu nanti kisahnya diangkat ke sinetron Hidayah. Hahaha.

Hm, mungkin dalam konteks ini kita bisa belajar dari film-film remaja. Gini lho, pernah nonton serial TV Dawson’s Creek? Ingat cinta segitiga Dawson-Joey-Pacey? Ingat bagaimana di season 3, Pacey “menunggu” Joey menyadari cintanya pada cewek itu? Meskipun fokus Joey hanya pada Dawson, Pacey tetap jadi orang yang selalu ada untuk Joey. Atau dalam Buffy the Vampire Slayer kita melihat bagaimana Spike mencintai Buffy dalam hati saja. Karena Spike tahu mereka “berbeda” dan tidak mungkin bisa bersatu, secara legal maupun moral. Namun ia tetap sabar menanti Buffy membalas cintanya hingga dunia berakhir.

Pacey dan Spike hanyalah dua contoh yang mungkin bisa jadi subteks kita sebagai lesbian ketika mendekati cewek idaman kita yang hetero. Harap maklumi referensi saya dengan film-film ABG yang tampak tidak cerdas ini, dan mungkin hanya bisa dimengerti segelintir orang. Tapi sungguh, kadang-kadang saya merasa kisah cinta lesbian itu bisa dianalogikan dengan kisah cinta remaja. Tidak hanya dalam dua serial TV ini, puluhan atau bahkan ratusan film remaja memuat cerita yang bisa kita analogikan dengan kehidupan cinta sesama jenis.

And you know what
, dalam kedua serial tersebut Pacey dan Spike akhirnya mendapat balasan cinta dari gadis idaman mereka. Dan penonton pun bertepuk tangan.

@Alex, RahasiaBulan, 2007

0 comments:

Subscribe