Bagian I
Di antara kalian berdua, siapa yang jadi cowoknya?
Hayo, seberapa sering pertanyaan semacam itu kita dengar? Saya, yang bekerja di lingkungan yang didominasi perempuan, dan menjalin persahabatan dengan banyak perempuan hetero sampai hanya bisa memutar bola mata setiap kali mendengar pertanyaan seperti itu. Entah mengapa, konsep hubungan tanpa peran lelaki itu membuat mereka bingung, dan dalam pikiran mereka juga, lesbian yang cewek banget harus menjalin hubungan dengan lesbian macho bak laki-laki.
Biasanya pertanyaan itu hanya saya jawab dengan senyum manis, dan, “Mbak, ini nggak ada cowoknya gitu lho... dua-duanya cewek.”
Biasanya ada yang langsung menelan jawaban itu, namun ada pula yang keukeuh bertanya, “Bukannya ada tuh lesbi yang cowok banget? Yang kayak laki?” Hm, mulailah saya, yang tadinya enggan, memberi penjelasan panjang-lebar soal butch, femme, dan andro dalam hubungan lesbian. Halah, ternyata penjelasan saya itu membuat mereka jadi tambah yakin tentang pembagian peran laki-perempuan dalam hubungan lesbian. Waks, ternyata salah nih, mungkin tidak seharusnya saya cerita tentang butch, femme, dsb itu. Hhhh... aku dan mulut besarku :p
Hm, akhirnya setelah capek ngasih keterangan yang makin lama makin nggak jelas, saya bertanya, "Mau gue pinjemin film-film L gue nggak?"
"Bokep ya?" tanya teman saya dengan wajah jijik.
"Bukanlah, (plis deh, emangnya cewek apaan?) film drama lesbian biasa. Elo nonton aja deh, ambil kesimpulan sendiri. Pusing gue nerangin soal ini."
Akhirnya sahabat saya itu jadi satu sahabat yang rajin meminjam film-film saya... banyak film yang pernah diresensi di blog ini sudah dia tonton, bahkan ikutan milis The L Word... dasar gokil tuh cewek :).
Hhh, mendadak ingat The L Word season 2 saya dipinjam siapa ya?
Bagian 2
Bagaimana sih caranya? Well, sebenarnya sih ini pertanyaan yang juga muncul di benak lelaki hetero bahkan lelaki gay. Bagaimana caranya lesbian melakukan hubungan? Emangnya bisa menikmati hubungan tanpa “itu”--- "itu" maksudnya alat kelamin lelaki---? Atau beragam pertanyaan turunannya. Buat saya, jawaban, “Sini deh, gue praktekin,” adalah jawaban basi basi banget.
Biasanya kalau mendapat pertanyaan itu, saya menampilkan senyum semanis mungkin lalu saya menjawab dengan wajah prihatin, “Wah, lo kasian sekali ya nggak ngerti tentang konsep orgasme pada tubuh perempuan.” Lalu saya beri penjelasan panjang-lebar tentang orgasme klitoris, orgasme vaginal. Bagaimana tubuh perempuan itu begitu ajaibnya sehingga kita diberkahi klitoris yang gunanya cuma satu, yaitu menjadi pusat kenikmatan buat perempuan.
“Ah, elo belum pernah coba sih, jadi nggak tau enaknya sama lelaki,” timpal sahabat saya sambil cekikikan.
“Sapa bilang nggak pernah coba? Sebelum memutuskan suka burger atau tempe, harus coba dua-duanya dong,” sahut saya.
Sahabat saya kaget, dan bertanya lagi. “Lha emangnya lo pernah sama lelaki?”
Hihihi, saya hanya cengengesan dan berlalu tanpa menjawab.
Bagian 3
“Emang lo pernah disakitin laki-laki ya sehingga jadi lesbian?”
Haduh, gubrak, bletak... Pertanyaan ini tahun 90-an banget sih? Jadoel gitu lho, Sis! (maksudnys Sis di sini sister, bukan Siska :p) Huaaaaaaaaah. Jadi inget cerita-cerita di rubrik "Oh Mama Oh Papa" geto, “Aku Jadi Lesbian Karena Dikhianati Lelaki.” Halah.... plis deh.
“Sis, tau nggak sih, justru aku yang menyakiti laki-laki sampai bercucuran air mata terakhir kali putus ama laki.”
“Kamu belum ketemu lelaki yang baik, kali?” Dilanjutkan dengan ceramah sahabat saya bahwa di dunia ini masih banyak lelaki baik, tidak semua lelaki bajingan, dll... blablabla, yatayatayata...
“Duh, gini lho, mbak, eh, sis..., aku tuh nggak ada masalah sama lelaki.”
Sahabat saya itu memandang heran, di matanya terungkap pertanyaan yang tak ditanyakannya, Kalau nggak ada masalah, kok nggak sama laki aja?
Saya pun melanjutkan, menjawab pertanyaan tak terucapkan itu. “Gini lho, sis, aku tuh nggak benci atau sakit hati sama lelaki. Tapi masalahnya adalah ketidakmampuanku membayangkan hidup bersama lelaki. Eits, bukan soal seksnya... karena mekanismenya tidak ada masalah buatku. Tapi membayangkan diriku pulang ke rumah, pulang ke lelaki, itu yang tak pernah bisa membuatku nyaman dan bahagia.”
Melihat Si Sis ini masih bingung, saya lanjutkan, “Seperti kamu dan suamimu. Bagaimana kamu bahagia bisa berbagi bersama suamimu. Melakukan hal-hal yang mungkin sepele. Nonton TV, makan, pijat-pijatan, atau apalah. Pulang kerja ke rumah, menunggunya atau ditunggu olehnya... rasanya klop, kan? Rasanya at home? Nah itu yang hanya bisa aku rasakan dengan perempuan.”
Lalu sahabat saya mengangguk-ngangguk, entah mengerti atau tidak. Kalau dia masih bertanya lagi, biar nanti saya pinjami dia DVD The L Word atau film-film lesbian lain yang saya punya. :)
@Alex, RahasiaBulan, 2007
Club Camilan
12 years ago
8 comments:
klitoris kan cikal bakalnya sama dengan "itu" yang kemudian tidak berkembang saat embriogenesis.... jadi kita masih butuh "itu" dong? (dalam bentuk lain) :p
@Stania,
tp kan "itu"nya tidak dipakai utk "itu" :))
halah, apaan sih nih? :p
jadi inget obrolan sama rekan yang aktivis perempuan yang dikira lsbi itu, padahal dia penggila pria tulen.
asli.. baca ini tersenyam senyum.. dan 3 bagian itu.. been there done that.. tapi ga sampe minjemin L word sih, secara banyak adegan panasnya.. anyways.. dengan pertanyaan2 itu buatku selalu berpikir, maybe aku sendiri masih baru tersadar.. dan pelan2 meraba2 perasaan.. apa sich! :P
HAHAHA......lucu bgds sihh..
hai lex pa kbar?? tulisan yang ini lebih lucuuuuuuuu...dari yang sebelumnya..HOHOHOHO...
ngakak diriku....
~Cez~
Hai Cez, thanks udah mampir, hihihi... temen straight-ku yg jd objek cerita ini jg ngakak pas baca ini :))
Hehe, seriously.... I had no idea how to do 'it' before I read this. Now I am trying to figure it out. Still confusing me though.......
Maybe I should try, practice is better to explain than theory, isn't it?? hahahaha..... I am totally curious now.
Wakakak. So strue. After I came out to my friends I've always spent about one or two hours answering this kind of interview. Even when I don't come out, sometimes when the topic comes, alwaaaaaaays these kinds of questions! Boseeeeeeeen! Apa ga lebih baek ditulis besar-besar di buku pelajaran ae jadi kita ga perlu jawab berkali-kali yah? :D
Post a Comment