9:13 PM

Being a Mother

Posted by Anonymous |

"Iki mos, iki mos...," demikian teriak si kecil ketika kami sedang memilih piama. Dengan keras kepala dia memaksa untuk memakai piama bergambar Miki Mouse yang sudah dipakainya kemarin. Berkali-kali kami menjelaskan padanya bahwa Miki Mouse tidak bisa dipakai karena sedang dicuci, tapi coba beritahukan hal itu pada anak dua tahun yang keras kepala. Jadilah kami harus adu mulut dengannya... hingga akhirnya diiringi jerit tangis dan teriakan memaksa akhirnya si kecil pun manut memakai piama bermotif penguin.

Itulah ritual yang kami lakukan beberapa malam terakhir. Tak pernah terbayang oleh kami bagaimana anak yang dulu kami lihat hanya sebagai bayi merah tak berdaya kini mulai bisa melawan ibunya.

Sehabis berhasil memakaikan piama, si kecil pun menarik tangan saya, mengajak membuat susu. Biasanya kami menggodanya dengan bilang, "Sama mami aja ya bikin susunya..." Tapi si kecil akan menggeleng dan menjawab, "Mau ama tante mami!" Dan kami biasanya akan pura-pura tarik-menarik dengan si kecil sampai dia akhirnya memeluk saya erat-erat tidak mau lepas sebelum dibuatkan susu.

Saat si kecil menyusu dengan lahap, saya dan maminya berusaha mencuri waktu dengan mengobrol selama beberapa menit yang berharga. Bercengkerama dengan manis, yang kadang-kadang dibumbui dengan sentuhan sayang atau ciuman indah. Yang biasanya diakhiri dengan teriakan si sulung yang berteriak minta dibersihkan sehabis pup.

Sebagai lesbian, menjadi ibu dan memiliki anak tak pernah terbayang dalam benak saya. Kini ketika kenyataan menghadapkan saya pada kondisi menjadi ibu kedua. Saya ingat pertama kali di rumah sakit ketika si kecil baru lahir, saya bilang ke maminya, "Aku nggak berani gendong dia ya sampai udah 3 bulan." Sang mami hanya tersenyum penuh arti... dan beberapa jam kemudian ketika si kecil dibawa ke hadapan kami, dia berkata, "Say, coba kamu gendong dia lalu bawa kemari." Tanpa ada keraguan sedikit pun, walaupun dengan canggung, saya menggendongnya dengan tangan gemetar dan perasaan tak terlukiskan. Bagai menggenggam anugerah terindah di tangan saya.

Setelah susu habis diminum, si kecil bergegas menarik tangan saya, meminta diambilkan buku. Sebagaimana persoalan piama, kadang-kadang kami harus saling bersitegang sejenak karena dia mau membaca buku yang sama setiap hari. Maminya membacakan buku buat si sulung, sementara saya membacakan buku buat si kecil... kadang-kadang kami bergantian. Karena saya parah sekali membacakan cerita, biasanya anak-anak minta dibacakan ulang oleh sang mami yang lebih piawai berekspresi. :)

Sehabis membaca buku, ritual malam sebelum tidur itu nyaris berakhir. Anak-anak langsung naik ke ranjang jika waktu sudah larut, atau bermain peluk-pelukan, atau bermain petak umpet sebelum naik ranjang. Setelah itu, kami saling mengucapkan selamat malam, selamat tidur, dan memberikan ciuman bergantian... lalu lampu pun dimatikan. Dan ritual yang terjadi setiap malam pun berakhir.

Serutin dan sesederhana apa pun kegiatan itu, kini saya tidak bisa membayangkan hidup saya tanpa anak-anak.

@Alex, RahasiaBulan, 2008

4 comments:

Anonymous said...

sweet story, lex.. :) i always want to be a mom, but i dont wanna deal with the pupi stuff..hihi... -rob

Anonymous said...

hi rob...

saat dihadapkan dgn pupi, udah gak kepikir soal hal lain selain buru2 bersihin, hihihihi... baunya itu lho :p

Anonymous said...

Huu uuu... aku juga pengen jadi mommy. Yang teriak iki mos-iki mos itu boleh aku bawa pulang nggak yaa? *semalammm ajah*

-ning-nong-

Anonymous said...

ning-nong, emangnya apaan dibawa pulang? Buku aja bisa nggak dikembaliin kalo dipinjem :))

Subscribe