Saya paling sebal dengan pembaca yang sering kali menarik garis “pengalaman” antara pengarang dan karya yang dihasilkannya. Sering banget pengarang, terutama di Indonesia, yang “dituduh” menulis pengalaman pribadi dalam karya fiksi yang dihasilkannya. Ugh! Payah banget! Menurut saya, pengarang fiksi yang cuma menuliskan pengalaman pribadinya dalam karya yang dihasilkannya adalah pengarang payah. Kalau memang benar karya fiksi adalah pengalaman pribadi pengarang, saya sudah berhenti membaca fiksi sejak SMA. Pasti karya-karya seperti itu akan membosankan habis, dan pengarang itu hanya akan menulis novel dalam jumlah yang bisa dihitung dengan satu tangan.
Salah satu konsep cerita fiksi lesbian yang buat saya amat menarik adalah komik/novel grafis yang ditulis oleh lelaki hetero. Lihat saja buku-buku yang ditulis oleh Neil Gaiman. Brian K. Vaughn, Terry Moore, Alan Moore, Joss “The God” Whedon. Lelaki-lelaki ini bisa menulis tentang kisah lesbian yang ditulis mereka memiliki sudut keseksian yang berbeda dan segar. Ada pendekatan lain dari sudut pandang di luar konteks lesbian dari sudut “aku” yang berbeda daripada yang ditulis oleh pengarang lesbian.
Ya, ya, saya pernah mendengar bahwa membayangkan dua perempuan bercinta merupakan fantasi bagi banyak lelaki. Tapi jika kita melihat komik-komik atau novel grafis buatan mereka, saya tidak menemukan hal itu. Bukan semata tentang seks, tapi tentang wawasan dan gagasan yang tak termuatkan oleh otak lesbian.
Walaupun saya harus mengakui bahwa pengetahuan saya tentang novel grafis ini masih jauh dari mumpuni karena saya baru berkenalan dengan tema ini selama tiga tahun belakangan. Novel grafis ini belum banyak terjemahannya di Indonesia, dan buku aslinya termasuk buku-buku mahal dan hanya tersedia di toko-toko buku tertentu. Bisa dibayangkan berapa modal yang harus dikeluarkan jika kita harus membaca novel grafis dalam bentuk serial. Novel grafis sesunggunya bagian dari seni komik, namun novel grafis biasanya menampilkan karakter yang tidak hitam-putih, seperti jagoan vs penjahat dalam komik dan pada akhirnya jagoan menang. Kompleksitas dalam novel grafis juga lebih kental dibanding komik dengan cerita-cerita yang menawaran gagasan dan terkadang “keanehan” serta “absurditas” yang mencengangkan. Membuktikan bahwa imajinasi memang tak kenal batas.
Pertama kali saya menemukan lesbianisme dari padangan komikus lelaki ini adalah dalam novel grafis V for Vendetta yang amat penuh dengan gagasan. Alan Moore sebagai tukang cerita dan David Lloyd sebagai tukang gambar menampilkan karakter lesbian minor namun menjadi bagian dari saraf cerita V for Vendetta ini. Valerie dan Ruth adalah lesbian yang tak kenal kata meminta maaf atau ampunan atas kelesbianan mereka. Yang dengan keberadaannya melahirkan sebuah gagasan besar dalam misi V sebagai tokoh utama dalam novel grafis yang sudah diangkat ke layar lebar ini.
Mulai dari sini saya dipaparkan dengan karya-karya pengarang lain. Neil Gaiman, misalnya. Dengan The Sandman-nya dia membuat saya ketakutan dan gila setengah mati. Namun dari serial The Sandman, saya juga dipaparkan dengan pasangan lesbian. Pasangan lesbian Hazel dan Foxglove yang weird and odd, tapi tetap saja pasangan lesbian. Sandman ini terlalu dark dan aneh buat saya, walaupun bukan jadi novel grafis favorit, tapi tetap bisa jadi pilihan bacaan buat penggemarnya. Boleh jadi novel-novel karya Neil Gaiman pun bisa jadi pilihan bacaan untuk kita. Seperti Neverwhere, yang selalu saya yakini memiliki subteks lesbian, dengan tokoh Hunter.
Brian K. Vaughn, termasuk komikus grafis yang pernah beberapa kali menampilkan unsur lesbian dalam karya-karyanya. Sebut saja serial Y: The Last Man, yang sejauh ini merupakan novel grafis yang paling menggugah saya dengan beragam konsep dan gagasannya. Brian K. Vaughn, mengawali novel grafis ini dengan pertanyaan, “Bagaimana jika lelaki musnah di muka bumi ini? Dan hanya tersisa satu lelaki yang menjadi hero dan antiheronya?” Perempuan, feminisme, dan lesbian menjadi beberapa topik gagasan yang dibahasnya di sini. Bahkan di dunia tanpa lelaki, seorang yang bukan lesbian ya tidak bisa dipaksa juga jadi lesbian. Novel grafis pemenang berbagai penghargaan ini terdiri atas sepuluh seri dan bakal menghabiskan jutaan rupiah jika kita ingin mengoleksi serial bahasa Inggrisnya. Tapi kalau buat saya sih worth it banget.
Terry Moore juga termasuk komikus novel grafis yang dekat dengan dunia lesbian. Serial Strangers in Paradise-nya memperoleh Eisner Award, namun karena keterbatasan akses dan aset saya tidak membaca semua seri ini. Tokoh utama serial ini adalah perempuan biseksual dalam hubungan cinta segitiganya dengan seorang lelaki dan perempuan. Selain Strangers in Paradise ini, Terry Moore juga menjadi salah satu penulis di serial novel grafis Runaways, di mana dalam Runaways, terdapat seorang tokoh bernama Karolina yang lesbian, sayangnya saya belum pernah membaca dan memegang novel grafis Runaways secara fisik.
Selain Terry Moore, Joss Whedon merupakan salah satu penulis di Strangers in Paradise. Dia merupakan kreator yang saya kagumi. Mulai dari Buffy the Vampire Slayer di layar televisi hingga menjadi salah satu menulis dalam komik Runaways, dia selalu bisa menyampaikan gagasan lesbian dalam bentuk yang non-stereotipe dan cool. Dalam Buffy season 8 yang hanya dimunculkan dalam komik karena serial TV-nya berakhir pada season 7, Buffy yang tidur dengan perempuan, tapi tidak menjadikannya lesbian. Bukan pula eksperimen, tapi ya terjadi begitu saja. "Lesbianisme" dalam Buffy ini tidak mengejutkan karena dalam serial TV-nya berkali-kali penonton lesbian mengharapkan terjadinya hal semacam itu. Walaupun dalam serial TV, Joss "hanya" menjadikan Willow, salah satu sahabat Buffy sebagai lesbian yang bukan jenis lesbian biasa.
Pemujaan terhadap para lelaki ini tidak mengecilkan novelis atau komikus lesbian seperti Alison Bechdell yang saya kagumi, misalnya. Alison yang menulis comic strip Dykes to Watch Out For juga membuat novel grafis semi-autobiografi berjudul Fun Home. Fun Home adalah sedikit dari novel grafis yang diterbitkan dalam bentuk hard cover dan menjadi buku pemenang Lambda Award dan menjadi buku laris Amazon tahun 2006.
Tulisan ini hanyalah segelintir contoh novel grafis yang kebetulan bisa saya baca, masih banyak komik/novel grafis hasil karya lelaki semacam ini yang menunggu untuk kita temukan. Meskipun memang keberadaan penulis lelaki ini tidak akan cukup memuaskan dahaga lesbian-lesbian, namun membaca karya lelaki-lelaki ini membuka wawasan yang berbeda, memperkaya diri, dan memberi kita kesempatan melihat dari luar konteks mata dan benak penulis lesbian semata.
@Alex, RahasiaBulan, 2008
5 comments:
'stranger in paradise' series,sempet aku ajuin jadi mas kawin Mithya kalo ngelamar aku.Hehehe
Tapi sampai sekarang kita belum sepakat siapa yang ngelamar siapa.hihihi.
Ga tau edisi berapa,ada covernya nya aku suka banget,yg gambarnya tetesan darah..mengingatkan aku pada PMI..:-D
Ga deng,gambarnya cuakep!
hueheheh... gambarnya cakep kok.
Ngomongin gambar cover yg ada tetesan darah jadi inget novel grafis 300 dan The Watchmen. Darah ceprot2 dah...
Kalo aku sih minta Y: The Last Man sama Lax buat hadiah ultah. Huehehe...
Wow, untuk beberapa paragraf pertama gue masih bisa bilang setuju..tapi untuk sisa paragraf berikutnya cukup jadi FMI (For My Information) aja. Soalnya bener-bener buta tentang graphic novel, hehe..bahkan cenderung ngga tertarik. Lushka tuh yang sepertinya suka.
Correct me if I'm wrong, tapi sebagian besar (atau semua?) gambar graphic novel terlalu realistic. Cuma masalah di pemanjaan mata gue aja sih, ngga ada hubungannya dengan isi cerita. Gue lebih cocok dengan gambar-gambar Marvel dan DC Comics atau komik Jepang daripada Graphic novels.
membicarakan Whedon, =D iya, gue setuju banget. Bagaimana cara dia menggambarkan hubungan Willow dan (..duh siapa namanya ya..gue cuma inget kennedy) itu keren banget. Haluuuuusss banget memperkenalkan sama penonton that they are actually lesbians. Sex scenes aja ngga perlu kok yang digembar gemborkan sama whedon.
BTW, ternyata postingannya ngga aneh kok. malah menyegarkan dan nambah info buat orang. =)
Hi Mit,
Bagus deh kalau bisa nambah info...:)
Nggak semua novel grafis gambarnya realistik kok. Kalo ada waktu ke Kinokuniya atau Times coba deh cari Sandman-nya Neil Gaiman. Sureal banget gambar2nya.
CMIIW, maksud kamu Marvel dan DC Comic yg masuk kategori "Semua Umur" ya? Aku nggak terlalu suka jenis cerita2 superhero spt itu.
Sebenarnya novel2 grafis yg kubahas ini, kecuali Buffy, adalah terbitan DC Comic, melalui salah satu imprintnya penerbit Vertigo. Terbitan Vertigo ini memang buku2nya khusus utk pembaca dewasa karena penggambarannya byk menunjukkan adegan kekerasan, seks, narkoba, dan topik2 ceritanya jg lbh kontroversial.
yep joss whedon emang keren dah..
oiya..couple-nya Willow n Tara..n mereka uda jadi couple legendaris. coba aja ketik willow tara di mas google,pasti banyak banget yang keluar.fan fiction-nya juga banyak dan gw salah satu pembacanya hehe
gw juga suka kalo konteks lesbian dilihat dari seorang lelaki, karena kadang mereka bisa berpikir sesuai dengan fantasi mereka,jadi ga melulu yang menguras emosi
maap kalo ga jelas gini..uda malem
-ARSY-
Post a Comment