Tadi pagi saya dan partner menonton preview film Twilight. Film ini baru beredar secara resmi di Indonesia tgl 2 Desember 2008, tapi yang fans berat bisa midnight show malam ini tanggal 29 November. Kalau saya sih, sudah kalap menunggu film ini sejak diputar di Amrik 21 November minggu lalu. Melihat bagaimana Bella dan Edward saling jatuh cinta membuat saya jadi luluh, lemas, dan konsentrasi penuh pada layar bioskop. Saya dan Lakhsmi terpaku pada layar dan nyaris tidak sempat komentar saking otak kami penuh banget dengan cintanya Bella dan Edward ini.
Oke, oke, mungkin masih ada yang tinggal di hutan belantara selama setahun terakhir jadi nggak tau saya ngomong apa. Twilight merupakan novel yang ditulis oleh Stephenie Meyer dan terbit pada tahun 2004, yang sejauh ini sudah dibuat tetralogi. Twilight, New Moon, Eclipse, Breaking Dawn. Ceritanya tentang remaja 16 tahun bernama Bella Swan yang jatuh cinta pada Edward Cullen. Masalahnya adalah Edward bukan manusia biasa, melainkan vampir.
Selama berbulan-bulan saya sudah merecoki semua orang dengan novel ini, tak terkecuali Lakhsmi. Hihihi... Sayang, kita tuh Edward dan Bella banget. Itu yang selalu saya katakan padanya. Kalau ada pertanyaan “Kenapa sih saya dan Lakhsmi masih bersama-sama sampai saat ini?” Baca aja Twilight dan kamu pasti ngerti. Nggak usah nunggu sampai 5 tahun pacaran untuk bisa menjawabnya... hahaha.
Balik ke filmnya. Film ini dibuat dengan bujet hanya 31 juta dolar untuk buku yang menghebohkan ini. Tidak banyak teknologi khusus seperti Harry Potter atau LOTR atau aktris-aktris ngetop sebagai pemerannya karena awalnya Twilight adalah film yang tidak dilirik perusahaan film raksasa. Saya suka sekali Kristen Stewart dan Robert Pattinson yang berperan sebagai Bella dan Edward. Ini merupakan lompatan karier terbesar bagi mereka berdua. Kristen Stewart pernah jadi anak perempuan Jodie Foster yang tomboi dalam The Panic Room. Sementara Robert Pattinson adalah Cedric Diggory dalam Harry Potter and the Goblet of Fire.
Kristen Stewart menampilkan Bella yang gelisah, kuper, dan bingung saat pertama kali harus pindah ke kota dan sekolah baru. Robert Pattinson juga sukses menjadi Edward oh Edward yang awalnya tampak tegang selalu dan makin lama makin santai dan rileks. Pertama kali lihat wajah Edward sih agak aneh gitu, tapi lama-lama saya sudah menganggap dia sebagai Edward beneran. Wuih, apalagi pas adegan di hutan.
Tokoh-tokoh vampir lain, terutama vampir perempuannya juga memiliki karakter kuar. Victoria, sang vampir jahat juga akan saya nantikan jika nanti film lanjutannya, New Moon, dibuat. Alice juga kelihatan cantik, Rosalie tampil dingin bagai es dan keduanya cocok banget dengan peran mereka.
Oke, tadinya saya agak ilfil dengan pemilihan Taylor Lautner sebagai Jacob, tapi tenyata pas di layar dia not bad kok. Apalagi pas adegan dia dipelototin sama Edward gara-gara Jacob berani “mendekati” Bella. Saya langsung berteriak, “Patahin! Patahin aja kakinya si Jacob...!” Hahaha, terpengaruh gituuuu... norak deh gue.
Selain filmnya yang setia pada novelnya, soundtrack filmnya juga keren bangeeet. Dan Robert Pattinson nyanyi dua lagu dalam soundtracknya. Pas adegan dansanya, waduh, saya hampir pingsan saking irinya dan langsung pegangin tangan Lakhsmi karena saya jatuh cinta sama Edward.
Film ini disutradari oleh sutradara perempuan Catherine Hardwicke dan ditulis skenarionya oleh Melissa Rosenberg. Produser film ini Summit Entertainment berhasil meraup untung besar dengan pemasukan box office 69,5 juta dollar pada minggu pertama pembukaannya. Melalui Twilight, dia menjadi sutradara perempuan dengan penghasilan box-office terbesar. Film ini langsung menggeser kedudukan Quantum of Solace yang cuma bertahan satu minggu di posisi pertama. Dan menyesalah eksekutif-eksekutif film yang kebanyakan lelaki berjas di Paramount Pictures, yang tadinya mau memutilasi habis-habisan cerita untuk film Twilight ini, namun ditentang oleh Stephenie Meyer, karena menurut mereka, “Siapa sih yang mau nonton film cewek abege yang jatuh cinta sama vampir?”
Maverick, perusahaan hiburan milik Madonna melihat potensi novel ini untuk menimbulkan histeria massa terbesar setelah Harry Potter dan memutuskan untuk membeli hak filmnya pada tahun 2004. Dan bisa dibilang inilah era kebangkitan perempuan dalam film Hollywood. Filmnya diangkat dari novelis perempuan, ditulis skenarionya oleh perempuan, disutradarai oleh perempuan, dieditori oleh perempuan. Bukunya sendiri sudah beredar sebanyak 25 juta eksemplar dan diterjemahkan ke 37 bahasa serta menimbulkan histeria bagi jutaan perempuan berusia 12-45 tahun. Mengutip kata Edward, "You can google it if you want."
Apa sih hebatnya Twilight? Apa yang membuat bahkan Barack Obama saja mengatakan bahwa dia juga ikut membacanya. Padahal ini cuma kisah cinta kacangan yang ditulis oleh ibu tiga anak dari Arizona Amerika Serikat, yang penganut agama Mormon yang taat pula. Beneran kok ceritanya roman nggak penting, tapi cara Stephenie Meyer menampilkan cinta yang sensual tanpa seks itulah yang membuat para pembaca tambah berdebar-debar, sampai menahan napas. Di filmnya, kobaran ini tidak sedahsyat dalam buku, namun tidak bisa dibilang gagal pula. Pas, tapi kurang. Kurang puas rasanya mendengar ungkapan-ungkapan cinta Edward pada Bella. Yah, yah, I'm a romantic fool.
Cinta. Patah hati. Kebaikan. Kejahatan. Manusia. Iblis. Itulah inti Twilight. Sebagai manusia kita akan terhubung dengan kejadian-kejadian dalam novel ini dengan komentar, “ya ampun ini gue banget ya!”
Siapa pun orang yang pernah jungkir-balik karena cinta, pasti akan ngerti buncahan perasaan Bella dan Edward dalam Twilight. Bagi yang pernah patah hati karena cinta, pasti akan langsung “kena” ketika baca New Moon. Bagi yang pernah merebut kembali pacarnya atau mencintai milik orang lain, pasti akan nyambung saat baca Eclipse. Terlebih lagi buat pembaca perempuan, ditambah bumbu cinta terlarang, hm, makin klop kan untuk pembaca lesbian?
Meskipun “terlahir” sebagai predator paling berbahaya di muka bumi, Edward dan keluarganya tidak berburu darah manusia, mereka hidup dengan darah binatang. Yang kalau diibaratkan, mereka adalah keluarga vegetarian. Dan mereka harus banyak melakukan kontrol diri untuk bisa menahan nafsu monster dalam diri mereka. Sama seperti manusia. Saat sudah punya pasangan, begitu besar kendali yang harus kita terapkan bagi diri kita kalau kita tidak mau “membunuh” pasangan kita. “Control your thrist.” Begitu banyak makanan di luar sana yang memohon untuk dicicipi, tapi pada akhirnya yang membedakan kita dari monster adalah kemampuan kita mengendalikan diri.
Eniwei, film sepanjang 121 menit ini bergerak dengan lambat di saat adegan roman dan bergerak cepat di saat adegan-adegan aksi. Jika kamu fans novel Twilight, film ini jelas kudu ditonton! Filmnya setia dengan buku. Bodo amat deh kalau ada komentar jelek tentang film ini... tapi buat saya, ini film yang berhasil mengangkat buku ke film dengan baik. Sampai saat ini otak saya masih dipenuhi wajah Edward. Ampun deh.
@Alex, RahasiaBulan, 2008
Tulisan Lakhsmi tentang Twilight,
http://treeofheart.blogspot.com/2008/11/twilight.html
Twilight: Film Dari dan Untuk Perempuan, dan Untuk Lesbian Juga
*Peringatan: Membaca tulisan ini dapat menyebabkan mual, diabetes, dan gangguan pencernaan.
“Kamu di mana?”
“Di jalan,” jawab saya.
“Kok sepi?”
“Iya, lagi sepi,” jawab saya asal.
“Kalau di jalan kok nggak ada suara kendaraan? Bahkan suara angin aja nggak ada?”
“Aduh, udah ya, aku di jalan nih.”
“Kamu nggak di jalan nih, terlalu sepi.” Lakhsmi berkeras. “Kamu lagi sama siapa sih?”
“Udah ya, lagi di jalaaaan nih, Cay...”
“Yasud.”
Mengenal partner, saya tahu dia masih belum puas mendengar jawaban saya, secara saya memang belum di jalan karena saya sebenarnya masih di parkiran motor. Tapi karena saya sudah pamit pulang sejak sepuluh menit sebelumnya, saya malas menjelaskan kenapa saya masih nyangkut di parkiran dan belum di jalan juga. Saya malas menerangkan bahwa saya mesti mengambil bungkusan bakso dari rekan kerja saya dan mesti berbasa-basi sejenak dulu dengan pemberi bakso itu.
Pemikiran bahwa saya akan lebih cepat jalan dengan bilang saya sudah di jalan dan tak perlu menjelaskan perihal bakso tersebut ternyata salah besar. Hahahaha....
Lima belas menit kemudian hape saya bergetar lagi. Kali ini saya sungguhan sudah di jalan. Sebelum Lakhsmi mengucapkan Halo, saya sudah menjawab, “Udah mau masuk parkiran nih.”
“Aku jemput kamu nih. Udah di depan apartemen.”
“Hah?”
“Iya, buruan!”
Ampun deh! Saya buru-buru memarkir motor dan bergegas masuk. Melihat wajahnya yang nyengir nakal, saya langsung ketawa ngakak, “Cay, kamu tuh yaa... pasti mikir macam-macam, ngira aku bawa cewek ya di kamar sampai dijemput segala.”
“Iya, soalnya tadi tuh sepi banget. Aku nggak percaya kamu di jalan. Latar belakang suara kamu terlalu hening, seperti lagi di kamar.”
“Hahaha, untung kamu tadi papasan sama aku lengkap dengan jaket dan helm tukang ojekku yang nggak keren banget itu, sambil nenteng tas kerja.”
Saya pun kemudian menjelaskan perihal bakso dan blablabla, seperti yang sudah saya tulis di atas.
“Cay, you’re adorable when you’re jealous. Cemburuan kamu yang kali ini lucu cute gitu.”
“Menyebalkan!”
“Aku tuh cuma sama kamu, beb. Nggak ada cewek lain. Buat tidur aja, aku nggak ada waktu, apalagi buat selingkuh. Capek, Cay. Kamu tahu akulah, aku nggak bakal hidup tenang kalau selingkuh. Bisa-bisa aku kena stroke lalu mati.”
Tanpa dinyana, Lakhsmi berkata, “Sayang, aku bisa mati tanpa kamu.”
“Ouch, babe, kamu tuh hidupku. Dan aku nggak bakal bisa hidup dalam dunia tanpa kamu."
“Aku cinta kamu, Say. Dan plis kamu jangan mati. Kalau kamu mati, aku juga mati, Kasihan anak-anak.”
“Beb, aku nggak akan pergi ke mana-mana. You're stuck with me. Forever.”
"Stuck like a glue."
Kalau udah kayak gini ya, bawaannya mau peluk-pelukan dan cium-ciuman selama-lamanya deh. Hehehe...
"Kamu tau nggak sih, Cay? Jatuh cinta tuh hal yang mudah. Kamu dan aku pasti tahu benar hal itu. Tapi cinta nggak pernah cukup buat menjadikan dua manusia bisa bersama. Yang kita punya lebih dari itu. Ada ikatan di antara kita yang tidak bisa dihancurkan oleh jarak, waktu, atau orang ketiga. Kayak Edward dan Bella gitu deh, babe.”
“Mulai deh kamu ngutip-ngutip si Edward...”
“Sayang, kamu tahu nggak sih seberapa pentingnya kamu buat aku? Bisa nggak kamu membayangkan sebesar apa cintaku padaku? Kamu tuh hidupku, dan jika ada selamanya di dunia ini, aku berjanji untuk mencintaimu setiap hari untuk selamanya.”
"Cintai aku seperti Edward mencintai Bella?"
"Selalu. Selamanya..."
Hihihi, Lakhsmi bisa muntah darah sebentar lagi kalau saya lanjut tentang obsesi saya terhadap Mas Edward dan Dik Bella dalam Twilight Saga. Dan jika kamu tidak tahu apa sih Twilight ini, mungkin selama tiga bulan terakhir kamu hidup di kerak bumi.
Tapi, babe, kalau nggak ngutip tuh buku nggak sah nih tulisan kali ini. Aku ngutip Eclipse ya... “Jikalau yang lain-lain lenyap, tapi kau tetap ada, aku akan tetap ada; namun jikalau yang lain-lain bertahan, tapi kau lenyap, jagat raya akan berubah menjadi tempat yang asing. Dan aku tahu tanpa siapa aku takkan bisa hidup.”
@Alex, RahasiaBulan, 2008
PS: Cay, tolong jangan kepret aku pake sarung kamu itu ya sehabis baca ini, mwuah. Iya, iya, tulisannya memuakkan, kayak makan dua loyang martabak manis sekaligus... hihihi.
Film: My Blueberry Nights - Malam-Malam Sunyi Manusia Soliter
Bagaimana kau melanjutkan hidup setelah hatimu hancur dan hidupmu tak keruan setelah orang yang kaucintai pergi dari hidupmu?
Sebagian orang mengucapkan selamat tinggal dan melanjutkan hidup, sebagian lagi memilih bertahan dan menunggu.
Elizabeth (Norah Jones) adalah perempuan yang patah hati dan memutuskan untuk menunggu kekasihnya kembali. Dia menitipkan kunci apartemennya pada Jeremy (Jude Law) pemilik kafe yang tinggal di seberang apartemennya, seandainya kekasihnya memutuskan untuk kembali dia bisa mengambil kunci itu pada Jeremy.
Dan Elizabeth pun menunggu. Bersama Jeremy. Dalam malam-malam yang diisi dengan obrolan dan pie blueberry. Kenapa pie blueberry? Karena itulah jenis pie yang nyaris tidak pernah dipesan pelanggan kafe. Tapi Jeremy tetap membuat pie itu, untuk jaga-jaga kalau saja ada yang memesannya. Jeremy bercerita tentang kunci-kunci yang dititipkan padanya, dan ditaruh dalam mangkuk. Tidak berbeda dengan Elizabeth, Jeremy pun salah satu dari manusia soliter yang menunggu cintanya kembali. Mereka adalah manusia-manusia ngeyel yang keras kepala dalam romantisme penantian cinta tanpa akhir. Sesungguhnya hanya perlu “closure” untuk membuat mereka bangun dari kenyamanan semu itu, sebagaimana yang diperoleh Jeremy pada pertengahan film dan Elizabeth pada akhir film.
Sebagaimana film-film karya sutradara Wong Kar Wai lainnya, My Blueberry Nights bercerita tentang manusia-manusia soliter. Manusia-manusia yang nyaman dengan kesendirian mereka, namun tetap membutuhkan manusia lain untuk tetap hidup. Manusia-manusia yang bisa melewati hidup sendirian, namun tanpa suara menjerit lantang, “Jangan tinggalkan aku. Aku tidak mau sendirian.”
Seperti yang ditampilkan sutradara asal Hong Kong ini dalam Chungking Express dan In the Mood for Love, Wong Kar Wai bermain dengan bahasa warna visual (ungu dalam film ini) dan soundtrack/music score yang pas. Meskipun tidak sedahsyat film-filmnya yang berbahasa mandarin, My Blueberry Nights adalah film pertama berbahasa Inggris karya Wong Kar Wai yang diputar dalam pembukaan Cannes Film Festival ke-60 tahun 2008. Oya, ini bukan film lesbian, tapi tokoh-tokoh utama dalam film ini dikuasai oleh tiga perempuan. Norah Jones, Rachel Weisz, dan Natalie Portman. Dan ketiganya menampilkan akting terbaik mereka meskipun tidak fenomenal amat. Ini adalah film perempuan banget, dan tidak rugi melihat tiga perempuan cantik ini adu akting.
Film-film Wong Kar Wai selalu memiliki arti personal buat saya. Secara pribadi saya selalu jatuh cinta pada film-filmnya. Pada manusia-manusia yang ditampilkan dalam film-filmnya. Pada kesepian. Pada malam hari. Pada kesunyian. Saya kadang-kadang menganggap diri saya seperti makhluk soliter ciptaan Wong Kar Wai. Ada bagian diri saya yang mengisi malam dan sunyi. Malam-malam insomnia yang membuat saya tidak bisa tidur sebelum lewat tengah malam. Namun lebih seringnya, ada kenyamanan tidur bersama pasangan yang bisa memberikan pemenuhan bagi diri kita sedemikan rupa. Saya rasa penyerahan diri tertinggi pada orang yang kita cintai adalah ketika kita memiliki rasa nyaman bersama pasangan, yang salah satunya adalah saat kita bisa tidur rileks di sampingnya.
Kembali ke Elizabeth yang kemudian memutuskan untuk pergi meninggalkan New York, karena menunggu kekasihnya terlalu menyakitkan dan dia tak sanggup mengucapkan selamat tinggal. Satu-satunya cara adalah pergi dengan membawa luka. "How do you say goodbye to someone you can't imagine living without?
Elizabeth sampai ke Memphis dan bekerja sebagai pelayan bar. Di sana dia bertemu dengan polisi alkoholik yang masih menunggu cinta istrinya, sementara sang istri sudah bersama entah berapa banyak lelaki. Sementara sang istri (Rachel Weisz) kepingin suaminya berhenti mencintainya begitu dalam, berhenti menunggu, dan melepaskannya. Dalam film ini Rachel Weisz tampil teramat seksi dengan gaun ketat dan rambut acak-acakan. Dan di antara tiga perempuan dalam My Blueberry Nights, she's the Wow!
Dari Memphis, Elizabeth melanjutkan perjalanan ke Nevada dan bertemu dengan Leslie (Natalie Portman). Karena kalah judi, Leslie minta diantar oleh Elizabeth ke Texas. Bersama Leslie, Elizabeth belajar bahwa sudah saatnya dia menghargai apa yang dia miliki, bukannya berpegangan pada keinginan untuk menunggu.
Selain menjadi pemeran utama, Norah Jones juga mengisi soundtrack film ini. Suaranya yang renyah mendayu sangat pas untuk film ini. New York malam hari. Dua manusia soliter bertemu dan saling mengisi. Perjalanan hingga Memphis lalu Nevada juga perjalanan soliter yang harus ditempuh oleh Elizabeth untuk berhenti menunggu, belajar mengucapkan selamat tinggal, dan melanjutkan hidup.
Saat kau tidak bisa melepaskan, kau tidak bisa melanjutkan hidupmu. Seberapapun “bahagia”nya kau menunggu, hidupmu tak berlanjut. Kau hanya berputar-putar dalam lingkaran bahagia semu dalam hidup solitermu. Itulah inti My Blueberry Nights. Endingnya pun sebenarnya tidak sulit ditebak. Setelah menghabiskan hidup hampir setahun dalam perjalanan menjauh dari rasa sakitnya, Elizabeth pulang, dan menyeberangi jalan dari apartemennya menuju ke tempat di mana kunci-kunci dalam mangkuk itu tidak pernah diambil oleh orang yang diharapkan. Ke kafe tempatnya menghabiskan malam-malam Blueberry-nya bersama Jeremy.
@Alex, RahasiaBulan, 2008
"Sometimes one creates a dynamic impression by saying something,
and sometimes one creates as significant an impression by remaining silent." (Dalai Lama)
Katakan padaku seperti apa suara kebenaran itu? Apakah suaranya itu bergaung lantang, membahana hingga ke pelosok desa? Ataukah suara kebenaran itu hanya bisa didengarkan melalui keheningan?
Suara kebenaran yang dilantunkan seseorang, dinyanyikan ceria oleh pendengar lain, menyebar ke seantero negeri. Diaransemen berulang-ulang sesuai mood si penyanyi, dibuat karaokenya, dipancarkan oleh anak-anak pengamen jalanan. Semua orang senang mendendangkannya setiap hari, seperti lagu-lagu dari radio yang membahana didengar kala perlu dimatikan saat membosankan.
Ada pula suara kebenaran lain yang disimpan dalam keheningan. Diperam dan meresap melalui sunya meditasi. Yang kemudian bergema dalam lantunan tanpa kata-kata, merasuk ke dalam benak mereka yang mau mendengarkan. Gema itu memantul, lalu menyebar ke dinding sukma, mengalir dalam darah.
Biarlah suara-suara sumbang, tuduhan, pengkhianatan versi XP, gosip paling pas, komentar-komentar sahih berseliweran dalam oksigen yang dihirup bersama-sama dengan riang gembira. Oksigen, untuk kebutuhan hidup. Oksigen, untuk mempertahankan diri. Oksigen, untuk yang lain-lain.
Biarlah semua orang mempercayai kebenarannya masing-masing. Apa pun yang kulakukan, pilihan apa pun yang kuambil, aku tetap salah, kau yang (tampak) benar - tanpa definisi yang jelas arti kebenaran itu.
Percuma, kan? Dan mungkin,
“Silence is sometimes the best answer" (Dalai Lama)
@Alex, RahasiaBulan, 2008
Air menetes satu-satu. Awalnya perlahan. Tapi aku tahu beberapa detik kemudian tetesan air ini akan berubah menjadi duri-duri yang melesat bak panah dari langit. Kutarik tangannya. “Ayo, cepetan!” Dia pun bergegas mengikuti langkahku. Tangannya menutupi kepala seakan hal itu bisa menolongnya dari sergapan air.
“Sedikit lagi sampai, kalau kita lari, kita mungkin keburu sampai ke apartemen.”
Terlambat, hujan keburu mengguyurkan bah ketika jarak apartemen hanya tinggal selemparan lembing. Tanganku ditariknya ke depan toko yang sudah tutup. Dia bersandar di depan pintu toko, aku otomatis berdiri di hadapannya. Tubuh kami berdua terlindung dari terpaan hujan. Hanya ada cahaya kuning dari lampu bohlam di atas kepala kami, tapi aku bisa melihat wajahnya yang basah. Kuseka pipinya dengan jemariku, “Apakah ini hujan atau air mata di pipimu?”
Dia mendongak, tak menjawab. Tangannya meraih kepalaku. Bibir kami mendekat. Kurasakan bibirnya yang dingin tanpa lipstik, bergetar beradu dengan bibirku. Ciuman sepasang kekasih yang malu-malu seperti kupu-kupu menghinggapi bunga. Ciuman penuh belitan yang mampu menahan waktu. “Bercintalah denganku,” katanya. Dan aku pun menciumnya lagi. Ciuman sepasang kekasih yang sudah saling mengenal bentuk dan rasa selama bertahun-tahun.
“Ide siapa tidak membawa payung?”
“Kamu tahu apa arti payung buatku.”
“Benda milikmu yang paling sakral. Selevel dengan kitab suci.”
“Hujannya nggak deras-deras amat kok.”
Dan jadilah kami berlari menembus hujan, melintasi genangan air, menyeberangi jalan penuh mobil. Bergandengan tangan.
Kami seperti sepasang kucing yang kecebur got, melintasi satpam yang kebingungan melihat betapa tidak kerennya kami mencipratkan air di mana-mana. Terkikik, kami masuk ke lift dan memencet tombol 23. Bergegas kami masuk ke apartemen, melepaskan pakaian kami yang basah, lalu menuju kamar mandi. Berdua. Siraman shower yang hangat begitu nikmat menghajar tubuh kami yang menggigil. “Bibir kamu biru.” Lalu kukecup bibirnya lagi, lagi, dan lagi.
“Aku nggak pernah menangis, babe.”
“Yes, you did. Kamu menangis saat kamu menyakitiku.”
Dan kali ini dia duluan menciumku. Lama dan dalam. Tidak ada air mata.
Kami hanya menyeka tubuh seadanya. “Dingin banget nih. Matiin AC-nya.”
“Ini udah mati, babe.”
“Masuk ke dalam selimut aja.”
“Kata di buku...”
“Shut up, babe, jangan ngomong buku itu lagi, kita udah telanjang nih.”
“Berbagi panas tubuh...”
Kami tertawa terbahak-bahak, mengingat isi buku itu.
Kami bercinta seperti dua manusia yang pulang setelah bertahun-tahun tersesat di hutan. Tidak ada malu, tidak ada sungkan, tidak ada ragu. Segala sentuhannya begitu alami, begitu nyata, begitu familier.
“Untuk satu malam ini, bisakah kita melupakan segalanya selain hanya kita berdua? Rasanya tidak pernah ada waktu yang cukup seperti itu. I need to be with you. Just you,” bisikku.
“Babe, kamu harusnya tahu dunia di luar sana tidak menarik bagiku, tanpa kamu.”
“Cintai aku seakan hari esok tak pernah ada lagi,” bisiknya.
“I love you. I have always loved you, and I will always love you.”
Kurasakan tubuhnya bergerak dalam pelukanku. Kulepaskan dia, tanganku seakan mati rasa tertindih kepalanya. Lamat-lamat kubuka mataku. Jendela di luar masih basah oleh hujan. Hanya rintik-rintik kecil. Matahari pagi malu-malu menyapa di balik awan.
“Jam berapa, babe?”
“Nggak tahu.”
“Aku paling suka pagi-pagi seperti ini. Terbangun dalam pelukan kamu.”
Dia bergerak, menelikungkan tubuhnya sehingga berhadapan denganku.”Mulut kamu bau, babe.”
“Kamu juga.” Tapi tak menghalangi kami untuk berciuman.
Dia bangun dari ranjang. Tubuhnya yang telanjang berjalan menuju jendela. “You look... sexy,” kataku memandangnya. “Dan kurasa lima ratus orang dari apartemen seberang sana juga menganggap kamu sexy.”
“Hahaha, aku selalu suka memandang hujan dari jendela apartemen. Memandangi orang-orang yang bergerak di bawah.”
“Ya, dan orang-orang juga senang memandangimu dari jendela.”
Aku bangun melangkah ke arahnya, memeluknya dari belakang. Ikut memandangi rintik hujan yang menghantam sosok-sosok mungil berpayung di bawah sana. Kukecup bahunya dan kupeluk dia erat-erat. Dia masih memandang ke bawah ketika aku beranjak darinya. “Nih, pakai kemejaku, babe.” Kulemparkan kemeja pink milikku yang tersampir di kursi.
Aku mengambil sweter hijau dari lemari, berjalan menuju pantry, dan kembali dengan secangkir kopi. Dia sudah mengenakan kemejaku dan celana pendek, duduk di depan laptopnya, mengetik entah apa di sana. Matanya sesekali menerawang ke jendela. She's in one of her mood.
Aku duduk di ranjang, menaruh kopi di meja samping. Mengambil novel yang belum habis kubaca. Dan aku memulai pagiku dengan melanjutkan bacaan yang tertinggal. I'm in one of my mood too.
Hening. Hanya ada suara ketukan keyboard dan gesekan kertas dibalik. Sesekali ada suara kursi berdenyit dan cangkir kopi yang diletakkan kembali di meja. Sementara di luar hujan mengalir malas di jendela.
@Alex, RahasiaBulan, 2008
PS: Dear Lakhsmi, hujan mengingatkan aku pada kota yang romantis, tempat kita mengikat janji kita. Hujan mengingatkanku pada teriakan anak-anak yang gembira, pada parkiran Blitz Megaplex, pada romantisme tanpa henpon atau laptop. Kau pernah memberiku Pagi dan Malam Kegelapan Total. Kali ini kupersembahkan Hujan untukmu.
Oleh: Alex
Kemajuan teknologi membuat manusia merasa harus terus terkoneksi. Teknologi yang berubah demikian cepat membuat kita terkadang lelah harus berkejaran dengan kecepatan perubahan. Dan bagaimanapun, kita selalu kalah mengejar kecepatannya.
Saat kita bisa santai, kita merasa berdosa karena merasa terlalu egois, padahal kita harus stay connected demi teman-teman maya kita. Kita jadi manusia kesepian yang mencari dan terus mencari kebahagiaan di luar diri kita sendiri. Kita menarik siapa pun yang ada di dunia maya, berpikir bahwa maya itu bisa jadi realitas dan realitas adalah kenyataan yang bisa kita tunda kapan saja. Sahabat, kekasihmu, atau korban tepe-tepemu hidup di dalam laptop dan handphone.
Orang yang ada di depan mata kadang-kadang kita abaikan karena kita sering berpikiran, “Ah dia selalu ada.” Tapi yang jauh dan maya selalu kita cari-cari karena mereka tidak selalu ada dan karena ke-maya-an mereka itu, kita jadi merasa terus-menerus haus ingin “menyentuh”nya. SMS/MMS/YM/telepon yang masuk mengingatkan otak kita bahwa “Hai, aku di sini. Please stay connected with me.”
Kita jadi takut kehilangan tali koneksi yang rapuh itu. Rayuan, cinta, dan pemujaan lewat dunia maya terasa samar namun jiwa egois kita tidak mau kehilangan semua itu. Ibarat menggenggam udara. Kita terus berpegangan pada dunia semu yang rapuh karena takut kehilangan. “Masih ingat janjimu untuk mencintaiku selamanya?” Berapa lama selamanya dalam kemayaan? Seperti apa bentuk cinta yang semu? Saat dia jauh, kau berusaha menggapai-gapainya, menariknya kembali. Cukup dengan satu pesan pendek. SMS/YM/E-mail. “Masihkah ada aku dalam hatimu?”
Padahal perasaan itu perasaan yang semu. Ilusi. Yang mati-matian kita pertahankan karena kita takut kesepian. Kita mencari dan terus mencari sahabat, kekasih, atau siapa pun yang bisa kita pegang. Apalagi dalam dunia lesbian, yang konon mencari pacar sangatlah sulit. Kau berpegangan pada seseorang mati-matian. Terkadang, walaupun maya, kaupuaskan dirimu dalam kemayaan itu. Dan di antara itu ada manusia-manusia yang cuma berani di dunia maya tapi gentar menghadapi kerasnya kenyataan hidup. Ibarat burung onta memilih menyerudukkan kepalanya di pasir. Di dalam pasir dia berteriak, "Jangan tinggalkan aku ya. Aku takut tidak punya siapa-siapa."
Kita tidak perlu bertemu secara fisik, selama aku bisa curhat denganmu, menceritakan hari-hariku padamu, mengirimimu SMS, meneleponmu di saat senggang. Setelah telepon dimatikan, setelah SMS/YM berakhir lalu apa? Kamu tetap merasa haus, ibarat dahaga yang dituntaskan dengan air laut. Ada “it” yang hilang, yang tidak bisa tergantikan. Dan saat kau pulang ke dunia realitasmu di ujung waktu, kau baru sadar bahwa kau sudah mengenyahkan banyak orang untuk memegang “kesemuan” itu.
Makin lama kau merasa dirimu kosong. Hampa, walaupun kau berusaha menarik sebanyak mungkin udara ke paru-parumu. Semakin banyak kau menarik udara, kau tidak merasa penuh, tapi kau melayang. Dan itu makin membuatmu takut. Takut akan kehilangan kontrol diri dan jejakanmu di bumi. Rasanya gamang dan menakutkan.
Kita takut kehilangan rasa semu yang kita terima dari orang-orang di dunia maya. Kita ingin berpegangan dengan rasa itu tak peduli konsekuensinya. Kita menyimpan rasa itu dalam ruang kosong seperti kita menyimpan barang di gudang. Disimpan dulu, yang penting ada di gudang, dan bisa kita pakai kapan saja kita mau. Hingga lama kelamaan barang tersebut akan berdebu dan berubah fungsi menjadi sampah gudang dengan sendirinya.
Stay connected. Seharusnya teknologi membuat manusia terkoneksi, membuat manusia makin punya waktu untuk orang-orang yang disayanginya. Tetapi kenapa banyak manusia jadi makin kesepian?
@Alex, RahasiaBulan, 2008
Sudah tahu kan saya penggemar sinetron? Menurut saya sinetron adalah tontonan hiburan yang paling pas buat penonton Indonesia, selain acara lagu-lagu gitu deh. Biasanya saya mengobrol tentang sinetron seru dan asyik ini dengan tante, rekan kerja, atau pembantu saya, tapi kali ini saya ingin sharing di blog. Menurut sata sinetron sebenarnya ada yang bagus-bagus kok, dan FTV di TransTV hari Kamis malam juga oke. Hehehe, promosi dikit boleh dong :)
Tadi malam saya nonton sinetron Khanza, itu lho yang diputar tiap hari di RCTI jam 20.30. Sehabis Sekar dan sebelum Yasmin, dan bareng jam tayangnya dengan Cinta Fitri 3. Huehehe, hafal banget yak. Khanza ini termasuk sinetron favorit saya setelah terbosan-bosan melihat Aqsa dan Madina yang entah kapan selesainya, plis deh bulan puasa udah lewat bentar lagi bulan haji.
Eniwei, jadi semalam si Khanza (Velove Vexia) ceritanya hamil tapi tidak tinggal sama suaminya, Nino (Jonas Rivanno). Jangan tanya saya kenapa dia bisa hamil padahal sebelumnya Nino punya istri Cilla (Alexandra Gotardo). Karena tiga hari saya nggak nonton, saya nggak tau deh kenapa Khanza akhirnya tinggal sama Cilla, dan Nino balik lagi tinggal sama bapak emaknya.
Cilla tadinya jahat, tapi pas tahu Khanza umurnya nggak lama lagi karena kanker otak atau apalah jadi baik banget sama Khanza. Dia bahkan nggak mau balik lagi sama Nino dan mutusin tinggal sama Khanza. Khanza juga karena nggak mau membuat Nino sedih memutuskan untuk menyembunyikan rahasia sakitnya dari Nino dan nggak mau tinggal bareng suaminya itu. Jadilah dua perempuan ini akrab dan tinggal bareng.
Jadi ada adegan lucu nih, yang subteks lesbiannya keras banget. Pas pemeriksaan kehamilan, di depan bu dokter Khanza menyuruh Cilla merasakan bayi dalam perutnya, “Karena bagaimanapun kamu akan jadi ibunya juga,” demikian kata Khanza pada Cilla. Lalu mereka tertawa bahagia sambil tangan Cilla memegang perut Khanza.
Adegan selanjutnya adalah adegan di toko pakaian bayi, ketika Khanza dan Cilla melihat-lihat baju untuk bayi “mereka”. So sweet deh, aduh, gimana ya adegannya, hm mesra gitu deh. Lalu di rumah pun Cilla khusus memasakkan makanan buat Khanza. Bukan adegan makan mewah dengan meja penuh makanan yang lengkap dengan jus jeruk dan lilin ya. Tapi makanan sederhana, secara Cilla cuma bisa masak fetucine dan spageti gitu. Jadi makanan yang disajikan pun makanan sepinggan. Ya ampyun, nggak pernah tuh nonton sinetron yang adegannya subteks banget. Huehehe.
Adegan-adegan dalam tayangan malam tadi jelas dibuat dengan sengaja menampilkan subteks lesbian secara halus. Penonton awam tidak akan merasakannya, tapi penonton lesbian akan berpikir, "Eits, apa nih?" Subteks ini bukan berarti Khanza dan Cilla sebenarnya punya perasaan satu sama lain dan akan dijadikan pasangan pada tayangan berikutnya. Tentu tidak. Tapi lebih berupa arti terselubung yang hanya bisa dilihat oleh mata tertentu yang paham dengan arti tersebut.
Yah, cuma mau sharing nggak penting sebenarnya, hehehe... Selamat menonton sinetron. Saya mau lanjut ke FTV di SCTV yang lucu nih. Cowoknya geblek dan gokil dengan akting alami, hahaha.
@Alex, RahasiaBulan, 2008
Oleh: Alex
Apa yang kaulakukan jika kau sudah menikah, memiliki tiga anak, dan jatuh cinta pertama kalinya dengan perempuan?
Alice Jordan memiliki kehidupan yang sempurna. Rumah idaman di pedesaan yang baru dibelikan oleh suaminya, Martin. Tiga anak yang melengkapi hidup berkeluarganya. Dan suami setia dan pekerja keras yang tak menuntut macam-macam darinya.
Akan tetapi, Alice tidak bisa menghilangkan perasaan depresinya. Perasaan bahwa dia menjalani hidup selama 31 tahun sambil “tidur”. Niatnya untuk meneruskan hobi melukis di rumah baru yang dinamai The Grey House di desa Pitcombe, Inggris, ternyata membuat Alice makin tertekan. Setelah melahirkan anak ketiganya, Charlie, Alice mandek dan tidak bisa melukis lagi.
Selama sepuluh tahun perkawinannya Alice Jordan tidak pernah merasakan gejolak perasaan yang membuncah terhadap suaminya, Martin. Dia bertemu dengan Martin pada awal usia dua puluhan, menikah karena jatuh cinta pada kebaikan Martin dan menyayangi ibu mertuanya yang memiliki taman indah idamannya. Tahun berlalu, kemudian Alice hamil anak pertama, Natasha, dilanjutkan dengan anak kedua, James, dan anak ketiganya, Charlie dalam masa sepuluh tahun. Namun selama itu Alice tidak pernah menjalani hidup sehidup-hidupnya.
Hingga akhirnya Alice bertemu dengan Clodagh Unwin, putri bungsu bangsawan di desa itu. Clodagh yang baru tiba dari New York adalah perempuan ugal-ugalan manja tipikal gadis kaya yang biasa mendapatkan apa yang dia mau. Menurut gosip yang beredar di desa, Clodagh pulang ke desa membawa patah hati dari New York. Namun yang tidak diketahui oleh semua orang adalah, Clodagh meninggalkan kekasih perempuannya di New York karena tidak tahan hidup bersamanya. Clodagh kemudian jatuh cinta pada Alice dan tanpa malu-malu masuk ke dalam hidup Alice dan menjadi bagian dari The Grey House. Kehadiran Clodagh pada awalnya memberikan warna dan kesegaran bagi hidup Alice yang tanpa warna. Anak-anak Alice pun jatuh sayang pada Clodagh yang mahir masak dan selalu menemani mereka sepanjang hari.
Alur cerita novel ini berjalan lambat, sesuai dengan karakter Alice yang lambat dan plegmatis melankolis. Baru pada halaman 100 dari novel setebal 270 halaman, Alice menemukan diri Clodagh yang sesungguhnya. Pada diri Clodagh, Alice menemukan dirinya sendiri yang lama mati suri. Bersama Clodagh pula, Alice menemukan arti kebahagiaan yang tak pernah ia kenal sebelumnya.
“What Clodagh has given me has enriched me. It hasn’t impoverished anything about me... It’s grown me up. It’s enabled me to love everyone else in my life properly, and as far as I can see only another woman would do for that instructive kind of love because only another woman could see I needed it and could understand about children and self and the permanent balancing act of motherhood and self.” (hal 238)
Novel ini diterbitkan pada tahun 1989, dan bersetting di pedesaan Inggris pada akhir tahun 1970-an hingga 1980-an. Jadi bisa dibayangkan bagaimana kisah ini sangat “kampung Inggris”. Dan membaca judulnya saja, kita tahu bahwa affair Alice dan Clodagh pada akhirnya tercium dan berada di kampung membuat gosip yang beredar di pedesaan bisa menghancurkan keluarga. Dan pada akhirnya pilihan harus dibuat. Pilihan-pilihan yang jika dibaca dua puluh tahun sejak novel ini pertama kali terbit tampak "sesuai" sebagai keputusan dan pilihan era tahun 1980-an di desa.
Joanna Trollope, sang penulis novel ini, sudah menulis novel selama lebih dari 30 tahun. Berbagai penghargaan dan pujian telah diterimanya. Pada tahun 1996, dia memperoleh penghargaan OBE atas sumbangsihnya pada dunia sastra dari Ratu Ingrgis. Dia juga aktif dalam berbagai kegiatan sosial. Lahir pada tahun 1943, Joanna Trollope masih menulis hingga sekarang. Dia menikah dua kali dan kini tinggal sendiri di London, dia memiliki dua anak perempuan dan dua anak tiri serta beberapa cucu.
Untuk kesekian kalinya Joanna Trollope menempatkan tokohnya dalam dilema Keinginan diri sendiri versus Tanggung jawab terhadap orang yang disayangi, sebagaimana yang terdapat dalam novel Trollope yang lain, Marrying the Mistress yang telah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia. Dan pada akhirnya pilihan yang harus diambil oleh Alice juga dihadapkan pada dilema semacam itu.
Novel ini sudah diangkat ke layar televisi pada tahun 1994. Membandingkan novelnya dengan film, jelas dua hal yang berbeda. Novelnya jauh lebih kaya menampilkan pribadi sosok Alice hingga menjadi dirinya yang lesbian. Filmnya sendiri jauh lebih membosankan dibanding bukunya. Tapi paling tidak dalam novel, Joanna Trollope bisa menunjukkan perubahan karakter dan emosi Alice Jordan dari hanya sekadar ibu rumah tangga lemah hingga menjadi perempuan mandiri dengan segala konsekuensi keputusan yang harus diambilnya.
@Alex, RahasiaBulan, 2008
Sejak kecil kita sudah dicekoki dengan beragam kisah dongeng putri dan pangeran yang bertemu lalu jatuh cinta kemudian hidup bahagia selamanya. Belum lagi dongeng-dongeng lain tentang cinta tiada tara dan kesempurnaan kesetiaan. Indah, bukan? Dongeng ini tidak hanya untuk perempuan hetero, banyak lesbian juga memiliki impian ala Cinderella. Belakangan ini saat menjelajahi dunia maya lesbian, saya jadi gatal kepingin mengintrepretasikan kembali dongeng ini dan menabrakkannya dalam dunia lesbian. Otak saya mulai bertanya, "Bagaimana jika?"
Bagaimana jika sang Cinderella itu sebenarnya perempuan pemalas yang miskin dan kerjanya hanya mejeng di depan pintu menunggu pangeran, eh, putri cantik lewat. Setelah putri cantik dan tajir itu lewat si Cinderella sengaja melakukan tepe-tepe dan melancarkan segala rayuannya untuk memancing sang putri agar mau memacarinya. Oh, jangan salah, setelah berhasil memacari sang putri, si Cinderella menganggapnya sebagai kesuksesan luar biasa dan tidak pernah lupa mengingatkan semua orang bahwa walaupun dia cuma perempuan miskin dan tidak ada apa-apanya, dia bisa mendapat putri hebat dan kaya raya.
Bagaimana jika Snow White sebenarnya perempuan paling menjengkelkan seistana, tiap hari dia hanya sibuk bercermin sambil mengaku-ngaku betapa cantik dan sempurna dirinya dan tanpa henti mengingatkan semua orang bahwa dirinya cantik, cantik, dan luar biasa cantik. Hingga suatu hari ibunya kesal dan memutuskan untuk mendepaknya ke hutan. Lalu di sana Snow White sengaja diracuni para kurcaci supaya dia bisa diam. Karena setelah di hutan pun dia ternyata masih narsis dan curhat tak kenal henti dengan tujuh kurcaci hingga mereka sakit telinga mendengarnya.
Bagaimana jika Sleeping Beauty hanyalah perempuan kesepian yang tinggal di menara gadingnya? Parno menghadapi dunia nyata, dia lebih suka hidup dalam ilusi indah tentang kesempurnaan cinta. Tiap hari dia bermimpi bisa didatangi oleh pangeran eh, putri impiannya. Berkhayal dalam ilusi cinta sempurna, ia terus-menerus bertanya, Kapan ya aku bisa dicintai dengan apa adanya diriku? Kapan ya keindahan hidup kudapatkan? Kapan ya aku akan seperti putri-putri lainnya?
Itulah yang tak pernah terlihat dalam ilusi dongeng yang kita baca. Banyak orang ingin percaya pada keindahan, pada kesempunaan sosok putri tak bercela yang sudah selayaknya dipuja dan dicintai. Dan begitu pula sosok sempurna sang pangeran, eh, putri yang menjadi penyelamat dan meminangnya, lalu mereka berjanji akan setia sehidup semati hidup bahagia selamanya, tanpa pernah selingkuh.
Setiap kali buku ditutup dan membaca dua kata akhirnya the end, saya selalu bertanya, “Sungguhkah berakhir, apa yang terjadi selanjutnya?”
Bagaimana jika setelah mereka menikah, ketahuan bahwa sang putri ternyata punya banyak perempuan simpanan di haremnya dan Cinderella hanyalah salah satu dari koleksinya. Putri yang menyelamatkan Snow White ternyata perempuan dengan hobi seks menyimpang dan buaya kelas berat yang tidur dengan banyak orang, secara mana ada sih orang yang kucluk-kucluk cium cewek yang sedang tidur di hutan kecuali pervert gitu? Bagaimana dengan Sleeping Beauty? Ketika sang pangeran, eh putri datang, dengan suka rela dia menyerahkan diri dan kesetiaannya hanya untuk mendapati bahwa sang putri hanya ingin menidurinya demi mencicipi keperawanannya lalu pergi meninggalkannya seorang diri.
Banyak orang yang nggak akan mau membaca cerita itu. Cerita semacam itu pantasnya masuk cerita horor, terlalu mengerikan buat jiwa perempuan kita. Kebanyakan orang menyukai akhir yang bahagia dan kisah yang manis mendayu. Mereka ingin diyakinkan bahwa pada akhirnya sang putri yang miskin tapi cantik, baik budi dan bermoral tinggi akan menikah lalu hidup bahagia selamanya dengan sang pangeran dalam kesetiaan absolut.
Kita mendambakan kesempurnaan, merindukan dunia utopis lesbian di mana segalanya indah. Perempuan bertemu perempuan. Mereka jatuh cinta. Mereka hidup bahagia bersama. Itulah sebabnya mengapa cerita roman model Harlequin laris manis. Jangan heran jika sinetron-sinetron nggak jelas itu tetap punya banyak penonton, karena banyak orang yang memang mendambakan ilusi yang dijual oleh produser TV.
Realitas yang keras dan sering kali menyakitkan membuat banyak manusia, lesbian/straight, menciptakan ilusi kesempunaannya sendiri. Menciptakan sosok-sosok ala dongeng Cinderella, Snow White, Sleeping Beauty, atau tokoh-tokoh lainnya sebagai image yang ditampilkannya. Dan hebatnya, manusia yang menciptakannya sungguh-sungguh percaya pada ilusi ciptaannya sendiri. Karena tanpa ilusi itu, mereka tahu mereka bukanlah apa-apa.
@Alex, RahasiaBulan, 2008
Buat banyak lesbian, LBD alias Lesbian Bed Death bisa jadi momok yang mengerikan. LBD adalah kondisi di mana kegiatan seksual pasangan lesbian berada dalam tahap minim atau malah lenyap tak berbekas. Kenapa bisa terjadi hal seperti ini? Hm, sebenarnya ini tidak hanya terjadi pada pasangan lesbian saja, tapi juga terjadi pada pasangan heteroseksual.
Biasanya pola kegiatan seksual dalam suatu hubungan dimulai dengan kegiatan seks yang intens dan panas. Namun lama-kelamaan hubungan seks pun melambat dan berkurang. Pada bulan-bulan awal hubungan zat-zat kimia dalam otak bekerja menggabungkan segala perasaan berbunga-bunga jatuh cinta yang intens dan membuat tubuh terbangkit hasratnya.
Secara seksual, perempuan berbeda dari laki-laki. Laki-laki memikirkan seks secara fisik, sementara konsep seks perempuan lebih berada dalam pikiran. Laki-laki memulai seks dari selangkangan baru berpindah ke dalam pikiran. Sementara perempuan memikirkan seks mulai dari otak dan bergerak ke selangkangan.
Hilangnya minat terhadap kegiatan seksual biasanya terjadi dalam hubungan jangka panjang dan pasangan lesbian yang hidup bersama. Perempuan yang berada dalam hubungan yang aman dan mantap juga terkadang merasa tidak memerlukan seks lagi sebagai cara untuk mempertahankan pasangan. Dalam hubungan heteroseksual, perempuan yang habis melahirkan juga biasanya kehilangan hasrat seksual. Apalagi ditambah dengan kesibukan dan rutinitas harian, seks pun jadi hal terakhir yang terlintas dalam benaknya.
Nah lo? Bagaimana ini?
Seperti yang sering diucapkan partner, “Tenang, jangan panik, Cay. Ambil napas dalam-dalam.”
Fiuh. Banyak pasangan lesbian yang tidak lagi menjalani aktivitas seksual secara sering dan rutin namun tetap bisa punya hubungan yang baik. Dan ada baiknya jika dalam hubungan jangka panjang, kita meredefinisikan lagi arti hubungan seksual bagi pasangan lesbian.
Apa definisi seks bagi saya? Apakah seks harus diakhiri dengan orgasme? Hm bayangkan seks seperti makan. Ada makanan pembuka, makanan utama, makanan penutup. Nah, kalau di restoran kita kadang-kadang bisa hanya memesan makanan pembuka saja, makanan utama saja, atau cuma makanan penutup. Yah begitu pula dengan seks. Kadang-kadang kita mau langsung tancap saja, kadang kadang-kita hanya mau bermesra-mesraan di ranjang, sambil sayang-sayangan. Di saat yang tepat, dua-duanya bisa jadi menyenangkan. Oya, perempuan bertanggung jawab atas orgasmenya sendiri. Bukan tugas pasangan untuk membuat kita orgasme. Pasangan hanyalah medium untuk mencapainya. Tapi kendali tetap di tangan kita sendiri. Yang terutama, kita harus mengenal tubuh kita sendiri untuk mencapai puncak kenikmatan seksual.
Masturbasi adalah satu cara untuk mengenal tubuh kita sendiri. Lho, kok udah pasangan masih masturbasi? Banyak orang yang menganggap masturbasi sebagai aib kalau kita sudah punya pasangan. Padahal masturbasi bisa juga dijadikan suatu cara “bermain” dengan pasangan. Jangan buat pasangan merasa bersalah karena bermasturbasi, karena sesungguhnya masturbasi juga bisa meningkatkan hasrat dan fantasi seksual.
Bicara soal fantasi, nggak ada salahnya bila kita berfantasi. Partner punya fantasi yang kinky banget tuh terhadap saya, tapi jelas tak akan saya ungkap di sini, hahaha. Sebagaimana saya juga punya fantasi tertentu terhadap dia. Fantasi bukan berarti kita tidak tertarik lagi pada pasangan tapi ini cuma cara lain untuk meningkatkan gairah seksual. Oya, penggunaan film/bacaan erotis juga kadang-kadang bisa membantu membuka celah kemungkinan hubungan seksual.
Sebagaimana sudah disebutkan di atas, seks bagi perempuan dimulai dari otak. Dan otak juga berkaitan dengan perencanaan. Tidak ada salahnya melakukan perencanaan untuk melakukan hubungan seks, apalagi dalam hubungan lesbian yang tinggal bersama. Tidak semuanya harus spontan, menyiapkan jadwal kencan seks juga diperlukan. Kadang perencanaan membantu tubuh kita untuk lebih siap menghadapi kegiatan yang berlangsung dan juga meningkatkan gairah dan kenikmatan secara selama berhari-hari otak kita sudah dibimbing untuk memikirkan hal “itu”.
Perencanaan juga bisa membantu mengatasi hilangnya waktu karena kesibukan. Dan salah satu akibat kesibukan adalah mood untuk hubungan seks yang kadang-kadang tidak muncul bersamaan. Selalu ada kemungkinan bahwa kau dan pasanganmu tidak memiliki hasrat berbarengan. Tidak masalah kok. Sah-sah saja kalau pada saat itu terjadi pasanganmu bermasturbasi di sebelahmu dengan sedikit bantuan darimu atau kauluangkan waktu sebentar untuk memuaskan pasanganmu. Habis itu lanjut dengan sayang-sayangan sambil ngobrol di ranjang. Asyik, kan?
Obrolan di ranjang akan jadi sangat menyenangkan jika kita bisa bicara apa saja dengan pasangan. Apa saja artinya ya ngobrol tentang apa saja. Obrolan seksual juga penting dan bukan hal yang tabu untuk dibicarakan. Ini bukan obrolan rayuan ya, tapi KOMUNIKASI. Komunikasi tentang kegiatan seksual antara diri kita dan pasangan. Dari sana akan muncul kedekatan antara sepasang lesbian yang menerabas batas tabu-tabu seksual dan keluar dari konteks sekadar seks.
Seks seharusnya dipandang dengan santai. Bukan sesuatu yang bentuknya absolut dan tidak bisa diubah. Seks adalah bagian intim yang mempererat dua manusia yang saling mencintai, bukan pertanda besaran cinta dalam hubungan. Ibarat makanan, hubungan cinta tanpa seks ibarat sayur tanpa garam. Hubungan seks tanpa cinta seperti makan garam tanpa sayur. Dan dalam banyak resep, sering kali disebutkan, “bubuhkan garam secukupnya.” Seberapa banyak kadar cukupnya? Nah itu balik ke diri kita sendiri. Ambil garam itu bubuhkan sesuai takaran yang kita inginkan ke dalam masakan. Dijamin maknyusss deh!!!
@Alex, RahasiaBulan, 2008
Malam ini saya dan Lakhsmi pacaran gila-gilaan. Maksudnya, berdialog ala orang gila. Kami mengendarai mesin waktu, dan membahas apa saja, hingga sampai ke topik fans* saya dan Lakhsmi. Kemudian saya bertanya, “Say, kamu mau putus sama aku, terus milih dia?”
“Ogah! Aku lebih baik mati daripada putus sama kamu.”
“Huaaah, cayangku, tadi itu kalimat paling manis yang pernah kudengar. Sini aku kiss dulu, mwuahhhhhh...”
Lalu sehabis kami ketawa ngakak, Lakhsmi balik bertanya, “Kamu mau pilih aku atau dia?”
“Cayang, aku selalu milih kamu. Nggak ada pilihan lain selain kamu.”
Mesin waktu berputar, dan obrolan kami pun bergerak ke seantero jagad raya, hingga dua jam berlalu.
Sesungguhnya, ada masa ketika saya dan Lakhsmi sempat break selama beberapa saat. Dan pada masa itu rasanya segalanya tidak jatuh pada tempatnya. Ada bagian diri kami yang teramputasi. Kami tetap menjalani hidup sesuai dalam rutinitas dan pola irama keteraturan, namun semua nadanya salah dan sumbang. Kami tidak bahagia.
Padahal dia bisa bersama fans yang dia mau, saya juga bisa bersama fans yang saya mau. Tapi kenapa rasanya tidak benar? Hingga kemudian kami jatuh cinta lagi.
Kami jatuh cinta (lagi) terhadap satu sama lain. Cinta yang berbeda. Yang sudah lebih teruji, yang lulus ISO dan melewati QC. Pada siang yang hujan di kota yang panas ketika Lakhsmi menemani saya tugas ke luar kota kami bercinta gila-gilaan seakan dunia akan berakhir besok. Kami mengobrol tentang segala hal, apa saja, bekerja, lalu tidur hanya untuk mengembalikan energi dalam tugas luar kota yang berubah menjadi bulan madu dahsyat seakan kami baru jadian. Saat itulah saya menyadarinya, bahwa Lakhsmi-lah rumah saya. Dan saya tidak betah berada di luar rumah itu.
Habis mengobrol barusan, Lakhsmi tidur. Saya belum mengantuk karena sempat pingsan ketiduran sepulang kerja tadi karena malam kemarin saya tidur jam 2 pagi karena keasyikan baca buku, sementara Lakhsmi terbangun jam 2 pagi. Saya menulis ini sehabis menonton Steven Segal di televisi, lalu memutuskan untuk blogging dibanding harus memilih menonton Saw II, Halloween Resurection atau laporan pemilu di AS (do i look like i care?). Koneksi dengan telkomnet instan seakan masih hidup di zaman purba. Habis ini mau bekerja sebentar, dikejar deadline keparat, lalu tidur menunggu pagi menjelang, ngantor, dan kembali menjalani rutinitas nyata, kemudian sorenya pulang ke rumah. Ke Lakhsmi.
@Alex, RahasiaBulan, 2008
*fans = orang yang tahu hubungan saya dan Lakhsmi tapi ngeyel tetap mau menempelkan dirinya pada kami.
“Cay, tolong cabutin ubanku, nih ada yang nangkring satu,” kata saya seraya menarik sehelai uban agar dicabut oleh Lakhsmi.
Lakhsmi yang sedang duduk di ranjang ngakak nggak keruan. “Ya, ampun, Caaaayyyy... Udahlah jangan dicabut. Bisa habis nanti rambut kamu kalau minta dicabutin ubannya.”
“Yang satu ini aja, Caaaay.” Saya masih keukeuh dan mendekatkan uban saya ke depan wajahnya. “Yang satu ini ngeganggu banget nih. Dia nangkring sendiri.”
Lakhsmi menepis tangan saya, dan menarik saya menghadapnya. Dia mencubit kedua pipi saya. “Cay, masih ada seribu uban di rambut kamu.” Mwwwuahhhh... dia mendaratkan ciuman basah di mulut saya.
Belakangan uban kembali menjadi masalah. Habis ini mungkin masalah keriput di wajah yang mulai rajin diolesi berbagai produk penahan laju penuaan.
“Halah tinggal diwarnain aja beres, kan?”
“Nggak, nggak beres. Nanti ubannya juga muncul lagi.”
“Kalau udah sadar begitu, lalu apa masalahnya?”
Iya, ya, apa masalahnya? Ubanan kan memang proses alami sebagai manusia, kenapa juga bingung?
Mungkin masalahnya adalah menjadi tua.
Tadinya saya nggak punya masalah dengan menjadi tua. Tapi kehadiran lesbian-lesbian muda di sekitar saya membuat saya berpikir. “Ya ampun, tuh cewek seumuran keponakan gue?” O-oh.
Perubahan fisik seperti keriput, uban, dan kemelaran tubuh mungkin masih bisa saya tanggung. Tapi masalah terbesar buat saya adalah kelelahan dan kondisi fisik yang tidak setangguh sepuluh tahun lalu. Yah, ibaratnya sepuluh tahun lalu, saya bisa bercinta dari pagi sampai sore lalu lanjut lagi dari malam hingga subuh dengan skor orgasme 18 kali, misalnya. Sekarang sih, bisa keram perut, patah tulang, dan nggak bangun dari ranjang seminggu kalau dipaksa begitu. Hahaha... Sungguh, sekarang begadang sedikit aja udah masuk angin. Baca buku saja sudah nggak kuat dihabiskan sekali duduk (baca komik aja nggak kelar!). Bahkan tidak jarang saya ketiduran di depan TV, tindakan yang haram banget buat saya.
Belum lagi masalah penyakit. Kolestrol tinggi, sakit kepala rutin, dan masalah pencernaan. Sekarang nih kalau saya makan siang dengan soto betawi, lalu malam ditutup dengan martabak manis, dijamin besok paginya saya akan bangun dengan kondisi kesemutan. Hahaha....
Ya, saya tahu bahwa saya sebenarnya masih dalam tahap usia masih lucu-lucunya dan keren punya buat ditaksir. Ini lebih ke masalah psikosomatis. Seorang teman menyarankan saya untuk selingkuh biar punya semangat lebih, terutama untuk membangkitkan gairah seksual di ranjang. Yaoloh, Mbak, bayangin selingkuh aja saya udah capek. Dan nggak mood. Kayaknya energi yang dibutuhkan untuk selingkuh itu lebih banyak dibanding kepuasannya. Punya pacar simpanan itu pasti akan butuh investasi perasaan, perhatian, dan juga waktu lebih buat dia, yang sejujurnya terlalu mewah buat saya. Belum lagi usaha dan energi untuk menutupi kegiatan selingkuh dari pacar, bisa-bisa saya kena stroke.
Gaul sama anak-anak muda? Aduh, sumpe deh, saya capek juga ngobrol sama anak-anak muda gitu. Contohnya di kantor. Sekretaris saya dan anak-anak baru biasanya semangat mengajak saya mengobrol di saat senggang, sampai saya hafal deh bahasan gaul terbaru. Tapi kok saya nggak konek dan berasa muda ya? Let's party ajeb-ajeb di Segarra lalu disambung dengan acara yoga pagi harinya. Hah? Udah gila apa? Bisa mati gue? Tahun lalu saat saya ke Bali bareng teman-teman malah kerjaan saya tidur melulu. Saya jadi ingat, dulu pada masa prasejarah saat dinosaurus masih menguasai bumi, diajak duduk di kafe saya bisa tahan sampai jam 2 pagi lalu lanjut kongkow-kongkow di rumah sahabat lain main mahyong sampai tau-tau udah subuh. Sekarang mikirinnya aja udah capek duluan... huehehe.
Masalah terbesar saya adalah kelelahan. Dan waktu untuk istirahat mengganti rasa lelah itu. Mungkin sudah saatnya liburan lagi. Hm, gimana cayangku? Yuk, cari tempat buat berduaan dan "tidak melakukan apa-apa" selain peluk-pelukan, makan, mandi bareng, bobo.... (Nggak usah sampe 18 kali sehari juga nggak apa-apa kan, Cayang?)
@Alex, RahasiaBulan, 2008
PS: Tidak melakukan apa-apa-nya kukutip tuh, Cay. Artinya kita tetap mesti nyari wi-fi dan berhubungan dengan dunia luar. :))
Pay It Forward
Kecapi koleksi sederhana tentang retrospeksi hidup, kronik harian, atau apresiasi hiburan direkat dalam mozaik sketsa lesbian.
Selamat datang. Aku si bulan itu. Dan ini rahasiaku.
Alex Lagi Ngapain Ya?
Jejaring SepociKopi
-
Club Camilan12 years ago
-
Topik: Sisterhood Unlimited!13 years ago
-
Surga Kepulauan Raja Ampat13 years ago
-
Kian Damai15 years ago
-
-
Jejaring Sahabat
Komen Terbaru
Kategori
- lesbian (79)
- film (63)
- Personal Life (51)
- Opini (40)
- Intermezzo (38)
- buku (29)
- TV (14)
- persona (12)
- gay (11)
- remaja (10)
- Asia (9)
- love (7)
- biseksual (5)
- coming out (4)
- poem (4)
- subteks (4)
- L Word (3)
- transeksual (3)
- South of Nowhere (2)
- Lakhsmi (1)
- cinta (1)
- lagu (1)
Blog Archive
-
▼
2008
(83)
-
▼
November
(12)
- Twilight: Film Dari dan Untuk Perempuan, dan Untuk...
- Stuck With Me Forever
- Film: My Blueberry Nights - Malam-Malam Sunyi Manu...
- Gema Keheningan
- Hujan
- Stay Connected – Berjanjilah Kau Selalu Ada Untukku
- Nonton Sinetron Yuk!
- Buku: A Village Affair - Dilema Lesbian Mom di Ped...
- Dongeng Cinderella: Redefinisi
- There's Something About Sex
- Lebih Baik Mati Daripada Putus Sama Kamu
- Growing Grey
-
▼
November
(12)