11:52 PM

Dongeng Cinderella: Redefinisi

Posted by Anonymous |

Sejak kecil kita sudah dicekoki dengan beragam kisah dongeng putri dan pangeran yang bertemu lalu jatuh cinta kemudian hidup bahagia selamanya. Belum lagi dongeng-dongeng lain tentang cinta tiada tara dan kesempurnaan kesetiaan. Indah, bukan? Dongeng ini tidak hanya untuk perempuan hetero, banyak lesbian juga memiliki impian ala Cinderella. Belakangan ini saat menjelajahi dunia maya lesbian, saya jadi gatal kepingin mengintrepretasikan kembali dongeng ini dan menabrakkannya dalam dunia lesbian. Otak saya mulai bertanya, "Bagaimana jika?"

Bagaimana jika sang Cinderella itu sebenarnya perempuan pemalas yang miskin dan kerjanya hanya mejeng di depan pintu menunggu pangeran, eh, putri cantik lewat. Setelah putri cantik dan tajir itu lewat si Cinderella sengaja melakukan tepe-tepe dan melancarkan segala rayuannya untuk memancing sang putri agar mau memacarinya. Oh, jangan salah, setelah berhasil memacari sang putri, si Cinderella menganggapnya sebagai kesuksesan luar biasa dan tidak pernah lupa mengingatkan semua orang bahwa walaupun dia cuma perempuan miskin dan tidak ada apa-apanya, dia bisa mendapat putri hebat dan kaya raya.

Bagaimana jika Snow White sebenarnya perempuan paling menjengkelkan seistana, tiap hari dia hanya sibuk bercermin sambil mengaku-ngaku betapa cantik dan sempurna dirinya dan tanpa henti mengingatkan semua orang bahwa dirinya cantik, cantik, dan luar biasa cantik. Hingga suatu hari ibunya kesal dan memutuskan untuk mendepaknya ke hutan. Lalu di sana Snow White sengaja diracuni para kurcaci supaya dia bisa diam. Karena setelah di hutan pun dia ternyata masih narsis dan curhat tak kenal henti dengan tujuh kurcaci hingga mereka sakit telinga mendengarnya.

Bagaimana jika Sleeping Beauty hanyalah perempuan kesepian yang tinggal di menara gadingnya? Parno menghadapi dunia nyata, dia lebih suka hidup dalam ilusi indah tentang kesempurnaan cinta. Tiap hari dia bermimpi bisa didatangi oleh pangeran eh, putri impiannya. Berkhayal dalam ilusi cinta sempurna, ia terus-menerus bertanya, Kapan ya aku bisa dicintai dengan apa adanya diriku? Kapan ya keindahan hidup kudapatkan? Kapan ya aku akan seperti putri-putri lainnya?

Itulah yang tak pernah terlihat dalam ilusi dongeng yang kita baca. Banyak orang ingin percaya pada keindahan, pada kesempunaan sosok putri tak bercela yang sudah selayaknya dipuja dan dicintai. Dan begitu pula sosok sempurna sang pangeran, eh, putri yang menjadi penyelamat dan meminangnya, lalu mereka berjanji akan setia sehidup semati hidup bahagia selamanya, tanpa pernah selingkuh.

Setiap kali buku ditutup dan membaca dua kata akhirnya the end, saya selalu bertanya, “Sungguhkah berakhir, apa yang terjadi selanjutnya?”

Bagaimana jika setelah mereka menikah, ketahuan bahwa sang putri ternyata punya banyak perempuan simpanan di haremnya dan Cinderella hanyalah salah satu dari koleksinya. Putri yang menyelamatkan Snow White ternyata perempuan dengan hobi seks menyimpang dan buaya kelas berat yang tidur dengan banyak orang, secara mana ada sih orang yang kucluk-kucluk cium cewek yang sedang tidur di hutan kecuali pervert gitu? Bagaimana dengan Sleeping Beauty? Ketika sang pangeran, eh putri datang, dengan suka rela dia menyerahkan diri dan kesetiaannya hanya untuk mendapati bahwa sang putri hanya ingin menidurinya demi mencicipi keperawanannya lalu pergi meninggalkannya seorang diri.

Banyak orang yang nggak akan mau membaca cerita itu. Cerita semacam itu pantasnya masuk cerita horor, terlalu mengerikan buat jiwa perempuan kita. Kebanyakan orang menyukai akhir yang bahagia dan kisah yang manis mendayu. Mereka ingin diyakinkan bahwa pada akhirnya sang putri yang miskin tapi cantik, baik budi dan bermoral tinggi akan menikah lalu hidup bahagia selamanya dengan sang pangeran dalam kesetiaan absolut.

Kita mendambakan kesempurnaan, merindukan dunia utopis lesbian di mana segalanya indah. Perempuan bertemu perempuan. Mereka jatuh cinta. Mereka hidup bahagia bersama. Itulah sebabnya mengapa cerita roman model Harlequin laris manis. Jangan heran jika sinetron-sinetron nggak jelas itu tetap punya banyak penonton, karena banyak orang yang memang mendambakan ilusi yang dijual oleh produser TV.

Realitas yang keras dan sering kali menyakitkan membuat banyak manusia, lesbian/straight, menciptakan ilusi kesempunaannya sendiri. Menciptakan sosok-sosok ala dongeng Cinderella, Snow White, Sleeping Beauty, atau tokoh-tokoh lainnya sebagai image yang ditampilkannya. Dan hebatnya, manusia yang menciptakannya sungguh-sungguh percaya pada ilusi ciptaannya sendiri. Karena tanpa ilusi itu, mereka tahu mereka bukanlah apa-apa.

@Alex, RahasiaBulan, 2008

13 comments:

Anonymous said...

Mwwuuuuah!! Sayang, akhirnya tertulis juga, setelah ide ini hanya sekadar hantu dalam pembicaraan dan imajinasi omong-omong kosong kita selama bermalam-malam. Akhirnya tertulis juga setelah mengamati dan membaca blog-blog lesbian dan menemukan benang merah yang menyebabkan aku sakit gigi karena tertawa keras-keras; mentertawakan ilusi keindahan itu. Akhirnya tertulis juga setelah mengumpulkan ratusan - oh, bukan jutaan kata merangkai-rangkai dongeng dalam igauan ngantukku kepadamu saat kamu menyusupkan diri di sebelahku setelah termangu-mangu penuh emosi di depan laptopmu.

Oh, ini adalah parodi, satire, dan sarkasme menjadi satu! Amazing. Mwuuuaaahhh !! Istriku memang hebat dan pinter!! Membanggakan!

*Lakhsmi

Gendis said...

Can't say much..Nice writing Alex..dua jempol deh buat renungan ini...reality is hard..that's absolutely right..

Anonymous said...

@lakhsmi sayang, kamu tuh gema yang memantulkanku. Tulisan ini adalah hasil iluminasi dan pantulan gema pikiran kita.

@gendis, :)

Anonymous said...

Huwaaa.. Snow White versi BuCan ini nyindir aku banget ya? Wakakaka..

Anonymous said...

@picank, nggak nyindir km kok... Banyak orang lho yg sering banget ngaku dirinya cakep dan keren. Biasanya buat menutupi rasa mindernya yg berlebihan.
Hayooo, km gitu nggak? :))

Anonymous said...

Just wanna share...

Aku dulu menciptakan ilusi kesempurnaanku sendiri yang jauh dari kesempurnaan ala dongeng yang happy ending.

Lesbosadomasochism. Dia si sadis dan aku si masokhis.

Itulah yang menyebabkanku cenderung tertarik pada perempuan-perempuan psycho, berkepribadian ekstrim, sangat dominan, berlidah tajam, dan sadis. Mereka begitu menggairahkan.

Itu dulu... Sekarang? Ah...

Anonymous said...

nice writing...!brilliant.Tapi bukan pengalaman pribadi kan mba?lolzzzzzzz

pisss

Sinyo said...

Lex, bgmn kalo aku definisikan Cinderella sebagai seorg putri kaya yg segalanya ia punya? sampai suatu saat dia bertemu dan jatuh cinta dgn seorang perempuan dr kalangan biasa2 saja. Si perempuan ini banyak yg mencintai. Cinderella yg kalap krn cinta yg membutakannya ini (ternyata sehari2 nyambi sebagai nenek sihir) hingga ia bisa membuat apel yg telah dimantrai pelet untuk diberikan pd si perempuan. Akhir cerita si perempuan dan Cinderella sukses hidup menderita.. the end...

Anonymous said...

@candra, kalo ini pengalaman pribadi, aku jadi tokoh antagonisnya... Huahahaha, ketawa ala penjahat Disney :))


@Sinyo,
Bagaimana kalau Cinderella adalah perempuan biasa yang selalu menempatkan dirinya sebagai sosok lemah dan jadi korban. Itulah caranya memerangkap orang-orang agar selalu menjadi "ibu peri"nya. Di mata banyak orang, dia menampilkan diri sebagai sosok perempuan teraniaya cinta, namun dicintai banyak sahabat dan dipuja perempuan yang ketipu makan apel peletnya.

Dia naik kereta kencana, ke pesta istana, dengan sepatu kaca. Tapi ketika jam berdentang 12 kali, kereta berubah jadi labu, dan pesta berakhir, dia berdiri di tanah kosong sendirian, dengan pakaian penuh kotoran dan tanpa alas kaki, dia heran dan bertanya, "Ke mana semua orang? Apa salahku? Kenapa orang-orang jahat padaku?"
To be continued

Anonymous said...

*Duduk manis di sudut sofa, mata kedip-keip kelilipan melototin dongeng cinderella versi bulan. Sebentar manggut-manggut, sebentar kemudian geleng-geleng trus manggut-manggut lagi*

ARGGHHHH... gigiku kok jadi ikutan senut2? pemirsiii... mo ngapelin dokter gigi dulu.

Anonymous said...

gue suka tulisan ini! banyak orang merasa gagah dengan ilusi ciptaan mereka, dan kalo orang laen mencoba menyadarkan betapa rapuhnya hubungan berdasar ilusi semata, mereka bilang: "ah kau tahu apa."

salam kenal.

Anonymous said...

@el, lesbosadomasochism memang menarik dan menggairahkan... katanya sih. Hehehe, bukan pengalaman pribadi :)

@jupie, cari dokter gigi yg cakep ya, biar nggak terlalu sakit :p

@bayik, salam kenal juga...

Gendis said...

aku jadi Mulan aja aaahh...;)

Subscribe