11:07 PM

Opini: Watch Your Step, How Far Can You Go?

Posted by Anonymous |

Bagian I
Suatu hari partner saya berkomentar ketika saya berdiri di depannya. “Kenapa sih kamu kalau berdiri mengangkang begitu? Apa itu ciri khas lesbi? Jadi inget si xxx, yang kalau jalan keliatan lesbi banget ya? Dia keliatan lesbi dari cara jalannya... sama kaya si xyz.”
Kontan saya ngakak dan balik bertanya, “Masa sih?”
“Iya, bener. Coba deh inget-inget.”

Maka saya pun berusaha mengingat-ngingat dan mencontohkan cara jalan sahabat-sahabat lesbian kami. Partner saya bilang, cara jalan saya tidak bergaya “lesbi”. Tapi cara berdirinya, iya. Waks, pikir saya, lebih parah lagi dong. Belum jalan aja, udah ketauan ;p.

Lalu partner saya menjelaskan lagi tentang cara berjalan “mengayun” ala lesbian. Dan dia menambahkan gerakan-gerakan seperti menyilangkan tangan di depan dada atau memasukkan tangan ke saku celana yang sering dilakukan lesbian.

Mulailah saya memerhatikan cara berjalan dan cara berdiri teman-teman lesbian saya. Ayunan langkah, bahasa tubuh, serta gerakan-gerakan tanpa sadar yang mereka lakukan. Makin lama saya memerhatikan teman-teman lesbian saya, saya jadi makin pusing. Hiks. Akhirnya saya menyerah dan bilang ke partner saya bahwa saya jadi seperti ibu saya yang sering berkomentar tentang perawan atau tidaknya seorang perempuan dilihat dari bentuk pantatnya.
...

Bagian II
Pada malam Natal, saya dan partner memutuskan untuk makan malam romantis di sebuah restoran yang terletak di gedung perkantoran pencakar langit. Ketika kami dipersilakan duduk di meja yang sudah disediakan—kami sudah memesan meja di dekat jendela, di mana kami bisa memandang langit Jakarta melalui jendela yang berkabut bekas rinai hujan sore harinya—pelayan kontan menarik dua kursi bersebelahan, bukannya menarik kursi yang berhadapan. Langkah saya terhenti sedetik. Buset, emangnya saya dan partner saya ketauan banget pasangan sampai-sampai si mbak pelayan menarik kursi bersebelahan sebagaimana yang biasa dilakukan terhadap pasangan lelaki dan perempuan.

Setelah duduk, saya memandang partner saya lalu kami tertawa berbarengan, ternyata kami berdua memikirkan hal yang sama. “Emangnya dia tau dari cara jalan kita ya?” tanya saya masih terpengaruh teori “jalan lesbi”. Partner saya tertawa. Dia bilang, “Say, sekarang malam Natal, candlelight dinner, nuansa restorannya romantis dengan lampu remang. Kalau ada dua perempuan makan malam di sini, pakai reservasi segala, emangnya dia nggak bisa mikir kalau satu tambah satu sama dengan dua?”
“Kan mungkin aja kita cuma teman yang mau makan malam bareng,” jawab saya keukeuh.
“Say, nggak usah sok lugu gitu deh.” Partner saya mulai sok ketus lalu kembali tertawa. “Apa kamu nggak liat yang berduaan makan di sini cuma pasangan?”
Saya langsung mengedarkan pandangan kemudian tertawa kecil. Partner saya benar, kalau tidak pasangan lelaki dan perempuan, tamu-tamu lainnya adalah rombongan keluarga.

Kami melanjutkan makan sambil ngobrol tentang “bagaimana jika”. “Bagaimana jika suatu hari kami memesan honeymoon suite lengkap dengan paket romantic candlelight dinner di Bali, misalnya?” Bakalan bikin bingung nggak sih? Yang mungkin bakal kami lakukan untuk perayaan anniversary kami nanti... :) Kami kembali tertawa-tawa, kemungkinan besar kami akan makan lagi di restoran yang menurut kami lesbian-friendly ini, karena para pelayannya tampak “terbiasa” dengan kehadiran pasangan sesama perempuan yang makan malam romantis sambil saling memandang penuh cinta.

Bagian III
Gara-gara acara makan malam itu, saya jadi berpikir, “Seberapa jauh keakraban sesama perempuan masih dinilai wajar?” Saya selalu merasa tingkat toleransi keakraban terhadap sesama perempuan jauuuuh lebih tinggi terhadap pasangan lelaki. Di tempat-tempat umum seperti di mal, kita sering melihat sesama perempuan bergandengan tangan, atau bahkan berpelukan tanpa merasa aneh atau menganggap mereka lesbian. Coba bayangkan dua lelaki yang bergandengan tangan... ugh, pasti dibilang gay, homo, atau banci atau apalah. Perempuan yang mengenakan kemeja, jins, rambut cepak paling-paling hanya dibilang tomboi, tidak langsung dicap lesbian atau banci, kan?

Duo RATU, Maia dan Mulan, misalnya. Kita terbiasa melihat mereka bernyanyi atau diwawancara media dengan tingkat keakraban yang tinggi, seperti bergandengan atau berpelukan, tapi kita tidak menganggap mereka pasangan lesbian, kan? Namun seberapa jauh keakraban itu masih bisa dikatakan wajar? Apakah cewek yang sering “main di kamar” sahabat ceweknya sampai nginep segala masih dianggap wajar? Atau teman perempuan yang akrabbbbb sekali sampai ke mana-mana pun berdua masih dianggap wajar? Atau apakah dua perempuan yang mandi bareng masih dianggap wajar?

Saya jadi ingat dulu ketika saya dan mantan saya tinggal bersama dan suatu hari ibu saya sidak ke kamar kami. Dia terpana menyaksikan ranjang singel yang kami tiduri berdua. Pertanyaan yang terucap dari mulutnya hanya, “Memangnya cukup ranjang sekecil ini buat tidur berdua?” *Waks... Gubrak!

7 comments:

mumu said...

wuaaaaaaaaaaa...ending tulisan lu keren sekali...lucu banget...mengejutkan....hahahahahaha

Anonymous said...

hihihi, beneran tuh, Mu. Gue kalo inget kejadian itu sering ketawa sendiri. Mama, oh, mama :p

Anonymous said...

nahhh Lex lo kan ada nyinggung soal Ratu tuh...

gue curiga liat ni org berdua ne, mulan n maia, jgn2 cm gue sendere ne yg pny pikiran gini..

lo liat deh video klip DEAR DIARY-nya Ratu... agak membingungkan... sebenernya si Mulan teh disitu lara bertangisan ria gara2 patah hati ama si Maia ape ama tu laki2?...

peratiin bener2 deh ni video klip.., hahaha..., ga tau dah apa krn gue lesbian makanya pikiran gue arahnya kesono hahaha..., tp bisa jadi gara2 gue lesbian...gue lbh nangkep n ngeh ama ni video klip...

yg bikin rizal mantovani bukan? gue penasaran bgt, udh gatel pengen nanyain rizal maksud ini klip hahaha...

plisss lex n everybody...peratiin bener2 video klip Dear Diary-nya Ratu huahuahuahahaha...

gue jd mikir,jgn2 dilema Ratu yg lg marak di infotainment sbnernya "ada apa2" ya..., kali aja si ahmad dhani udh nyium gelagat ga bener bini-nya ama mulan hahahaha...

ciao lex...

Anonymous said...

halo, bingung ratu...
hahaha, bisa aja mikir ke sana.
Segalanya mungkin kok di bawah langit ini. Mungkin aja "teori" elo bener. Siapa tau? :)

Anonymous said...

allow lex..mo ikutan comment dunks..

salam kenal dari Cez, 24 th

aku tersentuh banget ma cerita kamu and partnermu pas malam natal..sepertinya hal seperti itu hanya mimpi bagiku..aku mahasiswa 24th,,
btw, nanya donk,,,kamu ma partner tinggal seatap ato gmana sichh?? penasaran,,koq bisa selalu bersama pada waktu2 penting kayak yang diatas (dari ku baca bukan itu aja kali yee...), thanks. pendatang baru nihh..

Anonymous said...

Hi Cez,
salam kenal... thanks udah mampir.
iya, aku dan partner termasuk yg beruntung bisa tinggal seatap :)

~Alex

Anonymous said...

Lex,

Aku sering mampir ke blog kamu..salam kenal. Aku dari SG. Panggil aja aku Chu. Di mana sih restaurant yg kamu bicarakan yg 'lesbi frenly tu'. Sering juga kami ke jakarta, siapa tahu bisa dinner di sana.

Subscribe